Kajian Filosofis Mengenai Manusia dalam Pandangan Islam



PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kata manusia sangatlah populer ditelinga kita sebagai makhluk di bumi ini. Manusia mempunyai beberapa kekurangan dan kelebihan. Dari itu banyak para pakar yang mengartikan manusia itu hakikatnya seperti apa. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut yang menentukan manusia hakekat manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk yang lain. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Selain itu Islam sendiri juga mempunyai pendapat mengenai manusia.

B.     Ruang Lingkup
1.      Apa Arti Manusia?
2.      Apa Pandangan Al Qur’an Terhadap Manusia?
3.      Apa Pandangan Islam Terhadap Manusia?



PEMBAHASAN
1.      Arti manusia
Menurut kajian ilmu, manusia sebagai individu terdiri dari sel, daging, tulang, saraf, darah dan lain-lain (materi) yang membentuk jasad. Penemuan zat ayah dan ibu membentuk janin (embrio) dalam rahim ibu yang tumbuh secara evolusi. Setelah janin itu sempurna, ia lahir sebagai bayi.[1] Manusia dalam tampilannnya kelihatan begitu banyak bagian-bagiannya. terlihat ada kepalanya, ada matanya,ada tangan, kaki, dan lain-lain. Dalam kepala ada otak yang katanya merupakan bagian yang berpikir dan mengambil keputusan. Mata untuk melihat, tangan melakukan perintah otak, dan begitulah selanjutnya.[2]
Manusia adalah binatang yang selain berakal sehat, juga berbicara berdasarkan akal pikirannya. Tetapi berkembangnya waktu manusia diartikan sebagai hewan yang berpolitik, yang menata masyarakatnya, menata negaranya melalui aksara dan bahasa yang digunakannya dalam meraih suatu cita keadilan. [3] Selain itu manusia juga dianggap sebagai makhluk religius yang sangat cenderung kepada hidup beragama, dan itu adalah panggilan hati nuraninya.[4]
2.      Pandangan Al Qur’an Terhadap Manusia
Ada tiga kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjuk makna manusia, yaitu: al basyar, al insan, dan al nas. Meskipun ketiga kata tersebut menunjukkan pada makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:
a)      Kata al Basyar dinyatakan dalam al Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Al Basyar juga dapat diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan. Makna etimologis dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya. Penunjukkan kata al Basyar  ditunjukkan Allah kepada seluruh manusia tanpa terkecuali. Demikian pula halnya dengan para rasul-Nya. Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan wahyu. Firman Allah SWT.
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ׎|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqム¥n<Î) ....!
Artinya:
Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku...(Q.S. AL Kahfi/18: 110)
Kata al Basyar digunakan Allah dalam Al Qur’an untuk menjelaskan proses kejadian Nabi Adam A.S sebagai manusia pertama, yang memiliki perbedaan dengan proses kejadian manusia sesudahnya. .[5]
 Hal ini bisa terlihat dari firman Allah:
øŒÎ)ur tA$s% y7/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) 7,Î=»yz #\t±o0 `ÏiB 9@»|Áù=|¹ ô`ÏiB :*yJym 5bqãZó¡¨B ÇËÑÈ
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, (Q.S Hijr/15:28)
b)      Kata al Insan  yang berasal dari kata al uns, dinyatakan dalam al Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa.
Kata al Insan  digunakan al Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Pada beberapa ayat, Allah SWT mempersandingkan kata al Insan  dengan kata syaitan. Ayat-ayat tersebut pada umumnya berisikan peringatan Allah agar manusia senantiasa sadar dan menempatkan posisi fitrahnya sesuai dengan yang diinginkan Allah, yaitu pada posisi yang hanif. [6] Firman Allah:
tA$s% ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw óÈÝÁø)s? x8$tƒöäâ #n?tã y7Ï?uq÷zÎ) (#rßÅ3uŠsù y7s9 #´øŠx. ( ¨bÎ) z`»sÜø¤±9$# Ç`»|¡SM~Ï9 Arßtã ÑúüÎ7B ÇÎÈ
Artinya:
Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, Maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.". (Q.S. Yusuf/12:5).
Kata al insan juga digunakan al Qur’an untuk menjelaskan sifat umum, serta sisi-sisi kelebihan dan kelemahan manusia. Dari pemaknaan manusia kata al insan , terlihat sesungguhnya manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki sifat-sifat manusiawi yang bernilai positif dan negatif.
c)      Kata al Nas dinyatakan dalam al Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata al nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya.[7]
Dalam menunjukkan makna manusia, kata al nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata al insan. Firman Allah;
bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? `s9ur (#qè=yèøÿs? (#qà)¨?$$sù u$¨Z9$# ÓÉL©9$# $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÅsø9$#ur ( ôN£Ïãé& tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9
Artinya:
Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (Q.S. Al Baqarah/2:24).
Dari ketiga tersebut, Allah SWT juga mendifinisikan manusia dengan menggunakan kata bani Adam. Kata ini dijumpai dalam al Qur’an sebanyak 7 kali dan dan tersebar di 3 surat. Maksud dari bani Adam ialah manusia itu dalah keturunan Adam.[8]
3.      Pandangan Islam Terhadap Manusia.
Menurut Harun Nasution, unsur materi manusia mempunyai daya fisik, seperti mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium dan daya gerak. Sementara itu unsur immateri mempunyai dua daya, yaitu daya berfikir yang disebut akal dan daya rasa yang berpusat dikalbu. Untuk membangun daya fisik perlu dibina melalui latihan-latihan keterampilan dan panca indera. Sedangkan untuk mengembangkan daya akal dapat dipertajam melalui proses penalaran dan berfikir. Sedangkan untuk mengembangkan daya rasa dapat dipertajam melalui ibadah, karena intisari ibadah dalam Islam ialah mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Suci, Allah SWT. Yang Maha Suci hanya dpat didekati oleh ruh yang suci dan ibadah adalah sarana latihan strategis untuk mensucikan ruh atau jiwa. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa secara filosofis pendidikan Islam seyogyanya merupakan kesatuan pendidikan Qalbiyah  dan ‘Aqliyah agar tercipta manusia-manusia yang memiliki kepribadian yang utuh sesuai dengan filsafat penciptaannya.[9]
Manusia adalah makhluk Allah. Ia dan alam semesta bukan terjadi sendirinya, tetapi dijadikan oleh Allah.
Firman Allah:
ª!$# Ï%©!$# öNä3s)n=s{ ¢OèO öNä3s%yu ¢OèO öNà6çGŠÏJム¢OèO öNä3ÍŠøtä (
Artinya:
Allah-lah yang menciptakan kamu, Kemudian memberimu rezki, Kemudian mematikanmu, Kemudian menghidupkanmu (kembali). (Q.S 30 Ar Rum 40)
Prof. Dr. Omar Muhammad al Toumi al Syaibany memperinci pandangan Islam terhadap manusia itu atas beberapa prinsip. Yang Prinsip-prinsip itu digali dari al Qur’an dengan memahaminya dari berbagai aspek penafsiran dan kenyataan yang dapat dihayati. Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam akan kita lihat dari tiga titik saja, yaitu (a) manusia sebagai makhluk yang mulia, (b) sebagai khalifah Allah di bumi dan (c) sebagai makhluk pedagogik.[10]
Menurut ajaran Islam, manusia, dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai barbagai ciri, antara lain ciri utamanya adalah:
1.        Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
2.        Manusia memeliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah.
3.        Manusia diciptakan Allah untuk mengabdikan kepada Nya.
4.        Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah Nya di bumi.
5.        Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan. [11]  
6.        Secara individu manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Perbuatan baik di dunia maupun di akhirat. [12]
7.        Berakhlak.



PENUTUP
KESIMPULAN
Ø  Manusia adalah binatang yang selain berakal sehat, juga berbicara berdasarkan akal pikirannya.
Ø  Pandangan Al Qur’an Terhadap Manusia, al basyar, al insan, dan al nas.
Ø  Pandangan Islam Terhadap Manusia, Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam akan kita lihat dari tiga titik saja, yaitu (a) manusia sebagai makhluk yang mulia, (b) sebagai khalifah Allah di bumi dan (c) sebagai makhluk pedagogik.


Ø   
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Noor Salimi. Dasar-Dasar Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008.
Ali, Muhammad Daud  Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006.
Darajat, Zakiyah Dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008.
Gazalba, Sidi. Ilmu Filsafat dan Islam TentangManusia dan Agama. Bulan Bintang. 1997.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoris dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press. 2002.
Supriyadi, Dede. Pengantar Filsafat Islam Lanjutan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2010.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: Remaja RosdaKarya. 2010.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1995.




[1] Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam TentangManusia dan Agama (-: Bulan Bintang, 1997), hal. 20.
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia (Bandung: Remaja RosdaKarya, 2010), hal. 24.
[3] Dede Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam Lanjutan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hal. 346-347.
[4] Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hal. 13.
[5] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoris dan Praktis (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal. 1-5.
[6] Ibid., hal. 5.
[7] Ibid.
[8] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia...hal. 20.
[9] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoris dan Praktis...hal. 16-17.
[10] Zakiyah Darajat Dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hal. 1-3.
[11] Muhammad Daud Ali,  Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 12-19.
[12] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 89.

Comments

Popular posts from this blog

INDIKATOR, DIMENSI, KONSEP, PROPOSISI DAN TEORI

PENILAIAN TES DAN NON-TES

PERBANDINGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT