ETOS KERJA
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai
tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur
dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan
dalam masalah yang berkenaan dengan kerja ini, Rasulullah SAW bersabda:
اعمل للدنيا كأنك تعيش ابدا واعمل للأخرة كأنك تموت غادا
“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya,
dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.
Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari
pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin
yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin
yang kuat bekerja.” Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku
justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi.
Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk
menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi
senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh
melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian etos kerja ?
2. Bagaimana
etos kerja dalam pndangan islam?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Etos Kerja
Menurut Al-Ghazali dalam
bukunya “Ihya-u ‘ulumuddin”, pengertian etos (khuluk) adalah suatu
sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan
mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran.
Dalam bahasa Yunani, kata “etos”
berasal dari kata “ethos” yang bermakna watak atau karakter. Jadi, etos
adalah Karakteristik, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan, yang bersifat khusus
tentang seorang individu atau sekelompok manusia.
Jadi, etos kerja adalah dorongan, kehendak, atau prinsip
bekerja yang muncul dari jiwa individu untuk melakukan suatu kegiatan.
B.
Manusia
Harus Bekerja dan Berusaha
Islam
adalah ‘aqidah, syar’iah dan ‘amal. Sedangkan amal meliputi
ibadah, ketaatan dan kegiatan dalam usaha mencari rezeki, mengembangkan
produksi serta kemakmuran. Oleh karena itu, Allah SWT. menyuruh kepada umat-Nya
supaya bekerja dan berusaha di muka bumi untuk memperoleh rezeki[1]
Allah SWT. berfirman:
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè?
“ apabila telah
ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung..” (Q.S.Al-Jumu’ah(62):10)
Islam menganjurkan supaya bekerja,
karena bekerja melatih kesabaran, ketekunan, keterampilan, kejujuran,
ketaatan, mendayagunakan fikiran, menguatkan tubuh, mempertinggi nilai
perorangan dan masyarakat serta memperkuat persatuan
dan kesatuan[2][
Allah berfirman dalam surat An-naba ayat 11.
$uZù=yèy_ur u$pk¨]9$# $V©$yètB ÇÊÊÈ
“Dan Kami jadikan siang untuk
mencari penghidupan”,(Q.S An-Naba:11)
Dalam tafsir juz’ama diterangkan bahwa makna kata النَّهَارَ مَعَاشاً , adalah untuk menghasilkan bekal
buat hidup[3]
Firman Allah dalam surat Asy-Syu’ara:
öqs9ur xÝ|¡o0 ª!$# s-øÎh9$# ¾ÍnÏ$t7ÏèÏ9 (#öqtót7s9 Îû ÇÚöF{$# `Å3»s9ur ãAÍit\ã 9ys)Î/ $¨B âä!$t±o 4 ¼çm¯RÎ) ¾ÍnÏ$t7ÏèÎ/ 7Î7yz ×ÅÁt/ ÇËÐÈ
“ Dan Jikalau Allah melapangkan
rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi,
tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya
Dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha melihat.” (Q.S.Asy-Syura:27)
Syaqiq bin Ibrahim ketika
mengartikan ayat di atas ialah, andaikan Allah memberi rizki tanpa usaha
niscaya manusia akan lebih rusak dan lebih banyak kesempatan berbuat kejahatan,
tetapi kebijaksanaan Allah menghibur manusia dengan usaha kasab, supaya tidak
merajalela untuk merusak[4]
C.
Etos
Kerja Menurut Pandangan Islam
1.
Pekerjaan
yang Paling Baik
عن رفاعة بن رافع أن النبي صلى الله
عليه وسلم سأل:اي الكسب أطيب؟ عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
“Rifa’ah bin Rafi’I berkata bahwa Nabi SAW, ditanya, “Apa mata pencarian
yang paling baik?” Nabi menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dan
tiap-tiap jual beli yang bersih.” (Diriwayatkan oleh Bazzar dan disahkan
oleh Hakim)
Islam senangtiasa mengajarkan kepada
umatnya agar berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan
seorang muslim berpangku tangan saja atau berdoa mengharap rezeki datang dari
langit tanpa mengiringinya dengan usaha. Namun demikian, tidak dibenarkan pula
terlalu mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan pertolongan Allah SWT.
dan tidak mau berdoa kepada-Nya[5]
Banyak sekali ayat al-Quran yang menyuruh manusia untuk bekerja dan
memanfaatkan berbagai hal yang ada di dunia untuk bekal hidup dan mencari
penghidupan di dunia, di antaranya:
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( cruäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
“Dan Katakanlah: "Bekerjalah
kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan”. (Q.S.At-Taubah(9):105)
Ayat-ayat di atas pun menunjukkan
bahwa kaum muslimin yang ingin mencapai kemajuan hendaknya harus bekerja keras.
Telah menjadi sunatullahdi dunia bahwa kemakmuran akan dicapai oleh mereka
yang bekerja keras dan memanfaatkan segala potensinya untuk mencapai
keinginannya. Tidak heran jika banyak orang yang tidak beriman kepada Allah Swt,
tetapi mau bekerja keras untuk mendapatkan kemakmuran di dunia, walaupun di
akherat ia tetap celaka. Sebaliknya, adapula yang beriman kepada Allah Swt.
tetapi tidak mau bekerja dan berusaha sehingga sulit untuk mencapai kemakmuran[6]
Oleh karena itu, seorang muslim
selayaknya mengeluarkan segala kemampuannya untuk mencari rezeki dengan sekuat
tenaga. Akan tetapi, rezeki yang diusahakannya haruslah halal, tidak
mengutamakan penghasilan yang banyak semata, tanpa mengindahkan aturan-aturan
yang telah ditetapkan. Tentu saja, pekerjaan apapun tidak dilarang selama tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Dalam bekerja, sebaiknya ia menggunakan
tangannya atau kemampuannya serta sesuai pula dengan keahliannya. Bekerja
dengan menggunakan tangan dan kemampuan sendiri sebagaimana dijelaskan dalam
hadis di atas adalah pekerjaan yang paling baik. Dalam hadis lain pun
dinyatakan:
حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ ثَوْرٍ عَنْ
خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ الْمِقْدَامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا
قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ
دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِه
“Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin
Musa telah mengabarkan kepada kami 'Isa bin Yunus dari Tsaur dari Khalid bin
Ma'dan dari Al-Miqdam radliallahu'anhu dari Rasulullah shallallahu'alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak ada seorang yang memakan satu makananpun yang lebih
baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah
Daud a.s memakan makanan dari hasil usahanya
sendiri". (H.R.Bukhari, Abu Dawud, Nasa’I, dan Lain-lain)[7]
Di antara hikmah dari rezeki yang
dihasilkan melalui tangan sendiri adalah terasa lebih nikmat daripada hasil
kerja orang lain. Juga akan menumbuhkan hidup hemat karena merasakan bagaimana
payahnya mencari rezeki. Selain itu, ia pun tidak akan lagi menggantungkan
hidupnya kepada orang lain, yang belum tentu selamanya rido dan mampu membiayai
hidupnya[8]
Menurut Imam Al-Ghazali, manusia dalam hubungannya dengan kehidupan
dunia dan akhirat terbagi kepada tiga golongan[9]
a.
Orang-orang
yang sukses atau menang, yakni mereka yang lebih menyibukkan dirinya untuk
kehidupan di akhirat daripada kehidupan dunia;
b.
Orang-orang
yang celaka, yakni mereka yang menyibukkan dirinya untuk kehidupan di dunia
daripada kehidupan di akhirat.
c.
Orang-orang
berada di antara keduanya, yakni mereka yang mau menyeimbangkan antara
kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat.[10]
2.
Larangan
Meminta-Minta
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَذْكُرُ الصَّدَقَةَ
وَالتَّعَفُّفَ عَنْ الْمَسْأَلَةِ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى
وَالْيَدُ الْعُلْيَا الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى السَّائِلَةُ
“Dari Abdullah ibnu Umar RA,
bahwa Rasulullah Saw bersabda dari atas mimbar, beliau menyebutkan masalah
zakat dan menahan diri dari meminta-minta, beliau bersabda, "Tangan
yang di atas lebih mulia daripada tangan yang di bawah, dan yang di maksud
tangan di atas adalah yang memberi, sedangkan yang di bawah adalah yang
meminta" (HR.Muslim)
Islam sangat mencela orang yang
mampu untuk berusaha dan memiliki badan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha,
melainkan hanya menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Misalnya, dengan
cara meminta-minta. Keadaan seperti itu sangat tidak sesuai dengan sifat umat
Islam yang mulia dan memiliki kekuatan[11]
Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT. yaitu:
tbqä9qà)t ûÈõs9 !$oY÷èy_§ n<Î) ÏpoYÏyJø9$# Æy_Ì÷ãs9 tãF{$# $pk÷]ÏB ¤AsF{$# 4 ¬!ur äo¨Ïèø9$# ¾Ï&Î!qßtÏ9ur úüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur £`Å3»s9ur úüÉ)Ïÿ»oYßJø9$# w tbqßJn=ôèt ÇÑÈ
“Mereka
berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah[1478],
benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari
padanya." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan
bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”.Q.S.Al-Munafiqun
(63):8).
Dengan demikian, seorang
peminta-minta, yang sebenarnya mampu mencari kasab dengan tangannya,
selain telah merendahkan dirinya, ia pun secara tidak langsung telah
merendahkan ajaran agamanya yang melarang perbuatan tersebut. Bahkan ia
dikategorikan sebagai kufur nikmat karena tidak menggunakan tangan dan
anggota badannya untuk berusaha dan mencari rezeki sebagaimana diperintahkan
syara’[12]. Padahal Allah pasti memberikan rezeki
kepada setiap makhluk-Nya yang berusaha. Allah Swt. berfirman:
$tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B
“Dan
tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya[710]. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.(Q.S.Hud(11):6)
Berdasarkan hadis di atas
tadi, dinyatakan secara tegas bahwa tangan orang yang di atas (pemberi sedekah)
lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang diberi). Dengan kata lain,
derajat pemberi lebih tinggi daripada derajat peminta-minta. Maka seyogianya
bagi setiap umat Islam yang memiliki kekuatan untuk mencari rezeki, berusaha
untuk bekerja apa saja yang penting halal. Walaupun suatu pekerjaan dipandang
hina[13]
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yaitu:
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ
عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ
لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
“Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al-Laits dari 'Uqail dari
Ibnu Syihab dari Abu 'Ubaid sahayanya 'Abdurrahman bin'Auf, bahwa dia mendengar
Abu Hurairah radliallahu'anhu berkata, "Sungguh, seorang dari kalian
yang memanggul kayu bakar dan di bawa dengan punggungnya lebih baik baginya
daripada dia meminta kepada orang lain, baik orang lain itu memberinya atau
menolaknya". (Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab; “Jual Beli”,
bab usaha dan kerja dengan tangannya sendiri)
Pada hal harta yang diperoleh
dengan cara seperti dari minta-minta sama saja dengan mengumpulkan bara api,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW,:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بنْ عمر أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَزَالُ الْمَسْأَلَةُ بِأَحَدِكُمْ حَتَّى يَلْقَى
اللَّهَ وَلَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Dari Abdullah bin Umar
.r.a, dia berkata, "Rasulullah bersabda, 'Tidaklah seseorang yang
selalu meminta-minta kecuali ia akan bertemu dengan Allah dengan muka yang tak
berdaging".(H.R.Muslim)
Adanya
kewajiban berusaha bagi manusia, tidak berarti bahwa Allah Swt. tidak berkuasa
untuk mendatangkan rezeki begitu saja kepada manusia, tetapi dimaksudkan agar
manusia menghargai dirinya sendiri dan usahanya, sekalipun agar tidak berlaku
semena-mena atau melampaui batas, sebagaimana dinyatakan oleh Syaqiq Ibrahim
dalam menafsirkan ayat:
öqs9ur xÝ|¡o0 ª!$# s-øÎh9$# ¾ÍnÏ$t7ÏèÏ9 (#öqtót7s9 Îû ÇÚöF{$# `Å3»s9ur ãAÍit\ã 9ys)Î/ $¨B âä!$t±o 4 ¼çm¯RÎ) ¾ÍnÏ$t7ÏèÎ/ 7Î7yz ×ÅÁt/ ÇËÐÈ
“Dan Jikalau Allah melapangkan
rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi,
tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya
Dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha melihat.” (Q.S.Asy-Syura:27)
Menurutnya, seandainya Allah Swt,
memberi rezeki kepada manusia yang tidak mau berusaha, pasti manusia semakin
rusak dan memiliki banyak peluang untuk berbuat kejahatan. Akan tetapi, Dia
Mahabijaksana dan memerintahkan manusia untuk berusaha agar manusia tidak
banyak berbuat kerusakan.
3.
Mukmin
Yang Kuat Mendapat Pujian
عن
أبى هريرة رضى الله عنه قل:قل رسول الله صلى الله عليه وسلم : المؤمن القوي خير
وأحب إلى الله من الموْمن الضعيف وفى كل خيرأحرص على ما ينفعك واستعن بالله
ولاتعجزوإن أصابك شىء فلاتقل لوإنى فعلت كذا كان كذا وكذا ولكن قل قد رالله وما
شاءفعل, فإن لوتفتح عمل الشيطان.
“Abu Hurairah r.a berkata
bahwa Rasulullah Saw, bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu, ia
dipandang lebih baik. Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta
tolonglah kepada Allah. Janganlah berkata, ‘Kalau aku berbuat begini, pasti
begini, dan begitu, tetapi katakanlah, “Allah Swt. telah menentukan dan Allah
menghendaki aku untuk berbuat karena (kata) “kalau” akan mendorong pada
perbuatan setan .” (HR.Muslim)
Hadis
di atas mengandung tiga perintah dan dua larangan, sebagai berikut:
1) Memperkuat Iman
Keimanan seseorang akan membawa kepada kemuliaan baginya, baik di
dunia maupun di akhirat. Kalau keimanan kuat dan selalu diikuti dengan
melakukan amal saleh, ia akan mendapatkan manisnya iman, sebagaimana firman
Allah SWT:
ô`tB @ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @2s ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhsÛ ( óOßg¨YtÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$2 tbqè=yJ÷èt ÇÒÐÈ
“Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman,
Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan
Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.”(Q.S.
An-Nahl: 97)
Setiap orang memiliki tingkat
keimanan yang berbeda-beda. Ada yang kuat keimananya yang ditandai dengan
disifatnya yang selalu berusha untuk mengisi keimanannya dengan berbagai amal
yang diperintahkan oleh Allah Swt, seperti memerintah kebaikan dan melarang
kemungkaran, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, memberi sedekah, dan
lain-lain. Ada pula yang lemah imannya ia tidak mau mengerjakan kewajibannya
sebagai orang beriman, seperti tidak mengerjakan shalat, melakukan perilaku
tercela, tidak memberi sedekah, dan lain-lain. Tentu saja, orang yang kuat
imannya lebih baik daripada orang yang lemah imannya. Hal ini karena orang yang
kuat imannya akan berusaha untuk menjadikan segala aktivitas kehidupannya dalam
kebaikan[14]
Kuat dan lemahnya seorang mukmin,
selain dapat dipahami dari perbuatan yang dilakukannya, dapat juga dipahami
dalam realitas kehidupan. Misalnya, dilihat dari segi kekuatan badan, ia tidak
loyo, selalu tegar, dan lain-lain. Seorang mukmin yang berbadan kuat dan
menggunakan kekuatannya itu digunakan untuk beribadah dan membela agamanya
lebih baik daripada mukmin yang lemah badannya sehingga tidak memiliki kekuatan
untuk berjuang menegakkan agama Allah.
Kata “kuat” dalam hadis di atas
dapat juga dipahami dalam hal ekonomi atau kekayaan. Orang yang rajin berusaha
sehingga memperoleh harta benda yang melimpah untuk digunakan bekal beribadah
dan mengerjakan amal saleh lebih baik daripada orang yang tidak mau berusaha
sehingga kehidupannya susah[15]
Secara singkat Rasulullah Saw, memerintahkan orang yang beriman
untuk menghiasi keimanannya dengan berbagai amal saleh serta memelihara
badannya agar kuat, dan rajin berusaha sehingga kuat perekonomiannya. Tentu
saja tetap berusaha untuk menjauhi segala bentuk kemaksiatan supaya mendapat
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2) Perintah Untuk Memanfaatkan Waktu
Rasulullah Saw memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan waktu
se-efektif mungkin bagi kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk kehidupan
di dunia maupun akhirat. Dalam kehidupan di masyarakat, orang-orang yang sukses
dan berhasil dalam hidupnya adalah mereka yang senantiasa menggunakan waktunya
untuk kegiatan yang bermanfaat dan selalu serius dalam mengerjakan sesuatu.
Mereka menganggap bahwa waktu adalah uang (time is money). Sebaliknya,
orang-orang yang suka menghambur-hamburkan waktunya untuk kegiatan-kegiatan
yang tidak berguna, tidak akan meraih kesuksesan bahkan ia akan tergilas oleh
zaman.[16]
3) Memohon Pertolongan Allah SWT
Manusia hanyalah diwajibkan untuk berikhtiar, sedangkan yang
memutuskan keberhasilannya adalah Allah SWT. orang mukmin sangat ditekankan
untuk memperbanyak doa agar Allah Swt. menolongnya. Dalam setiap shalat,
hendaknya membaca:
x$Î) ßç7÷ètR y$Î)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan”(Q.S.
Al-Fatihah: 5)
Dalam ayat tersebut, pertanyaan
beribadah disejajarkan dengan memohon pertolongan. Orang-orang yang hanya
beribadah saja kepada-Nya, namun tidak pernah memohon pertolongan, keimanannya
masih dipertanyakan. Ini karena dia dapat dianggap orang sombong yang tidak
memerlukan pertolongan Allah SWT.
Seseorang tidak akan mencapai
kesuksesan, tanpa adanya kekuasaan dan kehendak Allah Swt. Namun demikian,
Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha dan pekerjaan seseorang. Oleh karena itu,
bekerja dan berusaha dengan sebaik-baiknya di sertai permohonan atas
pertolongan Allah adalah sikap yang harus dilakukan oleh setiap muslim dalam
kehidupannya.
4) Larangan Membiarkan Kelemahan
Telah dijelaskan di atas bahwa Islam
sangat menganjurkan umatnya untuk berusaha dan bekerja sehingga menjadi orang
yang kuat dalam berbagai hal, baik iman, badan, harta, dan lain-lain.[17]
Setiap orang harus berusaha untuk
mengubah segala kelemahan yang ada pada dirinya karena Allah Swt. tidak akan
mengubahnya kalau orang tersebut tidak mau mengubahnya. Allah Swt. berfirman:
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷yt ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts ô`ÏB ÌøBr& «!$# 3 cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sÎ)ur y#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß xsù ¨ttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrß `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah
Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”(Q.S.Ar-Ra’d:
11)
5) Larangan Untuk Menyatakan “Kalau”
(Seandainya Begini dan Begitu Pasti Hasilnya Begini)
Dalam berusaha, tidak dapat
dipastikan bahwa selamanya berhasil. Suatu waktu, seseorang pasti mendapatkan
kegagalan. Dalam menghadapi seperti itu, Islam menganjurkan untuk berikhtiar.
Pertanyaan “kalau begini dan begitu” merupakan godaan setan untuk
mendahului kehendak Allah Swt. bahkan suatu usaha akan berhasil jika Allah
tidak menghendaki keberhasilannya.
PENUTUP
A. Simpulan
1.Berdasarkan dari beberapa referensi yang telah penulis baca penulis
dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Etos kerja secara umum
adalah karakter, pandangan hidup, atau prinsip untuk melakukan
suatu perbuatan untuk mendapatkan hasil berupa materi.
2.Manusia diwajibkan untuk bekerja karena untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Dengan bekerja, Allah akan
memberikan karunia-Nya sebaliknya untuk orang yang malas bekerja seperti
meminta-minta, akan di sebut orang yang kufur nikmat.
3.Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja sesuai dengan
kemampuannya. Islam tidak memandang pekerjaan seseorang itu, baik
penghasilannya besar maupun kecil yang terpenting yaitu keinginan untuk bekerja
keras. Sebaliknya, untuk orang yang kuat fisiknya dan memiliki kecerdasan dalam
berpikir tetapi malas untuk bekerja, perbuatan itu sangat dicela oleh Islam,
karena umat Islam memiliki kekuatan dan kedudukan yang mulia di hadapan
Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar,
Bahrun, L.C. 2004. Ter. Shofwatul Bayaan Lima’aanil Qur’aanil
Kariim. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Bahreisy,
Salim. Tanbihul Ghafilin (Peringatan Bagi Yang Lupa Bagian 2. Surabaya: PT
Bina Ilmu.
Helmy, Masdar.
1995. Min Akhlaqin-Nabiy. Bandung: Gema Risalah Press.
Syafe’I,
Rachmat. 2000. Al-Hadis (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum). Bandung: CV
Pustaka Setia.
[1]
Masdar Helmy, Ter. Min Akhlaqin-Nabiy, (Bandung: Gema
Risalah Press, 1995), hlm. 454
[2]
Ibid., hlm.
455
[3]
Bahrun Abubakar, L.C., Ter. Shofwatul Bayaan Lima’aanil
Qur’aanil Kariim, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2004) hlm. 138.
[4]
Salim
Bahreisy, Ter. Tanbihul Ghafilin, (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1975) hlm. 683
[5]
Rachmat
Syafe’i. Al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum).(Bandung: CV.
Pustaka Setia). Halm.114
[6]
Ibid., hlm.
115
[7]
Ibid., hlm.
116
[8]
Rachmat
Syafe’i, Op. Cit.., hlm. 117
[9]
Ibid.
[10]
Ibid.
[11]
Salim
Bahreisy, Op. Cit., hlm. 692
[12]
Rachmat
Syafe’i, Op. Cit.., hlm. 122
[13]
Ibid., hlm.
123
[15]
Ibid.
[17]
Ibid., hlm.
130.
Comments
Post a Comment