Model Pengembangan Intruksional PAI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan teori-teori tentang
bagaimana siswa belajar, berkembang bermacam-macam paket atau media belajar,
ditemukannya metode-metode belajar baru, telah mendorong para pendidik untuk
mencari pendekatan baru dalam mengembangkan sistem dan disain instruksional.
Pendekatan baru ini didasarkan atas kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar
merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang
satu sama lain harus bekerja bersama secara baik untuk mencapai hasil yang
sebaik-baiknya. Pengembangan perencanaan untuk tujuan tersebut yang sekarang
mendapatkan perhatian besar adalah yang didasarkan atas konsep sistem. Konsep
sistem ini menurut Kemp (1977, p. 6) "refers to the terhnleal integration
of men and machine". Konsep pendekatan sistem (systems approach) tersebut
membedakan mana-mana tugas yang kiranya lebih baik bila dikerjakan oleh
manusia, dan mana yang paling baik bila dilakukan oleh mesin. Diterapkan kepada
kegiatan pendidikan, konsep pendekatan sistem pada hakekatnya adalah proses
untuk menemukan suatu cara untuk memecahkan problem pendidikan dan mencari
altematif pemecahannya. Untuk memahami hal tersebut berbagai model pengembangan
sistem instruksional telah dikembangkan dewasa ini, berikut akan diuraikan
mengenai definisi, dasar-dasar dan model pengembangan sistem instruksional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Model
Pengembangan Instruksional ?
2. Apa saja Model – Model Pengembangan
Sistem Istruksional ?
PEMBAHASAAN
A. Pengertian Pengembangan Instruksional
Yang dimaksud dengan pengembangan Intruksional adalah
cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi
seperangkat materi dan strategi yang di
arahkan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan tertentu (Twelker, dalam
Mudhoffir, 1986 : 33).[1]
Sedangkan menurut Ely
: Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses secara sistematis dan
logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan
yang teruji validitas dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979).[2]
Menurut
Hamzah B. Uno, bahwa komponen strategi instruksional ada 5 komponen, yaitu:
1. Kegiatan pendahuluan
Kegiatan
pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan dapat meningkatkan motivasi
belajar peserta didik.
2.
Penyampaian
Informasi
Dalam
kegiatan ini, guru juga harus memahami dengan baik situasi dan kondisi yang
dihadapinya. Dengan demikian, informasi yang disampaikan dapat diserap oleh
peserta didik dengan baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyampaian informasi adalah urutan ruang lingkup dan jenis materi.
3.
Partisipasi
Peserta Didik
Berdasarkan
prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari suatu
kegiatan belajar. Artinya bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila
peserta didik secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan
tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Terdapat beberapa hal penting yang
berhubungan dengan partisipasi peserta didik, yaitu sebagai berikut.
4.
Tes
Serangkaian tes umum yang digunakan oleh guru untuk mengetahui
apakah tujuan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan apakah
pengetahuan, sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta
didik atau belum. Kegiatan ini biasanya dilakukan diakhir kegiatan
pembelajaran.
5.
Kegiatan
Lanjutan
Langkah
ini dilakukan sebagi evaluasi atas proses instruksional yang telah berjalan.[3]
Prosedur pengembangan system intruksional menggambarkan
pedoman proses
belajar
mengajar meliputi 5 bagian, yaitu:
a. Tujuan pelajaran yang hendak dicapai
Didalam kurikulum tujuan intruksioanal ada
macam,yaitu
ü Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Tujuan
instruksional umum ini merupakan tujuan dari kurikuler, ialah tujuan pendidikan
secara umum menjadi tujuan khusus dan operasional, sebab pada dasarnya tujuan
pendidikan hanya dapat mungkin di capai bila tujuan itu di rumuskan ke dalam
rumusan yang khusus dan
operasional.
Dalam kurikulum SLTP 1975 bidang
studi agama islam, dapat dilihat bahwa tujuan kurikuler bidang studi agama
islam di SMP yang berjumlah
empat belas itu di jabarkan sehingga menjadi delapan puluh tujuan instruksional
umum (TIU).
ü Tujuan instruksional khusus
Tujuan
ini adalah langkah yang paling akhir dalam upaya membuat rumusan tujuan
pendidikan yang paling khusus dan operasional.tujuan instruksional khusus (TIK)
dapat di artikan sebagai rumusan tujuan yang berisi kualifikasi khusus yang di
harapkan di miliki siswa setelah selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar
tertentu. Tujuan instruksional khusus adalah tujuan yang hendak di capai guru
setiap kali mengajar.
Maksud
dari kedua tujuan instruksional ini adalah upaya untuk mengembangkan tujuan
pendidikan secara universal yaitu tujuan pendidikan umum berfokuskan pada semua
mata pelajaran yang ada
disetiap sekolah dan madrasah, sedangkan tujuan instruksional khusus adalah
tujuan pembelajaran yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung (proses
pembelajaran), atau komponen-komponen yang akan dipaparkan untuk mengajar
haruslah dikutip atau disajikan dalam berbentuk lembaran sebelum pelajaran itu
berlangsung. Contohnya
SAP
( Satuan Acara Perkuliahan) atau silabus
perkuliahan yang disajikan oleh tenaga pengajar.
b.
Bahan pelajaran yang sesuai dengan tujuan pelajaran
Bahan pelajaran bersumber dari pokok-pokok bahasan
yang tercantum didalam kurikulum dan sebaiknya berantai.
c.
Metode mengajar atau uraian kegiatan belajar mengajar
Disini terdapat faktor guru, murid, alat pelajaran
atau media yang dipergunakan.
d.
Fasilitas dan alat yang menunjang kegiatan belajar mengajar
Guru mempersiapkan kondisi yang memungkinkan belajar
mengajar berlangsung dengan lancer.
e.
Evaluasi hasil belajar.
Setelah kegiatan belajar mengajar selesai pada satu
satuan pelajaran maka diadakan evaluasi. Evaluasi ini menguji siswa pada satu
mata pelajaran.Kemudian diadakan pra-tes pada tahap permulaan sekali. Setelah
itu diadakan tes-formatif. Pada akhir semester diadakan tes akhir semester
(tes-sumatif). [4]
Didalam
pengembangan sistem instruksional ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
anntara lain :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus.
2. Mengembangkan alat-alat
evaluasi.
3.
Menetapkan
kegiatan pembelajaran.
4. Merencanakan Program pembelajaran
Sebagai bagian dari teknologi pendidikan, pengembangan
sistem instruksional tentunya mempunyai prinsip dasar yang
sama dengan teknologi pendidikan, yakni:
1. Berfokus pada siswa
Prinsip ini memandang bahwa, dalam rangka penerapan pengembangan
sistem instruksional, siswa adalah sentral kegiatan pembelajaran. Prinsip ini
juga memandang bahwa dalam setiap proses pembelajaran, siswa hendaknya
bertindak sebagai pihak yang aktif dan dibuat aktif. Tetapi hal ini bukan
berarti bahwa guru adalah pihak yang pasif. Keduanya harus bertindak aktif.
2.
Pendekatan
sistem
Prinsip ini memandang bahwa masalah belajar adalah suatu sistem.
Maksudnya, penanganan terhadap satu komponen pembelajaran dalam rangka
pelaksanaan pengembangan sistem instruksional harus pula mempertimbangkan
integrasi komponen yang lain sehingga diperoleh efek yang sinergistik untuk
memecahkan masalah-masalah belajar.
3.
Pemanfaatan
sumber belajar secara maksimal
Prinsip ini memandang bahwa semua komponen sumber belajar baik
pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan latar harus dimanfaatkan secara
luas dan maksimal dalam rangka memecahkan masalah-masalah belajar sehingga
tujuan pembelajaran.[6]
B. Model – Model Pengembangan Sistem
Istruksional
Ada beberapa model
pengembangan intruksional, diantaranya:
1. Model Belah Banathy
Pengembangan instruksioanal model Banathy ini dapat
diformasikan dalam enam langkah, sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan (Formulate
objectives).
Langkah ini merupakan suatu pernyataan yang menanyakan
apa yang diharapkan dari siswa untuk dikerjakan, diketahui dan dirasakan
sebagai hasil pengalaman belajarnya.
b. Mengembangkan tes (develop test).
Langkah ini dikembangkan suatu tes yang didasarkan
atas tujuan yang diinginkan dan digunakan untuk mengetahui kemampuan yang
diharapkan tercapai hasil dari pengalaman belajarnya.
c. Menganalisis kegiatan belajar (analyze
learning task).
Langkah ini dirumuskan apa yang harus dipelajari
sehingga dapat menunjukkan tingkah laku seperti yang digambarkan dalam tujuan
yang telah dirumuskan. Dalam kegiatan ini, kemampuan awal mahasiswa harus juga
dianalisis atau dinilai karena tidak perlu mempelajari apa yang telah mereka
ketahui.
d. Mendesain sistim instruksional (design
system).
Setelah melalui langkah 1 sampai dengan 3, perlu
dipertimbangkan alternatif-alternatif dan identifikasi apa yang harus
dikerjakan untuk menjamin bahwa para peserta didik benar-benar menguasai
kegiatan yang telah dianalisi pada langkah 1 sampai dengan 3. Juga ditentukan
siapa yang tmempunyai potensi yang baik untuk mencapai fungsi tersebut dan
kapan dan dimana fungsi-fungsi tersebut harus dilaksanakan.
e. Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (implement
and test output).
Sistim yang telah didesain diuji vcoba dan
dilaksanakan. Apa yang dapat dilaksanakan atau dikerjakan peserta didik sebagai
hasil implementasi sistim, harus dinilai agar dapat diketahui seberapa jauh
mereka telah menunjukkan tingkah laku seperti yang dimaksudkan dalam rumusan
tujuan.
f. Mengadakan perbaikan (change to
improve).
Pada langkah ini, hasil yang diperoleh dari evaluasi
kemudian merupakan umpan balik untuk keseluruhan sistim sehingga
perubahan-perubahan (jika diperlukan) dapat dilakukan untuk memperbaiki sistim
instruksional.[7]
2. Model Pengembangan Sistem Intruksional
(MPSI)
PPSI ini adalah salah satu model pengembangan
pengajaran yang mengadopsi dan menginovasi model Banathy. Terdahulu, hanya
dalam PPSI lebih disederhanakan langkahnya menjadi 5 langkah yang terdiri 4
langkah pengembangan dan 1 langkah pelaksanaan.[8]
Langkah-langkahnya yaitu:
a. Perumusan tujuan
Tujuan
intruksional meruppakan rumusan yang jelas dan terarah tentang kemampuan atau
tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik setelah mengikuti
suatu program kegiatan belajar. [9]
b. Pengembangan alat dan evaluasi
Langkah
berikutnya mengembangkan instrument tes yang berfungsi untuk mengukur kemampuan
yang diperoleh siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penyusunan
alat tes ini didasarkan atas prinsip yang berorientasi pada tujuan.
c. Merumuskan kegiatan belajar dan materi
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam menetukan
langkah ketiga ini, yaitu:
1)
Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang diperlukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2)
Menetukan pilihan kegiatan mana yang tidak ditempuh oleh siswa dan
manakah yang diperlukan dalam rangka kegiatan.
d. Pengembangan program kegiatan, dan
Pada langkah selanjutnya adalah menyusun program kegiatan. Ada 2 hal
yang berkenaan dengan program kegiatan ini, yaitu:
1) Program kegiatan guru
2) Program kegiatan siswa
e. Pelaksanaan
Pada langkah ini ditentukan beberapa langkah atau fase yang harus
dilakukan, yakni:
1) Mengadakan prates (tes awal)
2) Penyampaian materi penngajaran
3) Mengadakan penilaian (pasca tes)
3. Model Briggs
Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistim
dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan
instruksional maupun tim pengembangan instruksional yang susunan anggotanya
meliputi: dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media
dan perancang instruksional (Mudhoffir, 1986 : 34).
Brigs berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang
belajar mengajar dapat diterapkan untuk semua jajaran dalam bidang pendidikan
dan latihan.Karena itu dia berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk
pengembangan program latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada program-program
akademis saja.[10]
Langkah-langkah didalam model Brigs adalah
a. Identifikasi kebutuhan atau penentuan
tujuan
Ada 4 tahap:
·
Mengidentifikasi tujuan kurikulum umum dan luas
·
Menentukan prioritas tujuan
·
Mengidentifikasi kebutuhan kurikulum yang baru
·
Menentukan prioritas remidialnya.
b. Penyusunan garis besar kurikulum dan
rincian tujuan
c. Penyusuan tujuan
Dalam hal ini Briggs mengusulkan tujuan
harus mengandung 5 komponen:
1. Tindakan
2. Objek
3. Situasi
4. Ada batasan
5. Kemampuan
d. Analisis tugas atau tujuan
Ada 3 hal yang perlu dianalisis, yaitu:
1) Proses informasi
2) Klasifikasi belajar
3) Tugas belajar
e. Penyiapan evaluasi belajar
Penyusuna instrumen tes yang erat kaitannya dengan
tujuan yang akan dicapai dapat dimaksudkan untuk menilai perkembangannya.[11]
4. Model Kemp
Pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh Kemp
(1977) ini juga disebut sebagai Desain Instruksional, yang terdiri dari 8
langkah:
a. Penentuan tujuan intruksioanal umum (TIU),
yaitu tujuan yang ditetapkan menurut masing-masing pokok bahasan.
b.
Menganalisis karakteristik siswa, yaitu dalam analisis ini memuat
hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya
yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-langkah
apa yang perlu ditetapkan.
c.
Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK); yakni tujuan yang
ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa
dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa ukuran
yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut.
d.
Menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional
khusus yang telah ditetapkan.
e.
Mengadakan
penjajakan awal (preassesment), langkah ini sama halnya dengan test awal yang
fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi
syarat belajar yang ditentukan ataukah belum.
f.
Menentukan
strategi belajar dan mengajar yang relevan, sebagai
patokan untuk memilih strategi yang dimaksud, Kemp menentukan 4 kriteria;
ü Efisiensi
ü Keefektifan
ü Ekonomis
ü Kepraktisan.
g.
Dalam
memilih strategi belajar-mengajar tersebut harus melalui analisis alternative.
h.
Mengkoordinasi
sarana penunjang yang dibutuhkan, meliputi:
ü Biaya
ü Fasilitas
ü Peralatan
ü Waktu dan
ü Tenaga
i.
Mengadakan
evaluasi; hasil evaluasi tersebut digunakan untuk
mengontrol dan mengkaji sejauh mana keberhasilan suatu program yang telah
direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan umpan
balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah dibuat,
instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya.[12]
5. Model IDI
Pengembangan
instruksional model IDI (Instruksional
Development Institute) merupakan suatu hasil konsorsium antar perguruan
tinggi di Amerika Serikat yang dikenal dengan University Consorsium
Instructional Development and Technology (UCIDT).
Model
IDI ini telah dikembangkan dan diuji-cobakan pada beberapa negara di Asia dan
Eropa dan telah berhasil di 334 institusi pendidikan di Amerika. Sebagaimana
halnya dengan model-model pengembangan instruksional lainnya.[13]
Model IDI menggunakan pendekatan sistim yang meliputi
tiga tahapan, yakni:
a. Pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis
kebutuhan atau yang disebut need assesment. Pada dasarnya need assisment ini
berusaha menemukan suatu perbedaanantara apa yang ada dan apa yang idealnya
(yang diinginkan). Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu diadakan
prioritas mana yang didahulukan dan mana yang dikemudian.
b. Pengembangan (develop)
Identifikasi tujuan; tujuan instruksional yang hendak
dicapai perlu diidentifikasikan terlebih dahulu, baik tujuan instruksional umum
(TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan
instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK adalah
penjabaran yang lebih rinci dari TIU, maka TIK dianggap penting sekali dalam
pengembangan instruksional, disamping itu TIK perlu karena:
1.
Membantu siswa dan guru untuk memahami secara jelas apa-apa yang
diharapkan sebagai hasil kegiatan instruksional
2.
TIK merupakan building blocks dari pengajaran yang diberikan
3.
TIK merupakan penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan oleh siswa
sesuai dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
Penentuan metode:
1.
Untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan perlu ditempuh suatu cara, dalam
hal ini metode apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkn tersebut .
2.
Bagaimanakah urutan isi/ bahan yang akan disajikan?
3.
Bentuk instruksional apakah yang dipilih sesuai dengan karakteristik
siswa dalam situasi dan kondisinya?
4.
Apakah dipakai metode ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas
individual dan lain-lainnya?
c. Penilaian (evaluate)
1. Tes uji coba
Setelah
prototipa program instruksional tersebut disusun, maka langkah berikutnya harus
diadakan uji-coba.Uji-coba ini dapat dilakukan pada sampel audien untuk
menentukan kelemahan dan kebaikan serta efesiensi dan keefektifan suatu program
yang dikembangkan.
2. Analisis hasil
Hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis
terutama yang berkenaan dengan:
a. Apakah
tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak
kesalahannya?
b. Apakah
metode atau teknik yang dipakai sudah cocok
dengan pencapaian tujuan-tujuan tersebut, mengingat karakteristik siswa
yang telah diidentivikasi?
c. Apakah tidak ada kesalahan dalam
pembuatan instrumen evaluasi?
d. Apakah sudah dievaluasi hal-hal yang
seharusnya perlu dievaluasi?[14]
KESIMPULAN
A. Pengertian Pengembangan Instruksional
Yang dimaksud dengan pengembangan
Intruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan
dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang di arahkan untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan tertentu.
komponen strategi instruksional ada 5 komponen, yaitu:
1. Kegiatan pendahuluan
2. Penyampaian Informasi
3. Partisipasi Peserta Didik
4. Tes
5. Kegiatan Lanjutan
Prosedur pengembangan system intruksional menggambarkan
pedoman proses belajar mengajar meliputi
5 bagian, yaitu:
1. Tujuan pelajaran yang hendak dicapai
2.
Bahan pelajaran yang sesuai dengan tujuan pelajaran
3.
Metode mengajar atau uraian kegiatan belajar mengajar
4.
Fasilitas dan alat yang menunjang kegiatan belajar mengajar
5.
Evaluasi hasil belajar.
B. Model – Model Pengembangan Sistem
Istruksional
1. Model Belah Banathy
2. Model Pengembangan Sistem Intruksional
(MPSI)
3. Model Briggs
4. Model Kemp
5. Model IDI
DAFTAR PUSTAKA
Usman, M. Basyiruddin. METODOLOGI PEMBELAJARAN
AGAMA ISLAM. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Muslam. Pengembangan Kurikulum MI/PAI SD Teoritis dan Praktis. Semarang : PKPI2, 2008.
Djamal, Murni. Metode Khusus Pengajaran
Agama Islam. Jakarta: IAIN Pers, 1981.
[5] Muslam, Pengembangan
Kurikulum MI/PAI SD Teoritis
dan Praktis, (Semarang
: PKPI2, 2008),
hal 51-53.
[7] M. Basyiruddin Usman, METODOLOGI PEMBELAJARAN AGAMA
ISLAM, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 81-83.
[11] M. Basyiruddin Usman, METODOLOGI PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), 100-101.
[14] M. Basyiruddin Usman, METODOLOGI PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), 108-111.
Comments
Post a Comment