ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
PENDAHULUAN
Pada masa Nabi Muhammad, aliran-aliran itu tidak ada atau tidak
menonjol ke depan. Umat islam pada masa Nabi Muhammad SAW. bersatu bulat dalam
segala-galanya. Tidak ada aliran dan mazhab ketika itu. Nabi merupakan
kesatuan sumber dalam ilmu dan amal, dalam perintah dan ketaatan, suri tauladan
untuk seluruh kehidupan. Sumber itu ialah mengenal dan mempelajari wahyu Tuhan
yang disampaikannya, yang tidak ada sesuatupun yang dapat mengatasinya dalam
kebenaran. Jika sesuatu perbantahan dan perbedaan paham, ucapan nabi adalah hak
yang memutuskan, yang harus di taati dan tidak ada pendapat lain. Sebagaimana
dijelaskan dalam QS. An-Nisa’: 58
Sesudah Nabi wafat, umat islam berbeda-beda pahamnya mengenai
beberapa pokok agama yang kembali kepada iman dan keyakinan dalam hatinya,
sebagaimana mereka berbeda paham dalam masalah perincian atau furu’, dan
tasyri’ dalam menetapkan suatu hukum yang belum jelas dalam agama
mengenai amal seseorang, apakah wajib, haram, atau jaiz. Lalu terbagilah umat
Islam dalam beberapa aliran yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Mengenai
akidah dan usul agama, yang merupakan iman dan i’tikad orang islam,
meskipun mereka tidak berbeda dalam masalah furu’ dan tasyri’
mengenai amal dan perbuatan.
Salah satu aliran yang muncul setelah wafatnya Nabi adalah syiah
yang merupakan sekte paling tua dalam islam, jika hak Ali untuk menjadi
khalifah merupakan asasnya, membicarakan syiah berarti membicarakan sejarah
hingga yang terjadi pada hari saqifah. Pada hari itu umat islam yang
berpendapat bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah karena ia adalah orang yang
pertama masuk Islam, yang paling banyak menghadapi bencana dan berjuang fisabilillah,
bahkan punya hubungan nasab yang kuat dengan nabi. Namun hal itu tidak
menghasilkan apa-apa, Umar mengambil sikap dengan cara membaiat Abu Bakar
sebagai khalifah. Ali tidak menghadiri rapat itu karena sibuk mengurus
jenazah nabi. Akhirnya muncullah pertentangan dari kelompok Ali pada saat
pemerintahan Utsman bin Affan yang menimbulkan perpecahan pada kelompok Ali
menjadi dua yaitu golonagn Syiah dan Khawarij.
PEMBAHASAN
A.
PERBEDAAN
PENGERTIAN FIRQAH DAN MAZHAB ISLAM
1.
Pengertian
Firqah
Firqah adalah orang,
golongan, jama’ah, organisasi, paguyuban, kelompok atau aliran yang mengatas
namakan islam sebagai agamanya, al-Quran dan sunah sebagai landasan hukumnya
namun ajaran yang diterapkan menyimpang dari al-Quran maupun sunnah. Ajaran
yang diterapkan adalah dibuat pemimpinnya, merubah ajaran islam dengan kedok
agama.[1]
2.
Pengertian
Mazhab
Dalam ilmu Fiqh, dikenal adanya beberapa
Madzhab, seperti Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i,
Madzhab Hanbali, Madzhab Zhohiri dan lain-lainnya. Madzhab (الْمَذْهَب) berasal dari
kata ذَهَبَ يَذْهَبُ ذَهَابًا وَ ذُهُوْبًا وَ
مَذْهَبًا yang berarti “pergi menurut tujuan dan
jalannya”. Dan menurut istilah syari’at yaitu: “Kumpulan dari hasil penelitian
ilmiyah para ulama yang terikat oleh suatu metode tetentu.”
Pengertian mazhab
menurut istilah dalam kalangan umat Islam ialah, "Sejumlah dari
fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama,
baik ibadah maupun lainnya."[2]
Mazhab menurut ulama fiqih, adalah sebuah
metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang
berbeda dengan ahli fiqih lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum
dalam kawasan ilmu furu'. Ini adalah pengertian mazhab secara umum,
bukan suatu mazhab khusus.
Upaya yang sungguh-sungguh untuk dapat
menghasilkan suatu kesimpulan hukum berdasarkan dalil-dalilnya disebut ijtihad
( الإِجْتِهَادُ),
dan orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid ( الْمُجْتَهِدُ ). Dan Mujtahid
yang memiliki metode ijtihad sendiri disebut dengan Mujtahid Muthlaq
atau Pencetus Madzhab, seperti : Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Dawud Azh-Zhohiri
dan lain-lainnya. Sedangkan para ‘ulama yang berijtihad dengan mengikuti metode
seorang Mujtahid Muthlaq disebut dengan Mujtahid Muqoyyad atau
Imam Madzhab.
Bermadzhab tidak dilarang, meskipun juga tidak
diperintahkan. Yang wajib atas seorang muslim yaitu ittiba’ ( الإِتِّبَاعُ ) yakni mengikuti sesuatu
dengan mengetahui dalilnya, dan dilarang untuk taqlid ( التَّقْلِيْدُ ) yaitu mengikuti suatu
pendapat tanpa mengetahui dalilnya.[3]
B.
ALIRAN
SYIAH
1.
Pengertian
Syiah
Syi’ah dilihat dari segi lughat, kata syi’ah (شِيْعَةِ) berarti: golongan, sahabat, pengikut pengikut, pendukung,
partai atau kelompok dan penolong. Makna yang demikian ini dapat dijumpai dalam
Al-Qur’an (Al-Qashash/28:15):
.......... فَا سْتَغَا ثَهُ الَّذِيْ مِنْ سِيْعَتِهِ عَلَى الَّذِ يْ مِنْ
عَدُوِّ هِ ........
“Maka orang yang dari
golongannya meminta pertolongan kepadanya”
Dan juga dari firman Allah (ash-Shaffat/37:83):
وَاِنَّ مِنْ شِيْعَتِه لَاِبْرهِيْمَ.
“Dan sesungguhnya sebagian pengikutnya (Nuh) adalah Ibrahim”.
Secara terminologi Syiah adalah
sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu
merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW atau orang-orang yang disebut sebagai ahl
bait.[4]
Dalam kamus Tajul Arus perkataan syiah itu diartikan suaatu golongan
yang mempunyai suatu kenyakinan paham syiah dalam bantu membantu antara satu
sama lain, begitu juga dalam kamus LisanulArab.[5]
Menurut Thabathbai, istilah syiah untuk pertama kalinya ditujukan
pada para pengikut Ali.
2.
Sejarah
Muncul dan Berkembangnya Syiah
Menurut Abu Zahrah, Syiah mulai muncul pada masa pemerintahan Utsman
bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib. Menurut Watt, Syiah baru benar-benar muncul ketika berlangsung
peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Shiffin.
Sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbritrase yang ditawarka
Mu’awiyah, pasukan Ali terpecah menjadi dua kelompok yaitu golongan Syiah
(pendukung Ali) dan Khawarij (menolak Ali).
Sedangkan golongan Syiah sendiri berpendapat bahwa kemunculan Syiah
berkaitan dengan masalah pengganti
(khilafah) Nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan karena dalam pandangan
mereka hanya Ali bin Abi Thalib lah yang berhak menggantikan Nabi.[6]
Bukti utama tentang sahnya sebagai Nabi adalah peristiwa Ghadir
Khumm (di suatu padang pasir yag
bernama Ghadir Khumm,[7]
Nabi memilih Ali sebagai penggantinya di hadapan masa yang penuh sesak yang
menyertai beliau). Berlawanan dengan harapan mereka, justru ketika Nabi wafat
dan jasadnya belum dikuburkan, sedangkan anggota keluarganya dan beberapa orang
sahabat sibuk dengan persiapan dan
upacara pemakaman, teman dan para pengikut Ali mendengar kabar adanya kelompok
lain yang telah pergi ke masjid, tempat
umat berkumpul menghadapi hilangnya pemimpin yang tiba-tiba. Mereka dengan
sangat tergesa-gesa memilih pemimpin kaum muslimin dengan maksud menjaga
kesejahteraan umat dan memecahkan masalah mereka saat itu tanpa berunding
dengan ahlul bait, keluarga, ataupun para sahabat yang sedang sibuk dengan
upacara pemakaman dan sedikitpun tidak memberitahu mereka. Akhirnya muncullah
penentangan kaum muslimin terhadap khalifah. Mereka tetap berpendapat bahwa
pengganti Nabi dan penguasa-penguasa yang sah adalah Ali. Inilah kemudian
disebut Syiah.
Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah ‘perpecahan’ dalam
islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Utsman bin Affan dan
memperoleh momentumnya pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya
setelah perang Shiffin.
Dalam perkembangannya, selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl-bait
dihadapan dinasti Amawiyah dan Abbasiyah, Syiah juga
mengembangkan doktrin-doktrinya sendiri. Berkaitan dengan teologi mereka
mempunyai lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada keesaan
Allah), nubuwwah (kepercayaan kepada kenabian), ma’ad
(kepercayaan akan adanya hidup di akhirat), imamah (kepercayaan kepada
adanya imamah yang merupakan hak ahl bait) dan adl (keadilan Illahi).[8]
3.
Pokok-pokok
Ajaran Syiah
Poin penting dalam doktrin syiah adalah pernyataan bahwa segala
petunjuk agama itu bersumber dari ahl bait. Mereka menolak petunjuk-prtunjuk
keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl bait atau para pangikutnya. Dalam
rangka menghadapi pengejaran-pengejaran yang terjadi terus-menerus ini, syiah
berrpendapat bahwa mereka membentengi diri dengan ajaran al-Taqqiyah. Untuk itu
didirikanlah gerakan-gerakan rahasia, kampanye-kampanye bawah tanah diatur dan
mereka serius melakukan studi dan kajian. Mereka mengadakan kontak dengan
berbagai mecam kebudayaan, mengambil apa yang perlu, memasukkan ke dalam ajaran
agama yang perlu mereka masukkan. Mereka mampu memasukkan sejumlah ajaran dan
pendapat yang menjadi landasan kepartaian dan kesektean.[9]
Diantara sekte-sekte syiah adalah:
a.
Itsna
Asy’ariyah (Imamiyah/Syiah Dua Belas ) اشِيْعَةُاَلْاِثْنَاعَثْرِيَّةِ
Itsna Asy’ariyah adalah
salah satu cabang sekte al-Imamiyah yang bersumber sampai pada Ali Karrama
Allah Wajhah[10].
Dinamakan Imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam
dalam arti pemimpin religio politik, yakni Ali (w. 40 H). Kemudian pemimpin
yang selanjutnya adalah Hasan bin Ali (w. 50 H), Husein bin Ali (w.61 H), Ali
Zaenal Abidin (w. 95 H), Muhammad al-Baqir (w.114 H), Abdullah Ja’far
ash-Shadiq (w. 148 H), Musa al-Khazim (w. 183 H), Ali ar-Rida (w. 203 H),
Muhammad al-Jawwad (w. 220 H), Ali al-Hadi bin Muhammad (w. 245 H), Hasan
al-Askari (w. 260 H), dan yang terakhir Muhammad al-Mahdi. Golongan ini
terbentuk setelah lahirnya kedua belas imam yaitu kira-kira pada tahun 260
H/878 M.
Doktrin-doktrin syi’ah Itsna Asy’ariyah dikenal dengan
konsep Usul ad-Din yag mempunyai lima akar, yaitu: tauhid
(keesaan tuhan itu mutlak), keadilan (tuhan menciptakan kebaikan di alam
semesta ini merupakan keadilan, memberikan akal pada manusia untuk mengetahui
perkara yang benar atau salah melalui perasaan), nubuwwah (Rasul
merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang secara transenden diutus untuk
memberikan acuan dalam membedakan antara yang baik dan yang buruk di alam
semesta), ma’ad (setiap muslum harus percaya akan keberadaan kiamat dan
kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan tuhan), imamah.[11]
b.
Sab’iyah
(Syi’ah tujuh)
Sekte syi’ah sab’iyah hanya mengakui tujuh imam, yaitu: Ali,
Hasan, Husein, Ali Zaenal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Shadiq dan
Ismail bin Ja’far. Syi’ah Itsna Asy’ariyah membatalkan Ismail bin Ja’far
sebagai imam ketujuh karena disamping ia mamiliki kebiasaan yang tidak
terpuji juga karena dia wafat (143 H/760
M) mendahului ayahnya, Ja’far (w. 765 M). Sedangkan syiah sab’iyah
menolak pembatalan tersebut berdasarkan
sistem pengangkatan imam dalam syi’ah.[12]
Para pengikut syi’ah sab’iyah percaya bahwa islam di bangun
oleh tujuh pilar yaitu iman, taharah,
shalat, zakat, shaum, haji dan jihad.[13]
Syarat-syarat imam menurut pandangan syi’ah sab’iyah adalah sebagai berikut:
a)
Harus
berasal dai keturunan Ali (ahl bait)
b)
Harus
berdasarkan penunjukan atau nas
c)
Keimaman
jatuh pada anak tertua
d)
Imam
harus ma’sum (terjaga dari salah satu dosa)
e)
Imam
harus dijabat oleh orang yang paling baik
f)
Imam
harus mempunyai pengetahuan (ilmu)
g)
Imam
harus mempunyai sifat yang walayah (kemampuan yang esoterik)
Sab’iyah sangat ekstrim dalam memjelaskan kemaksumam imam. Kelompok ini
berpendapat bahwa imam, walaupun kelihatan melakukan kejahatan dan menyimpang
dari syari’at, ia tidaklah menyimpang karena mempunyai pengetahuan yang
tidak dimiliki oleh manusia biasa.
Ada satu sekte dalam sab’iyah yang yang berpendapat bahwa
Tuhan mengambil tempat dalam diri imam. Oleh karena itu imam harus disembah.
Pendapatnya yang lain adalah al-Qur’an memiliki makna batin selain makna lahir.
c.
Zaidiyah
Syi’ah Zaidiyah
merupakan sekte syiah yang moderat (tengah-tengah).[14] Sekte
ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima. Zaid bin Ali yang dikenal
sebagai pemberani, berilmu luas, dan kuat berargumentasi. Keberanianya itu
mengantarkan kepada kematian dalam rangka membela dakwahnya. Setelah beliau
wafat, para pengikutnya tetap berbuat sehingga mereka meraih keberhasilan di
sebagian daerah seperti Tabrasan, yaman, Maroko. Sekte zaidiyah merupakan sekte
paling dekat dengan Ahl al-Sunnah, mereka bisa menerima kekhalifahan Abu Bakar
dan Umar, walaupun mereka memprioritaskan bahwa yang berhak menjadai khalifah
adalah anak keturunan Fatimah, yakni Hasan al-Husain. Mereka tidak memegangi
pendapat bahwa ‘Para pemimpin mereka adalah suci’ juga tidak bisa menerima
pandangan bahwa pemimpin-pemimpin itu (ada yang masih) bersembunyi. Mereka
mensyaratkan bahwa pemimpin-pemimpin mereka harus menguasai agama dan mampu
berijtihat[15].
Mereka mengembangkan doktrin imamah yang tipikal dan menolak pandangan yang
menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi SAW telah
ditentukan nama orangnya oleh Nabi, tetapi hanya ditentukan sifat-sifatnya
saja.
Menurut Zaidiyah, seorang imam paling tidak harus memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:[16]
a)
Merupakan
keturunan ahl bait, baik melalui garis Hasan maupun Husein.
b)
Memiliki
kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau menyerang.
c)
Memiliki
kecenderungan intelektualisme yang dapat dibuktikan melalui ide dan karya dalam
bidang keagamaan.
Dengan doktrin
imamah seperti itu, tidak heran jika Syi’ah Zaidiyah sering
mengalami krisis dalam keimanan. Dalam sejarahnya, krisis keimanan dalam syi’ah
zaidiyah ini disebabkan oleh dua hal yaitu terdapat beberapa pemimpin yang
memproklamirkan diri atau pantas dianggap sebagai imam dan tidak seorang pun
yang memproklamirkan diri atau pantas diangkat sebagai imam. Menurut mereka
imam bukan saja memiliki kekuatan rohai yang diperlukan bagi seorang pemimpin
keagamaan, tetapi juga bersedia melakukan perlawanan demi cita-cita suci
sehingga dihormati oleh umatnya. Imam bagi mereka adalah pemimpin dan guru bagi
kaum muslim, aktif di tengah kehidupan dan berjuang terang-terangan demi
cita-citanya. Kelompok ini juga berpandapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan
Umar bin Khattab adalah sah dari sudut pandang Islam. Penganut Syi’ah
Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam
neraka jika dia belum bertaubat dengan pertobatan yang sesungguhnya.
d.
Ghulat
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw
yang artinya bertambah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga melampaui batas.
Syi’ah ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap
berlebih-lebihan atau ekstrim. Abu Zahrah menjelaskan bahwa syi’ah ekstrim (ghulat)
adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang
mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi daripada Muhammad.[17]
Mereka mengembangkan doktrin-doktrin ekstrim lainnya seperti tanasukh,
hulul, tasbih, ibaha. Syahrastani membagi sekte ghulat menjadi 11
sekte, Al-Ghurabi membaginya menjadi 15 sekte. Sekte-sekte yang terkenal antara
lain Sahabiyah, Kamaliyah, Albiyah, Mughirah, Mansuriyah, Khattabiyah,
Kayaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiyah, Nasyisiyah wa Ishaqiyah.
Menurut Syahrastani ada 4 doktrin yag membuat mereka ekstrim,
yaitu:[18]
a.
tanasukh (keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad
lain).
b.
bada’ (keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan
perubahan ilmu-Nya,serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian
memerintahkan yang sebaliknya),
c.
raj’ah
d.
tasbih (menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau
menyerupakan Tuhan dengan makhluk).
Moojan Momen menambahnya
dengan hulul (Tuhan berada pada
setiap tempat, berbicara dengan bahasa dan ada pada setiap individu manusia) dan
ghayba (menghilangkan imam mahdi).[19]
4.
Tokoh-tokoh
Syiah[20]
1. Nashr bin Muzahim (120-212 H)
Nashr bin Muzahim bin
Sayyar al-Minqari, salah seorang sejarawan terhosor Syi'ah lahir di kota Kufah.
Akan tetapi, sejarah tidak mencatat tanggal kelahirannya secara pasti. Sebagian
sejarawan menganggap ia hidup dalam kurun waktu dimana Abu Mikhnaf hidup.
Mengingat Abu Nashr memiliki usia yang cukup panjang dan Abu Mikhnaf meninggal
dunia sebelum tahun 170 H., ada kemungkinan ia dilahirkan pada tahun 120 H.
Nashr bin Muzahim meninggal dunia pada tahun 212 H.
2. Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy'ari (abad ketiga-274 H)
Abu Ja'far Ahmad bin
Muhammad bin Isa bin Abdullah al-Asy'ari al-Qomi dilahirkan pada abad ketiga
Hijriah. Ia adalah salah seorang sahabat para imam ma'shum as. Ia dilahirkan di
kota Qom, kota ilmu agama dan para perawi handal Syi'ah dan tempat perlindungan
bagi para fuqaha dan ilmuwan handal yang selalu mencintai Ahlul bait
Rasulullah saw. Ia dibesarkan dan dididik di dalam sebuah keluarga ahli ilmu
yang selalu mendambakan kecintaan kepada Ahlul bait Nabi saw. Dari sejak
masa muda, ia telah menimba ilmu pengetahuan Islam di bawah bimbingan langsung
ayahnya, Muhammad bin Isa al-Asy'ari. Tidak ada informasi yang detail tentang
tahun kewafatannya. Akan tetapi, ia masih hidup sehat hingga tahun 274 H.
3. Ahmad bin Abi Abdillah Al-Barqi (penghujung abad kedua- 280 H)
Ia dilahirkan di
penghujung abad ke-2 Hijriah di sebuah desa kota Qom yang bernama Barq-rud. Ia
berasal dari Kufah. Salah seorang kakeknya, Muhammad bin Ali adalah salah
seorang pembela Zaid bin Ali bin Husain as pada saat ia bangkit melawan
kezaliman dinasti Bani Umayyah. Ayahnya, Muhammad bin Khalid juga adalah salah
seorang pembesar mazhab Syi'ah, guru hadis (Syaikhul Hadis), dan figur
kepercayaan Imam al-Kazhim dan Imam ar-Ridha as. Setelah melalui usianya yang
penuh berkah itu, pada tahun 274 atau 280 H., ia harus meninggalkan dunia fana
ini.
4. Ibrahim bin Hilal Ats-Tsaqafi (permulaan abad ketiga-283 H)
Abu Ishaq Ibrahim bin
Muhammad bin Sa'id bin Hilal ats-Tsaqafi al-Isfahani adalah salah seorang ulama
dan perawi hadis Syi'ah kenamaan. Tanggal kelahirannya tidak diketahui secara
pasti. Yang pasti, ia dilahirkan di permulaan abad ke-3 Hijriah di kota Kufah.
Di permulaan usianya, ia mengikuti mazhab Zaidiah. Setelah beberapa waktu
berlalu, ia memilih mengikuti mazhab Imamiah sebagai mazhab yang benar. Abu
Ishaq Ibrahim bin Hilal ats-Tsaqafi meninggal dunia di Isfahan pada tahun 283
H.
5. Muhammad bin Hasan bin Furukh Ash-Shaffar (permulaan abad ketiga-290 H)
Ia adalah salah seorang
pembela setia Imam Hasan al-'Askari as. Dengan demikian, dapat diasumsikan ia
hidup di permulaan abad ke-3 Hijriah. Setelah beberapa tahun berkhidmat untuk
kepentingan agama, akhirnya ia harus meninggalkan dunia fana ini pada tahun 290
H.
6. Muhammad bin Mas’ud Al-‘Ayasyi As-Samarqandi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Mas’ud bin Muhammad bin Al-‘Ayasyi
As-Samarqandi Al-Kufi. Julukannya adalah Abu An-Nadhr yang lebih dikenal dengan
sebutan “Al-‘Ayasyi”. Ia adalah salah seorang ulama, faqih, sastrawan, muhaddis
dan mufassir Syi’ah yang hidup sezaman dengan Ali bin Babawaeh Al-Qomi. Ia
adalah salah seorang guru Tsiqatul Islam Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini
7. Ali bin Babawaeh Al-Qomi
Nama lengkapnya adalah
Abul Hasan Ali bin Husein bin Musa bin Babawaeh. Ia adalah seorang faqih dan
pemimpin penduduk Qom yang pendapatnya selalu diperhitungkan dan dihormati
orang. Ia adalah ayah Syeikh Muhammad bin Ali bin Babawaeh yang lebih dikenal
dengan julukan Syeikh Shaduq.
8. Syaikhul Masyayikh, Muhammad Al-Kulaini (259-329 H)
Ia dilahirkan pada masa
kepemimpinan Imam Kesebelas mazhab Syi‘ah, Imam Hasan al-‘Askari di dalam
pelukan sebuah keluarga yang terkenal dengan kecintaannya kepada Ahlulbait as.
Keluarga ini berdomisili di sebuah desa bernama Kulain yang terletak sekitar 38
km dari kota Rei. Ayahnya, Ya‘qub bin Ishaq adalah seorang ayah yang memiliki
keutamaan luhur dan berjiwa suci. Dari sejak masa kecil, ia mengawasi langsung
pendidikan putranya dan dengan tindakan, ia mengajarkan etika Islam kepadanya.
Ia meninggal dunia pada bulan Sya’ban 329 Hijriah. Tahun wafatnya dikenal
dengan sebutan tahun “keruntuhan bintang-gumintang”, tahun dimana langit dunia
fana ini kehilangan banyak ulama besar.
9. Ibnu ‘Aqil Al-‘Ummani
Nama lengkapnya adalah
Abu Ali Hasan bin Ali bin ‘Aqil Al-Hadzdzâ`. Ia adalah salah seorang ulama
Syi’ah yang pernah hidup pada abad ke-3 H. dan berasal dari Yaman. Karena
‘Umman adalah sebuah daerah yang terletak di pertengahan antara Yaman dan
Persia. Ia adalah guru Ja’far bin Qaulawaeh dan Ja’far sendiri adalah guru
Syeikh Mufid. Ia memiliki spesialisasi dalam berbagai disiplin dan cabang ilmu
rasional dan tradisional, seperti ilmu Kalam, filsafat, fiqih dan lain-lain.
Akan tetapi, ia lebih dikenal karena kefaqihannya. Oleh karena itu, kita akan
sering menjumpai namanya disebut ketika kita mengikuti pelajaran fiqih
argumentatif.
10.
Muhammad bin Hamam
Al-Iskafi (258 – 336 H)
Abu Ali Muhammad bin
Hamam bin Suhail al-Iskafi adalah salah seorang ulama kenamaan Syi‘ah dan
sahabat para wakil khusus Imam Mahdi as. Ia dilahirkan pada pada tahun 258
Hijriah di daerah Iskaf. Iskaf adalah sebuah daerah yang terletak antara
Bashrah dan Kufah. Kota Kufah dan sekitarnya dikenal sebagai daerah basis
pecinta Ahlulbait Rasulullah saw. Ia dilahirkan di dalam keluarga yang baru memeluk
agama Islam lantaran bimbingan para pengikut Syi‘ah Ahlulbait as. Ulama besar
dan tenar mazhab Syi‘ah ini meninggal dunia pada tahun 336 Hijriah dalam usia
hampir mendekati delapan puluh tahun.
KESIMPULAN
1.
Firqah
adalah orang, golongan, jamaah, organisasi, paguyuban, kelompok atau aliran.
2.
Madzhab (الْمَذْهَب) berasal dari
kata ذَهَبَ يَذْهَبُ ذَهَابًا وَ ذُهُوْبًا وَ
مَذْهَبًا yang berarti “pergi menurut tujuan dan
jalannya”.
3.
Pengertian mazhab menurut istilah dalam
kalangan umat Islam ialah sejumlah dari fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat
seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun lainnya.
4.
Syi’ah
dilihat dari segi lughat, kata syi’ah (شِيْعَةِ) berarti: golongan, sahabat, pengikut pengikut, pendukung,
partai atau kelompok dan penolong.
5.
Secara
terminologi Syiah adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan
keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW atau orang-orang
yang disebut sebagai ahl bait.
6.
Syiah
mulai muncul pada masa pemerintahan Utsman bin Affan kemudian tumbuh dan
berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.
7.
Syiah
baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah
yag dikenal dengan perang Shiffin. Sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap
arbritrase yang ditawarka Mu’awiyah.
8.
Berkaitan
dengan teologi mereka mempunyai lima rukun iman, yakni tauhid
(kepercayaan kepada keesaan Allah), nubuwwah (kepercayaan kepada
kenabian), ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup di akhirat), imamah
(kepercayaan kepada adanya imamah yang merupakan hak ahl bait) dan adl
(keadilan Illahi).
9.
Sekte-sekte
syiah adalah: Itsna Asy’ariyah (Imamiyah/Syiah Dua Belas), Sab’iyah
(Syi’ah tujuh, Zaidiyah, Ghulat.
10.
Doktrin-doktrin
syi’ah Itsna Asy’ariyah dikenal dengan konsep Usul ad-Din yag
mempunyai lima akar, yaitu: tauhid, keadilan, nubuwwat, ma’ad,
imamah.
11.
Para
pengikut syi’ah sab’iyah percaya bahwa islam di bangun oleh tujuh
pilar yaitu iman, taharah, shalat,
zakat, shaum, haji dan jihad.
12.
Syi’ah
Zaidiyah merupakan
sekte syiah yang moderat (tengah-tengah).
13.
Doktrin
imamah syiah zaidiyah yang
tipikal dan menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi
kepemimpinan Nabi SAW telah ditentukan nama orangnya oleh Nabi, tetapi hanya
ditentukan sifat-sifatnya saja.
14.
Penganut
Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal
dalam neraka jika dia belum bertaubat dengan pertobatan yang sesungguhnya.
15.
Syi’ah
ekstrim (ghulat) adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat
ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi
daripada Muhammad. Doktrin-doktrin ekstrim lainnya seperti tanasukh, hulul,
tasbih, ibaha.
16. Tokoh-tokoh Syiah:
a) Nashr bin Muzahim (120-212 H)
b) Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy'ari (abad ketiga-274 H)
c) Ahmad bin Abi Abdillah Al-Barqi (penghujung abad kedua- 280 H)
d) Ibrahim bin Hilal Ats-Tsaqafi (permulaan abad ketiga-283 H)
e) Muhammad bin Hasan bin Furukh Ash-Shaffar (permulaan abad ketiga-290 H)
f) Muhammad bin Mas’ud Al-‘Ayasyi As-Samarqandi
g) Ali bin Babawaeh Al-Qomi
h) Syaikhul Masyayikh
i)
Muhammad Al-Kulaini
(259-329 H)
j)
Ibnu ‘Aqil Al-‘Ummani
k)
Muhammad bin Hamam
Al-Iskafi (258 – 336 H)
DAFTAR PUSTAKA
Asmin, Yudian
Wahyudi, terjemah Madkhour, Ibrahim. Aliran dan teori filsafat Islam.
Jakarta: Bumi Aksara. 1995
http://fisikarohmahunsiq.wordpress.com/2011/05/12/pengertian-firqah-dhalalah/, diakses tanggal 15 Maret 2012
http://doverwhite.blogspot.com, diakses tanggal 15 Maret 2012
http://www.al-shia.org/html/id/shia/bozorgan/20.htm, diakses tanggal 20 Maret 2012
Mustofa, fisafat Islam. Bandung: Pustaka Setia. 1997
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon. Ilmu Kalam. Bandung:
Pustaka Setia. 2011
[1] http://fisikarohmahunsiq.wordpress.com/2011/05/12/pengertian-firqah-dhalalah/, diakses
tanggal 15 Maret 2012
[4] Abdul Rozak
dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 89
[5]Mustofa, filsafat
Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 46.
[10] Ibid, 92.
[17] Ibid, 105
[18] Ibid, 106
[19] Ibid, 106-107
Comments
Post a Comment