BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH LANJUTAN


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Manusia tidak sama dengan yang lain, baik dalam sifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain. Khususnya bagi yang terakhir inilah bimbingan konseling diperlukan.
Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan menyita perhatian pada materi pelajaran, agar para lulusan dapat lolos ke jenjang selanjutnya atau ke perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang menengah akan kehilangan bobt dalam proses pembentukan pribadi. Maka dari itu pembentukan pribadi, pendamping pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan dan pemeliharaan siswa sangat diperlukan di sekolah menengah.

B.     Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang diatas, dapat diambil beberapa pokok untuk dijadikan rumusan masalah, antara lain:
a.       Apa pengertian bimbingan konseling di sekolah lanjutan?
b.      Bagaimana bimbingan konseling di sekolah lanjutan?
c.       Apa tujuan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah lanjutan?
d.      Apa saja macam bimbingan dan konseling di sekolah lanjutan?










PEMBAHASAN

A.  Pengertian Bimbingan dan Konseling di Sekolah Lanjutan
Setiap lembaga pendidikan formal (TK, SD, SMP, SMA, sampai dengan PT) mempunyai tujuan pendidikan yang disebut dengan tujuan institusional. Tujuan sekolah merupakan tujuan intermedier bagi tercapainya tujuan pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan ini, maka setiap sekolah (SD sampai PT) haruslah menyelenggarakan berbagai kegiatan. Selain kegiatan, masih ada aspek lain yaiatu bimbingan sikap dan kesejahteraan yang belum dapat tercapai secara maksimal. Untuk memberikan perhatian terhadap aspek ini maka salah satu caranya adalah memberikan bimbingan kepada siswa. Dengan layanan ini diharapkan kesulitan siswa, baik kesulitan belajar, kesulitan emosional, maupun kesulitan yang lain dapat teratasi dengan baik.[1]
Kaitannya dengan sekolah lanjutan, ada 2 macam, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Program bimbingan dan konseling untuk siswa SMP hendaknya berorientasi kepada pencapaian tugas-tugas perkembangannya. Winkel (1992) mengemukakan tugas perkembangan untuk siswa/anak pada tingkat SMP antara lain: menerima perannya sebagai pria atau wanita, memperjuangkan taraf kebebasan yang wajar dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, menambah bekal pengetahuan dan pemahaman untuk pendidikan lanjutan, serta mengembangkan kata hati sesuai dengan nilai-nilai kehidupan.
Hambatan dari pencapaian tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain; kurangnya kepercayaan diri, kurangnya kepekaan perasaan, sering timbulnya kegelisahan, dan kurangnya semangat kerja keras.[2]
Sedangkan bimbingan di SMA adalah proses bantuan khusus yang diberikan kepada siswa-siswanya dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kenyataan-kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapinya dalam rangka perkembangan yang optimal sehingga mereka dapat memahami dir, mengarahkan diri, dan bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian bimbingan di SMA ini berdasar atas dan terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Dalam mengatasi hal seperti ini, tugas seorang guru pun otomatis meningkat, yang semula hanya sebagai pengajar menjadi seorang pembimbing. Di antaranya adalah guru sebagai perancang pembelajaran, sebagai  pengelola pembelajaran, sebagai pengarah pembelajaran, sebagai evaluator, sebagai pelaksana kurikulum, dan sebagai konselor.[3] Dalam prakteknya, aplikasi Bimbingan Konseling di sekolah lanjutan bukan saja melalui pendekatan intruksional saja akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi dalam setiap proses belajar mengajar berlansung.[4]
Pendekatan dan teknik-teknik konseling dalam berbagai bentuknya dapat dipakai terhadap para pemuda yang sudah lebih berkembang daripada anak-anak sekolah dasar. Kehadiran konselor langsung di hadapan para siswa disertai dengan informasi yang tepat dan mantap tentang fungsi konselor dan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya akan sangat membantu peningkatan pemanfaatan layanan konseling oleh para siswa.[5]

B.  Bimbingan Konseling di Sekolah Lanjutan Pertama
Perpindahan dari sekolah dasar ke jenjang pendidikan lanjutan ini merupakan langkah yang cukup berarti dalam kehidupan anak, baik karena tuntutan belajar bagi siswa lebih berat, maupun siswa akan mengalami banyak perubahan dalam diri sendiri. Secara berangsur-angsur siswa akan berusaha melepaskan diri dari pengawasan orang tuanya, dan akan dihadapkan pada rangkaian perubahan jasmani maupun rohani pada dirinya. Maka dari itu dibutuhkan bimbingan yang lebih lagi pada siswa dibandingkan pada saat di sekolah dasar.[6]
Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan program bimbingan konseling di sekolah lanjutan pertamah, antara lain:
1.    Tujuan penyelenggaraan
Sekolah memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di sekolah dasar yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, serta mempersiapkan mereka mengikuti pendidikan ke jenjang selanjutnya.
2.    Kebutuhan siswa selam rentang umur 12-15 tahun
Kebutuhan utama pada masa ini adalah kebutuhan psikologis, seperti mendapatkan kasih sayang, menerima pengakuan terhadap dorongan untuk semakin mandiri, memperoleh prestasi di berbagai bidang yang dihargai oleh teman sebaya, merasa aman dengan perubahan dengan kelas mainnya. Tantangan pokok pada masa ini adalah menghadapi diri sendiri bila sudah memasuki fase pueral (masa pubertas), yaitu mengalami segala gejala kematangan yang biasanya sering disertai dengan aneka gejala sekunder seperti berkurangnya semangat untuk bekerja keras, kegelisahan, kepekaan perasaan, kurang percaya diri, dan pematangan terhadap kewibawaan orang dewasa.
3.    Pola dan Karakteristik lembaga sekolah
Untuk sekolah yang terletak di daerah terpencil dengan jumlah kelas yang tidak terlalu besar, pola dasar yang dapat di pegang adalah pola generalis. Untuk sekoah yang terletak di kota besar dengan segala problematikanya dan godaanya, apalagi dengan jumlah kelas yang besar, semakin dituntut memegang pada suatu pola dasar yang mengarah ke pola spesalis, tanpa menngabaikan sumbangan dari guru-guru vak dan wali kelas.


4.    Bimbingan yang menyeluruh
Di sekolah menengah pertama seluruh komponen bimbingan yang termasuk layanan-layanan bimbingan semuanya harus mendapat perhatian yang seimbang. Pemberian informasi meliputi, perkenalan yang lebih luas dengan dunia pekerjaan, perkenalan berbagai bentuk pendidikan atas (sekolah umum atau kejuruan).
5.    Bentuk bimbingan yang diberikan
                             
Bentuk bimbingan yang terutama digunakan ialah bimbingan kelompok. Bimbingn kelompok merupakan layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secvara bersama-sama. Melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas topik tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui denamika kelompok. Bimbingan individual merupakan lanjutan dari bimbingan kelompok dan direalisasi melalui wawancari konseling.
6.    Peranan tenaga pendidik
Bimbingan konseling disesuaikan pada siapa yang memegang peranan kunci, tergantung pada pola dasar yang dipegang. Bila mana dipegang pola generalis, para guru bidang studi dan para wali kelas adalah peranan kunci, dengan dibantu dari satu atau dua guru konselor, khususnya dalam rangka pelayanan pengumpulan data dan konseling. Guru-guru bidang dapat menyisipkan banyak materi informasi dalam pengajaran, misalnya tentang cara belajar yang tepat, tentang sekolah, dan tentang dunia kerja.
Bila dipegang oleh spesialis, konselor sekolah dan beberapa guru konselor memegang beberapa peranan kunci, dengan mendapat bantuan dari guru bidang studi atau wali kelas. [7]
C.  Bimbingan Konseling di Sekolah Lanjutan Atas
Memasuki sekolah pada jenjang pendidikan ini tidak membawa pemahaman drastis dalam rutinitas sekolah bagi siswa, karena dia sudah bisa dengan pergantian bidang studi dan tenaga pengajar dan jadwal pelajaran. Namun, rentang umur antar 16-19 tahun yang meliputi sebagian besar dari masa remaja, merupakan masa yang sangat berati bagi perkembangan kepribadian seseorang. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan harus lebih intensif dan lebih lengkap, dibnadingkan dengan pelayanan di satuan pendidikan di bawahnya.[8]
Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan program bimbingan di sekolah menengah atas, antara lain:
1.    Tujuan penyelenggaraan
Pendidikan menengah berkenaan dengan tujuan institusional ditetapkan bahwa pendidikan menengah bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Meningkatkan kemapuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial.
2.    Kebutuhan seswa selama rentang umur 16-19 tahun
Kebutuhan siswa dalam rentangan umur 16-19 tahun. Kebutuhan-kebutuhan itu terutama bersifat psikologis, seperti mendapat perhatian dan dukungan tanpa pamrih negative apapun, memperoleh prestasi-prestasi yang membanggakan, membina persahabatan dengan temasn sejenis maupun lawan jenis, memiliki cita-cita yang pantas untuk dikejar.

3.    Bentuk bimbingan

                            
Bimbingan kelompok maupun individual diterapkan secara seimbang, supaya pelayanan bimbingan sampai kepada semua siswa.[9]

D.    Macam-Macam Bimbingan Konseling di Sekolah Lanjutan
1.    Bimbingan pribadi siswa
a.       Pemantapan sikap dan kebiasaan peserta didik serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan perkembanagnnya untuk kegiatan yang krestif dan produktif.
c.       Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.
d.      Pemantapan kemampuan dalam mengambil keputusan, dan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.
2.    Bimbingan sosial siswa
a.       Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif.
b.      Pemantapan kecerdasan emosi dalam hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya baik dilingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
c.       Pemantapan pemahaman tentang peraturan, kondisi sekolah, dan upaya pelaksanaannya secra dinamis serta bertanggung jawab.

3.    Bimbingan belajar siswa
a.       Pemantapan sikap dan kebiasaan, serta keterampilan belajar yang efektif, efisien, dan produktif, dengan sumber yang lebih berfariasi.
b.      Pemahamn dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat secara luas.
c.       Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan jenjang selanjutnya.
4.    Bimbingan karir siswa
a.         Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan yang hendak dikembangkan.
b.      Pemantapan orientasi dan informasi karir pada umumnya, dan khususnya karir yang hendak dikembangkan.
c.       Pemantapan pengembangan diri berdasarkan IQ, EQ, dan SQ untuk pengambilan keputusan pemilihan karir sesuai dengan potensi yang dimilikinya.[10]










KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan:
1.        Program bimbingan dan konseling untuk siswa SMP hendaknya berorientasi kepada pencapaian tugas-tugas perkembangannya. Sedangkan bimbingan di SLTA adalah proses bantuan khusus yang diberikan kepada siswa-siswanya dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kenyataan-kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapinya dalam rangka perkembangan yang optimal sehingga mereka dapat memahami diri, mengarahkan diri, dan bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntuan dan keadaan lingkunagn sekolah, keluarga dan masyarakat.
2.        Bimbingan konseling disekolah lanjutan memiliki pola, teknik, dan pendekatan yang berbeda dengan bimbingan konseling yang ada di sekolah dasar. Di sekolah lanjutan bimbingan konseling dapat menjadi pendamping dan penyeimbang bagi para siswa.
3.        Di sekolah menengah pertama program bimbingan konseling mempunyai tujuan penyelenggaraan yang menekankan pada pemberian bekal dasar pada siswa untuk mempersiapkan ke jenjang selanjutnya, pendekatan dan teknik bimbingan disesuaikan dengan karakteristik siswa dan karakteristik lembaga sekolah, dan pembimbingan ditekankan pada kelompok dan bimbingan individu sebagai tindak lanjutnya.
4.        Bimbingan konseling di sekolah menengah atas hampir sama dengan bimbingan konseling di sekolah menenga pertama, hanya saja disekolah menengah atas bimbingannya lebih diintensifkan pada siswa. Hal ini didasarkan pada perkembangan siswa menuju kedewasaan, yang berarti permasalahan yang dihadpi juga semakin kompleks.







DAFTAR PUSTAKA
Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E Nila Kusmawati. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.2008.
Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan Konseling Islami, Jakarta: PT. Bumi Aksara.2009.
Farid Hasyim dan Mulyono. Bimbingan dan Konseling Religius. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2010.
Priyanto dan Ermawati. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.1999.
Walgito, Bimo. Bimbingan dan Konseling (studi dan karir). Yogyakarta: CV. Andi Offst.2007
W.S Winkel & M. M Sri Hastusi. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.2007.




[1] Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan Konseling Islami, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), 46-47.
[3] Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), 24.
[4] Ibid, 29.
[5] Priyanto dan Ermawati, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), 305.
[6] W.S Winkel & M. M Sri Hastusi, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), 141
[7] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (studi dan karir), (Yogyakarta: CV. Andi Offst, 2007) 39
[8] W.S Winkel & M. M Sri Hastusi, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,, 146.
[9] W.S Winkel & M. M Sri Hastusi, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, , 146
[10] Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan dan Konseling Religius, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 94.

Comments

Popular posts from this blog

INDIKATOR, DIMENSI, KONSEP, PROPOSISI DAN TEORI

PENILAIAN TES DAN NON-TES

PERBANDINGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT