ILMU MUNASABAH



BAB I

  1. Pendahuluan
Al-Quran sebagai kalamullah dan mu'jizat dan barang tentu mempunyai keistemewaan dan keindahan di dalamnya. Yang mana para ahli sastra arab pada masa itu tidak ada yang mampu membuatnya, bahkan menandingi keindahan susunan ayat-ayatnya. Jika pada pembahasan sebelumnya, tenlah dijelaskan keterkaitan ayat atau sejumlah ayat dengan konteks sejarahnya, yang dikenal dengan ilmu asbab an-nuzul. Maka pada pembahasan kali ini lebih difokuskan pada aspek pertautan atau persesuaian antara ayat dan beberapa surat dalam Al-Quran. Yang mana di dalam ulumul Quran dikenal dengan ilmu munasabah. Untuk lebih jelasnya, mari kita pelajari keterangan selengkapnya.
Dari uraian latar belakang yang sudah dipaparkan dapat diambil beberapa rumusan masalah :
·         Apa definisi ilmu munasabah al qur’an?
·         Bagaimana cara mengetahui munasabah di dalam al qur’an?
·         Berapa macamkah pembagian munasabah?
·         Apa urgensi ilmu munasabah?






BAB II
ILMU MUNASABAH

A.    Definisi Munasabah
Secara etimologi, munasabah semakna dengan mushakalah dan muqarabah yang berarti berupa dan berdekatan.[1] Az Zarkasyi memberi contoh sebagai berikut fulan yunasib fulan, berarti si A mempunyai hubungan dengan si B dan menyerupai. Dari kata itu, lahir pula kata "an nasib" berarti kerabat yang mempunyai hubungan seperti dua orang bersaudara dan putra paman.[2] Istilah munasabah digunakan dalam illat dalam bab qiyas, dan mempunyai arti الوصفا المقارب الحكم (gambaran / sifat yang berdekatan dengan hukum).[3]
Sedangkan secara terminologi, munasabah dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.      Menurut Az Zarkasyi:[4]
المنا سبة اَمْرٌمَعْقُوْ لٌ اِذَا عُرِضَ عَلَى العُقُوْلِ تَلَقَّتْهُ بِالقَبُوْلِ
Artinya:
Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala diharapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.

2.      Menurut Manna' Al-Qaththan.[5]
وَ المُرَادُ بِالْمُنَا سَبةِ هَنَا: وَجْهُ الاَرْ تِبَاطِ بَيْنَ الجُمْلَةِ وِ الجُمْلَةِ فِى الاَيَةِ الوَا حِدَةِ اَوْ بَيْنَ الاَ يَةِ وَالاَيَةِ فِى الاَيَاتِ الْمَتَعَدِّدَةِ اَوْبِيْنَ السُوْرَةِ وَالسُّوَرْةِ.
3.      Menurut Al Qadli Abu Bakar Ibu al Arabi:[6]
اِرْتِبَاطُ اَىِّ القُرْأَنِ بعضها بِيَعْضٍ حَتَّى تَكُوْنَ كَالْكَلِمَةِ الوَا حَدَةِ مُتَّسِقَةِ المَعانِيْ مُتَتْطِمَةِ المَبَانِى عِلمُ عَظِيْمٌ.
Artinya:
Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat al-Quran sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
4.      Menurut Al-Baqa'i[7]
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian al-Quran, baik ayat dengan ayat atau surat dengan surat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu tanasubi ayatil Quran /munasabah ialah ilmu yang membahas persesuaian atau hubungan antara satu ayat dengan ayat lain, baik yang ada di depannya atau dibelakangnya.[8] Sedangkan mengetahui keterkaitan/munasabah itu bersifat ijtihady, bukan tauqify.[9]
Adapun tokoh yang pertama kali melakukan kajian terhadap ilmu munasabah ini adalah abu Ja'far bin Zubair dengan karyanya "Al Burhan fi Munasabah Tartib Suwar al-Quran." Selain itu, terdapat pula Syekh Abu Bakar An Naysabury.[10] Kemudian ada lagi Burhanuddin Al Baqa'i dengan karyanya "Nuzhum dan Adh-Dhuhar fi Tanasub Al-Ayi wa As Suwar" dan Imam Suyuthi dengan karyanya "Tanasuq Adh-Dhuhar fi tanasub As Suwar."

B.     Cara Mengetahui Munasabah
Dalam hal ini, Syekh Izzuddin bin Abd-As Salam berkata: Ilmu munasabah merupakan ilmu yang bagus. Akan tetapi, keterkaitan ujaran dianggap bagus apabila keindahan terjadi karena satu hal yang sama, yang pertama terkait dengan yang akhir. Sehingga beda-beda, maka keterkaitan salah stu dengan lainnya tidak menjadi sebab persyaratan. Ia mengatakan: orang yang mengaitkan itu berarti memaksakan sesuatu yang diluar jangkauan kemampuannya. Kalaupun itu terjadi, kaitan yang terjadi sangat rapuh yang justru dihidari oleh ujaran yang bagus, apalagi oleh ujaran yang paling bagus.[11]
As Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasab ini, yaitu:[12]
1.      Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat-surat yang menjadi objek pencarian.
2.      Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.      Menentukan tingkatan uraian-uraian itu. Apakah ada hubungannya atau tidak.
4.      Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.


C.    Macam-macam  Munasabah
Jika munasabah ditinjau dari segi sifat munasabah atau persambungannya, maka munasabah dapat diklasifikasikan kepada dua bentuk, yaitu dhohirul irtibath dan mudhmar( khofiyul irtibath ).[13] Munasabah zhahir terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:[14]
1.  Suatu ayat menyempurnakan penjelasan ayat sebelumnya. Misalnya dapat dilihat dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 3-5:
tûïÏ%©!$# tbqãZÏB÷sムÍ=øtóø9$$Î/ tbqãKÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# $®ÿÊEur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ tûïÏ%©!$#ur tbqãZÏB÷sム!$oÿÏ3 tAÌRé& y7øs9Î) !$tBur tAÌRé& `ÏB y7Î=ö7s% ÍotÅzFy$$Î/ur ö/ãf tbqãZÏ%qムÇÍÈ y7Í´¯»s9'ré& 4n?tã Wèd `ÏiB öNÎgÎn/§ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÎÈ
Artinya:
(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.[15]
Ayat yang ke 3 menjelaskan karakteristik orang-orang yang bertaqwa, yaitu beriman dengan hal ghaib, mendirikan shalat, dan membantu jalan Allah dengan harta yang dimiliki. Karakteristik orang bertaqwa ini belum tuntas dijelaskan dalam ayat ke 3, maka ayat ke 4 dan ke 5 menjelaskan lebih lanjut.[16]
2.  Taukid
Suatu ayat menguatkan isi kandungan ayat lainnya. Contoh dalam surat al-Baqarah ayat 149-150:[17]
ô`ÏBur ß]øym |Mô_tyz ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# ( ¼çm¯RÎ)ur ,ysù=s9 `ÏB y7Îi/¢ 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÊÍÒÈ ô`ÏBur ß]øym |Mô_tyz ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4 ß]øŠymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNà6ydqã_ãr ¼çntôÜx© žxy¥Ï9 tbqä3tƒ Ĩ$¨Y=Ï9 öNä3øn=tæ îp¤fãm žwÎ) šúïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNåk÷]ÏB Ÿxsù öNèdöqt±øƒrB ÎTöqt±÷z$#ur §NÏ?T{ur ÓÉLyJ÷èÏR ö/ä3øn=tæ öNä3¯=yès9ur tbrßtGöhs? ÇÊÎÉÈ
Artinya:
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
Ayat 149 memperbincangkan kemestian bekiblat ke Masjidil Haram. Dan di antara isi kandungan ayat 150 juga pemerintah berkiblat ke Masjidil Haram maka munasabah ayat 149 dan 150 adalah taukid.[18]
3.  Tafsir (menjelaskan). Suatu ayat menjelaskan ayat sebelumnya. Kadang ada ayat yang membicarakan suatu masalah atau istilah, tetapi ayat itu tidak menjelaskan maksudnya. Kemudian ayat berikutnya yang menjelaskannya.[19]
Contoh dalam surat al-Baqarah ayat 26 dan 27.
* ¨bÎ) ©!$# Ÿw ÿ¾ÄÓ÷ÕtGó¡tƒ br& z>ÎŽôØo WxsVtB $¨B Zp|Êqãèt/ $yJsù $ygs%öqsù 4 $¨Br'sù šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä tbqßJn=÷èuŠsù çm¯Rr& ,ysø9$# `ÏB öNÎgÎn/§ ( $¨Br&ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿŸ2 šcqä9qà)usù !#sŒ$tB yŠ#ur& ª!$# #x»ygÎ/ WxsVtB ¢ @ÅÒム¾ÏmÎ/ #ZŽÏVŸ2 Ïôgtƒur ¾ÏmÎ/ #ZŽÏWx. 4 $tBur @ÅÒムÿ¾ÏmÎ/ žwÎ) tûüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇËÏÈ tûïÏ%©!$# tbqàÒà)Ztƒ yôgtã «!$# .`ÏB Ï÷èt/ ¾ÏmÉ)»sWŠÏB tbqãèsÜø)tƒur !$tB ttBr& ª!$# ÿ¾ÏmÎ/ br& Ÿ@|¹qムšcrßÅ¡øÿãƒur Îû ÇÚöF{$# 4 šÍ´¯»s9'ré& ãNèd šcrçŽÅ£»yø9$# ÇËÐÈ
Artinya:
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan Ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Alla, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik, (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. mereka Itulah orang-orang yang rugi.
Al-Quran dalam membimbing manusia selalu menggunakan fenomena alam dan isinya sebagai media. Orang kafir menanggapi hal itu secara negatif, mereka semakin sesat dengan tanggapan negativnya itu. Ayat 26 ini menggambarkan tanggap mereka yaitu:
مَاذَا اَرَادَ اللهُ بِهَذَا مَثلاً
Justru itu mereka menjadi sesat dan fasiq. Akan tetapi ayat 26 tidak menjelaskan maksud fasiq dan karateristiknya. Maka ayat 27 menjelaskan maksud dan karakteristik fasiq, yaitu memungkiri janji, memutus silaturrohim, dan berbuat kerusakan.
Munasabah yang tersembunyi adalah keterkaitan yang tidak jelas. Secara lahir seolah-olah, suatu ayat terasing dari ayat lainnya. Tapi apabila analisis secara dalam akan terlihat keterkaitannya.
Munasabah ayat seperti ini dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:[20]
a.      Ayat tersebut dihubungkan oleh huruf athaf, seperti yang terlihat dalam surat Saba' ayat 2:[21]
ãNn=÷ètƒ $tB ßkÎ=tƒ Îû ÇÚöF{$# $tBur ßlãøƒs $pk÷]ÏB $tBur ãAÍ\tƒ šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# $tBur ßlã÷ètƒ $pkŽÏù 4 uqèdur ÞOŠÏm§9$# âqàÿtóø9$# ÇËÈ




Artinya:
Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. dan Dia-lah yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.
Ungkapan مَايَلِجُ فِى الأرٌ ضِ وَمَا يَخْرُ مِنْهَا  seolah-olah tidak berhubungan dengan ungkapan:
وَمَا ينزل من السماء وما يعرج فيها
Sebab yang pertama berbicara tentang suatu yang masuk dan keluar dari bumi, sedangkan yang terakhir berbicara tentang ssesuatu yang turun dan naik ke langit. Tetapi kedua ungkapan itu masih berhubungan dan saling terkait antara  satu dengan lainnya. Sebab fokur pembicaraannya masalah ilmu Tuhan. Dia mengetahui apa saja yang terjadi di langit dan di bumi.
Munasabah dengan wawu athaf ini biasanya menghubungkan dua hal yang berlawanan.
b.      Al Mudhaddah (berlawanan), yaitu 2 ayat berurutan yang memperbincangkan 2 hal yang berlawanan seperti surga dan neraka. Serta kafir dan iman. Contohnya di dalam surat An-Nisa' ayat 150-152:[22]
¨bÎ) šúïÏ%©!$# tbrãàÿõ3tƒ «!$$Î/ ¾Ï&Î#ßâur šcr߃̍ãƒur br& (#qè%Ìhxÿムtû÷üt/ «!$# ¾Ï&Î#ßâur šcqä9qà)tƒur ß`ÏB÷sçR <Ù÷èt7Î/ ãàÿò6tRur <Ù÷èt7Î/ tbr߃̍ãƒur br& (#räÏ­Gtƒ tû÷üt/ y7Ï9ºsŒ ¸xÎ6y ÇÊÎÉÈ y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# $y)ym 4 $tRôtFôãr&ur tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 $\/#xtã $YYŠÎgB ÇÊÎÊÈ tûïÏ%©!$#ur (#qãYtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î#ßâur óOs9ur (#qè%Ìhxÿムtû÷üt/ 7tnr& öNåk÷]ÏiB y7Í´¯»s9'ré& t$ôqy öNÎgÏ?÷sムöNèduqã_é& 3 tb%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÊÎËÈ
Artinya:
            Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Secara dhohir ayat di atas (150-152) tidak mempunyai hubungan. Sebab ayat pertama berbicara tentang orang kafir sedangkan yang terakhir berbicara tentang orang mukmin dan keduanya tidak dihubungkan huruf athaf. Tetapi jika dilihat lebih dalam, hubungan itu akan terlihat, di mana lazimnya Al-Quran bercerita tentang iman dan orang mukmin kemudian diiringi dengan perbincangan mengenai orang kafir. Hal ini bermaksud memotivasi pembaca agar menghindari kekafiran dan berpedang kepada iman.[23]
c.      Istithrad (sampai), yaitu perbincangan satu ayat mengenai suatu masalah sampai kepada hal lain yang tidak berkaitan langsung dengan masalah yang diperbincangkan, tetapi hukumnya sama dengan hal yang diperbincangkan seperti contoh dalam surat al-A'raf ayat 26:[24]
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä ôs% $uZø9tRr& ö/ä3øn=tæ $U$t7Ï9 ͺuqムöNä3Ï?ºuäöqy $W±Íur ( â¨$t7Ï9ur 3uqø)­G9$# y7Ï9ºsŒ ׎öyz 4 šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$# óOßg¯=yès9 tbr㍩.¤tƒ ÇËÏÈ
Artinya:  
 Hai anak Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Kata ولباس التقوى  dalam ayat ini tidak ada kaitannya dengan ungkapan sebelumnya, sebab ungkapan sebelumnya berbicara tentang pakaian penutup aurat, sedangkan ولباس التقوى  bukan pakaian fisik, sebagai penutup aurat. Jadi secara dhohir kata ولباس التقوى  tidak ada hubungannya dengan aurat. Akan tetapi hubunganya terlihat pada pakaian sebagai penutup aurat yang merupakan bagian taqwa. Perbincangan seperti ini berguna untuk حسن التخلص (memperindah peralihan).[25]
Ditinjau dari segi materinya, maka munasabah ada 2 macam :[26] yaitu munasabah antar surat dan antar ayat.
Macam – macam munasabah antar surat:
1.      Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya.[27]
Jika dalam mengkaji munasabah antar surat, ulama berangkat dari pertanyaan tentang tujuan di balik penempatan satu surat dengan surat lain, maka wajar apabila mereka berusaha menciptakan hubungan-hubungan umum antar surat, pertama-tama dari sisi isi. Sudah barang tentu apabila surat al Fatihah menduduki tempat khusus karena ia merupakan pengantarm dasar bagi teks. Dengan demikian al Fatihah harus memuat meskipun secara tersirat semua bagian al-Quran. Yang mana induk ilmu-ilmu Quran ada 3: tauhid, peringatan dan hukum-hukum.[28]
Dalam pembahasan yang pertama ini, as Suyuthi menyimpulkan bahwa munasabah antar surat dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya.[29]sebagai contoh dalam surat Al-Fatihah ayat 1 ada ungkapan الحمد الله ungkapan ini berkorelasi dengan surat al-Baqarah ayat 152 dan 186:
þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
Artinya:
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ
Artinya:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Berkaitan dengan munasabah macam ini, ada uraian yang dikemukakan Nasr Abu Zaid. Ia menjelaskan hubungan khusus surat Fatihah dengan surat berikutnya, Al-Baqarah. Hubungan khusus lebih bersifat stilistika kebahasaan, sementara hubungan-hubungan umum lebih berkaitan dengan isi dan kandungan. Hubungan stilistika kebahasaan ini tercermin dalam pernyataan bahwa al Fatihah diakhiri dengan doa:
اهدنا الصراط المستقيم صِرَاط الذين انعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين.
Doa ini mendapat jawabannya pada permulaan surat al Baqarah:
الم (1) ذلك الكتاب لارب فيه هدالمتقين.
Atas dasar ini, disimpulkan bahwa teks tersebut bersinambungan:
"Seolah-olah ketika mereka memohon hidayah ke jalan yang lurus, maka dikatakanlah kepada mereka: petunjuk jalan lurus yang engkau minta."[30]
Jika kaitan antara surat Fatihah dan al-Baqarah bersifat stilistika kebahasaan, maka hubugan antara surat Al- Baqarah dengan surat Ali Imran lebih mirip dengan hubungan dalil dengan keraguan-keraguan akan dalil. Maksudnya surat Al-Baqarah meruapakan surat yang mengajukan dalil mengenai hukum, karena surat ini memuat kaidah-kaidah agama, sementara surat Ali Imron sebagai jawaban atas keraguan para musuh.[31]
2.      Munasabah antar nama surat dan tujuan-tujuannya.
Tiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya masing-masing seperti surat Al-Baqarah, surat Yusuf, An Naml, dan Al-Jinn.
Cerita tentang lembu betina dalam surat Al Baqarah ayat 67-71 merupakan inti pembicaraannya, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati:
øŒÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù'tƒ br& (#qçtr2õs? Zots)t/ ( (#þqä9$s% $tRäÏ­Gs?r& #Yrâèd ( tA$s% èŒqããr& «!$$Î/ ÷br& tbqä.r& z`ÏB šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÏÐÈ (#qä9$s% äí÷Š$# $uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ÖÚÍ$sù Ÿwur íõ3Î/ 8b#uqtã šú÷üt/ y7Ï9ºsŒ ( (#qè=yèøù$$sù $tB šcrãtB÷sè? ÇÏÑÈ (#qä9$s% äí÷Š$# $oYs9 š­/u ûÎiüt6ム$oY©9 $tB $ygçRöqs9 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ âä!#tøÿ|¹ ÓìÏ%$sù $ygçRöq©9 Ý¡s? šúï̍Ï໨Z9$# ÇÏÒÈ (#qä9$s% äí÷Š$# $uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd ¨bÎ) ts)t6ø9$# tmt7»t±s? $uZøŠn=tã !$¯RÎ)ur bÎ) uä!$x© ª!$# tbrßtGôgßJs9 ÇÐÉÈ tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ×Aqä9sŒ 玍ÏVè? uÚöF{$# Ÿwur Å+ó¡s? y^öptø:$# ×pyJ¯=|¡ãB žw spuÏ© $ygÏù 4 (#qä9$s% z`»t«ø9$# |M÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ 4 $ydqçtr2xsù $tBur (#rߊ%x. šcqè=yèøÿtƒ ÇÐÊÈ  
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada Kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, Karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan Sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
3.      Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama.
Contoh munasabah ini terdapat dalam surat Al Qashas yang bermula dengan menjelaskan perjuangan Nabi Musa dalam berhadapan dengan kekejaman Fir'aun. Atas perintah dan pertolongan Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir dengan penuh tekanan. Di akhir surat, Allah menyampaikan kabar gembira ke pada Nabi Muhammad yang menghadapi tekanan dari kaumnya dan janji Allah atas kemenangannya. Jika di awal surat dikemukakan bahwa nabi Musa tidak akan menolong orang kafir, munasabahnya terletak dari sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.
4.      Munasabah antar penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya.
Contohnya pada permulaan surat Al Hadid ayat 1 dimulai dengan tasbih.
yx¬7y ¬! $tB Îû ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âƒÍyèø9$# ãLìÅ3ptø:$# ÇÊÈ
Artinya:
  Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, al Waqiah ayat 96:
ôxÎm7|¡sù ËLôœ$$Î/ y7În/u ËLìÏàyèø9$# ÇÒÏÈ
Artinya:
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.
Macam – macam munasabah antar ayat: 
1.      Munasabah antar bagian suatu ayat
Munasabah ini sering berbentuk pola munasabah At Thadhadat (perlawanan) seperti terlihat dalam surat Al-Hadid ayat 4:
uqèd Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# 4 ÞOn=÷ètƒ $tB ßkÎ=tƒ Îû ÇÚöF{$# $tBur ßlãøƒs $pk÷]ÏB $tBur ãAÍ\tƒ z`ÏB Ïä!$uK¡¡9$# $tBur ßlã÷ètƒ $pkŽÏù ( uqèdur óOä3yètB tûøïr& $tB öNçGYä. 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÍÈ
Artinya:
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian dia bersemayam di atas ´arsydia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Munasabah seperti ini dapat dijumpai dalam surat Al-Baqarah, An-Nisa', dan Al Maidah.
2.      Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan.
Munasabah ini sering terlihat jelas tetapi sering pula tidak jelas. Munasabah antar ayat yang terlihat jelas umumnya menggunakan pola ta'kid (penguat), tafsir, i'tiradh dan tasyidid (penegasan.)
Contoh ta'kid:
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÊÈ
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1].
Contoh Tafsir:
y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ tûïÏ%©!$# tbqãZÏB÷sムÍ=øtóø9$$Î/ tbqãKÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# $®ÿÊEur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ
Artinya:
Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,  (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka.
Ma'na muttaqin ditafsirkan ayat ke-3
Contoh i'tiradh:
ويجعلون الله البناتا سحانه ولهم ما يشتهون (الخل: 75)
Kata سحانه pada ayat di atas merupakan bentuk I'tiradh dari dua ayat yang mengantarinya. Kata itu merupakan bantahan bagi klaim orang kafir yang menetapkan anak perempuan bagi Allah.
Contoh tasydid: al Fatihah ayat 6-7
$tRÏ÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ xÞºuŽÅÀ tûïÏ%©!$# |MôJyè÷Rr& öNÎgøn=tã ÎŽöxî ÅUqàÒøóyJø9$# óOÎgøn=tæ Ÿwur tûüÏj9!$žÒ9$# ÇÐÈ
  Artinya:
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Munasabah antar ayat yang tidak jelas dapat dilihat melalui qarain maknawiyah yang terlihat dalam 4 pola: at –Tanzir (perbandingan), almudhadat (perlawanan), istitharad (penjelasan lebih lanjut) dan At-takhallus.
3.      Munasabah antar suatu kelompok ayat dan kelompok ayat disampingnya.
Dalam surat al Baqarah ayat 1-20, misalnya Allah memulai penjelasannya tentang kebenaran dan fungsi Al Quran bagi orang-orang yang bertaqwa. Dalam kelompok ayat-ayat berikutnya dibicarakan tiga kelompok manusia dan sifat-sifat mereka yang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir dan munafik.
4.      Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat.
Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu. Di antaranya untuk menguatkan atau tamkin. Misalnya surat Al Ahzab ayat 25:
¨Šuur ª!$# tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. öNÎgÏàøtóÎ/ óOs9 (#qä9$uZtƒ #ZŽöyz 4 s"x.ur ª!$# tûüÏZÏB÷sßJø9$# tA$tFÉ)ø9$# 4 šc%x.ur ª!$# $ƒÈqs% #YƒÍtã ÇËÎÈ
            Artinya:
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Dalam ayat tersebut Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Bukan karena lemah melainkan karena Allah Maha Kuat dan Maha perkasa. Jada adanya fashilah di antara kedua penggalan ayat di atas dimaksudkan agar pemahaman terhadap ayat tersebut menjadi lurus. Tujuan lainnya fashilah adalah memberi penjelasan tambahan. Misalnya dalam surat An Naml ayat 80:
y7¨RÎ) Ÿw ßìÏJó¡è@ 4tAöqyJø9$# Ÿwur ßìÏJó¡è@ §MÁ9$# uä!%tæ$!$# #sŒÎ) (#öq©9ur tûï̍Î/ôãB ÇÑÉÈ
Artinya:
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (Tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka Telah berpaling membelakang.
Kalimat اذاولوا مدبرين merupakan penjelasan tambahan terhadap makna orang tuli.



  1. Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
Ilmu munasabah al Quran sangat penting dikuasai. Memahami al Quran dengan bantuan ilmu munasabah berarti mengistinbatkan makna ayat sesuai dengan konteksnya.[32]
Lebih lanjut kegunaan mempelajari ilmu munasabah dapat dijelaskan sebagai berikut:[33]
1.     Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema al-Quran kehilangan relavansi antara satu bagian dan bagian lainnya.
2.     Mengetahui atau persambungan atau hubungan antara bagian al-Quran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antara surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Quran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatanNya.
3.     Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaqah-an bahasa Al Quran dan konteks kalimatnya-kalimatnya yang satu dengan yang lain.
4.     Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atua ayat dengan kalimat atau ayat lain.
5.     Dapat memperluas pemahaman terhadap ayat yang sedang ditafsirkan.






BAB III
KESIMPULAN

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
·         ilmu manasabah adalah ilmu yang membahas persesuaian antara satu ayat dengan ayat lain, atau surat dengan surat.
·         Adapun macam-macam munasabah ditinjau dari sifat munasabah atau keadaan persesuaian dan persambungannya terdiri dari 2 macam dhahir dan mudlmar.
·          Sedangkan ditinjau dari segi materinya ada sekitar 2, yaitu munasabah antar surat dan antar ayat.
·          Adapun kegunaan ilmu ini salah satunya adalah untuk membantu memahami Al-Quran agar tidak terjadi kesalah pahaman sedangkan dalam tafsir kegunaannya untuk memahami dan mengeluarkan isi kandungannya.











DAFTAR PUSTAKA

Abu Zaid, Nasr Hamid. Tekstualitas Al-Quran, Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2005.

Anwar, Rosihon. Ulum Al-Quran, Bandung: Pustaka Setia, 2002.

As Suyuthi, Jalaluddin. Al Itqan fi Ulum Quran, Muassasatul Kutub Ats Tsaqofiyah: Beirut Lebanon, 1996, Juz 3..

Al-Qaththan, Manna'. Mabahits fi ulum Al-Quran, Masyurat al-Ashr Al-Hadits, 1973.
Djalal,H. Abbdul  H. A. Ulumul Qur’an, surabaya: dunia ilmu,2000
Hamzah, Muchotob. Study Al-Quran Komprehensif, Yogyakarta: Gama Media, 2003.
Yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan terjemehannya, bandung : Gema Risalah Press, 1989
Yusuf, Kadar M. Studi AL-Quran, Jakarta: Amzah, 2009.







 
 


[1] Jalaluddin As Suyuthi, Al Itqan fi Ulum Quran (Muassasatul Kutub Ats Tsaqofiyah: Beirut Lebanon, 1996), Juz 3 hal: 289.
[2] Rosihon Anwar. Ulum Al-Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 82.
[3] Manna' Al-Qaththan, Mabahits fi ulum Al-Quran (Masyurat al-Ashr Al-Hadits, 1973), 97.
[4] Ibid. 82.
[5] Ibid. 97.
[6] Manna' Al-Qaththan, Mabahits fi ulum Al-Quran. 97
[7] Rosihon Anwar. Ulum Al-Quran. 83.
[8] Muchotob Hamzah, Study Al-Quran Komprehensif (Yogyakarta: Gama Media, 2003), 170.
[9] Manna' Al-Qaththan, Mabahits fi ulum Al-Quran. 97
[10] Jalaluddin As Suyuthi, Al Itqan fi Ulum Quran. 288.
[11] Nasr Hamid Abu Zaid. Tekstualitas Al-Quran (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2005), 199-200.
[12] Rosihon Anwar. Ulum Al-Quran. 84
[13] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A. Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Imu, 2000), 155.
[14] Kadar M. Yusuf. Studi AL-Quran (Jakarta: Amzah, 2009), 101-105.
[15]   Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan terjemahnya, (bandung Gema Risalah Press,1989), 8-9.
[16]   Kadar M. Yusuf. Studi AL-Quran (Jakarta: Amzah, 2009), 102.
[17]   Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan terjemahnya, (bandung Gema Risalah Press,1989), 38.
[18] Kadar M. Yusuf. Studi AL-Quran (Jakarta: Amzah, 2009), 103
[19] Ibid, 104.
[20]  Ibid, 105-110
[21] Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan terjemahnya, (bandung Gema Risalah Press,1989), 683.
[22] Ibid, 101.
[23]  Kadar M. Yusuf. Studi AL-Quran (Jakarta: Amzah, 2009), 107.
[24] Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan terjemahnya, (bandung Gema Risalah Press,1989), 224.
[25] Kadar M. Yusuf. Studi AL-Quran (Jakarta: Amzah, 2009), 108.
[26] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A. Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Imu, 2000), 158.
[27]Rosihon Anwar. Ulum Al-Quran. 84-95
[28] Nasr Hamid Abu Zaid. Tekstualitas Al-Quran. 200-202
[29] Rosihon Anwar. Ulum Al-Quran. 84.
[30] Nasr Hamid Abu Zaid. Tekstualitas Al-Quran. 201-202
[31] Ibid. 202
[32] Kadar M. Yusuf. Studi AL-Quran. 111
[33] Rosihon Anwar. Ulum Al-Quran.84

Comments

Popular posts from this blog

INDIKATOR, DIMENSI, KONSEP, PROPOSISI DAN TEORI

PENILAIAN TES DAN NON-TES

PERBANDINGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT