Muham Mutasyabih
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an adakalnya berbentuk lafaz,
ungkapan dan uslub yang berbeda tetapi artinya tetap satu, sudah jelas
maksutnya sehingga tidak menimbulkan kekeliruan bagi orang yang membacanya.
Disamping ayat yang sudah jelas tersebut, ada lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang
bersifat umum dan samara-samar yang menimbulkan keraguan bagi yang membacanya,
sehingga ayat yang seperti ini menimbulkan ijtihat bagi para mujtahid untuk
dapat mngembalikan kepada makna yang jelas dan tegas.[1]
Maka
dari pada itu salah satu persoalan ‘Ulumul Qur’an yang masih diperdebatkan
sampai sekarang adalah kategorisasi muhkam-mutasyabih. Sehingga pada kesempatan
hari ini, pemakalah akan membahas mengenai hal tersebut.
A.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
2.
Sebab-sebab Adanya Ayat Muhkan-Mutasyabih
3.
Macam-Macam Ayat Mutasyabih
4.
Pendapat Para Ulama Mengenai Ayat Muhkam-Mutasyabih
5.
Faedah Ayat Muhkam-Mutasyabih
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Muhkam-Mutasyabih
Lafal “muhkam” dan “mutasyabih” adalah bentuk mudzakar untuk menyifati kata-kata yang mudzakar pula, seperti Al-Qur’an yang muhkam atau yang mutasyabih.
Sedangkan lafal “muhkamah” dan “mutasyabihat” adalah bentuk kata muannats untuk menyifati kata yang muannats pula, seperti surat atau ayat
muhkamah/ mutasyabihah.[2]
Menurut etimologi (bahasa), muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud
makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah (ma ahkam Al-murad bib ‘an
altabdil wa at-taghyir). Adapun mutasyabih adalah ungkapan yang maksud makna
lahirnya samar (ma khafiya bi nafs Al-lafzh).[3]
Adapun menurut pengertian terminology (istilah), muhkam dan mutasyabih
diungkapkan para ulama, seperti berikut ini:
1.
Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat
diketahui dengan gambling, baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak.
Sementara itu, ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat
diketahui Allah, seperti saat kedatangan hari Kiamat, keluarnya Dajjal dan
huruf-huruf muqaththa’ah. Definisi ini dikemukakan kelompok Ahlussunnah.
2.
Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan
kemungkinan sisi arti lain, sedangkan ayat-ayat mutasyabih mempunyai
kemungkinan sisi arti banyak. Definisi ini dikemukakan Ibn ‘Abbas
3.
Ibn Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwatat dari ‘Ali bin
Abi Thalib dari Ibn Abbas yang menyatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat
yang menghapus (nasikh), berbicara tentang halal-haram, ketentuan-ketentuan
(hudud), kefarduan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Adapun ayat-ayat
mutasyabih adalah ayat yang dihapus (mansukh), yang berbicara tentang
perumpamaan-perumpamaan (amtsal), sumpah(aqsam) dan yang harus diimani, tetapi
tidak harus diamalkan
4.
Ibn Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari Muqatil
bin Hayyan yang mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih adalah seperti alif lam
mim, alif lam ra’ dan alif lam mim ra’.
5.
Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ‘Ikrimah (w 105 H),
Qatadah bin Di ‘amah (w 117 H) dan lainnya mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam
adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih
adalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa inti muhkam
adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Masuk ke dalam
kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan
terang dan tegas dan memang untuk makna itu ia disebutkan) dan zhahir (makna lahir). Adapun mutasyabih adalah
ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Masuk ke dalam kategori mutasyabih adalah
mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil), musykil dan mubham (ambigius).[4]
B.
Sebab-sebab Adanya Ayat Muhkan-Mutasyabih
Secara tegas dapat dikatakan, bahwa sebab adanya ayat muhkam dan
mutasyabih ialah karena Alla SWT menjadikannya demikian itu. Allah SWT
memisahkan / membedakan antara ayat-ayat yang muhkam dari yang mutasyabih dan
menjadikannya ayat muhkam sebagai bandinagan ayat yang mutasyabih.
Allah SWT berfirman Q.S Al Imran (7):
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»t#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎqè=è% Ô÷÷y tbqãèÎ6®Kusù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö$#ur ¾Ï&Î#Írù's? 3
$tBur ãNn=÷èt ÿ¼ã&s#Írù's? wÎ) ª!$# 3
tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)t $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎnu 3
$tBur ã©.¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ
Artinaya:
Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya
ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyaabihaat.
Menurut kebanyakan ulama, sebab adanya ayat-ayat muhkamat itu sudah
jelas, yakni sebagaimana sudah ditegaskan dalam ayat 7 surat Ali Imran diatas.
Secara rinci, adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an adalah disebabkan
tiga hal yaitu, karena kesamaran pada lafal, pada makna dan pada lafal dan
maknanya.[5]
a.
Kesamaran pada Lafal
Sebagaimana
adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Quran itu disebabkan karena kesamaran
pada lafal, baik lafal yang masih mufrad (lafal yang belum tersusun dalam
kalimat) atau pun yang sudah murakab (lafal yang tersusun dalam kalimat.
Sebab
kesamaran lafal ini ada dua macam, sebagai berikut:
a)
Kesamaran dalam lafal mufrad
i.
Kesamaran lafal Mufrad yang Gharib (asing)
Contoh: lafal ﺍَﺒﺎ dalam ayat 31 surat Abasa ﻮﻔﺎﻜﻬﻬﺔﻮﺍﺒﺎﺎ (dan buah serta rerumputan), kata abban
tersebut jarang terdapat dalam Al-Qur’an sehingga asing. Kalau tidak ada
penjelasan dari ayat berikutnya, arti kata Abban itu sulit dimengerti umat,
tetapi ayat 32 surah Abasa menyebutkan ﻤﺘﺎﻋﺎﻠﻜﻢﻮﻻﻧﻌﺎﻤﻜﻢ ( untuk kesenangan kamu dan binatang
ternakmu )
ii.
Kesamaran lafal mufrad yang bermakna Ganda
Contoh: lafal ﺍﺍﻠﻴﻬﻴﻦ dalam ayat 93 surat shaad ﻔﺮﺍﻍﻋﻠﻠﻴﻬﻢﻀﺮﺒﺎ
ﺒﺎ ﻠﻴﻬﻴﻦ ( lalu dengan tangan
kanannya atau dengan kuatnya sesuai dengan sumpahnya )[6]
Termasuk ayat-ayat muthasyabihat yang tetrjadi karena samar dalam
lafalnya ialah seperti beberapa huruf muqaththa’ah ( huruf yang terputus-putus
dipembukaan atau permulaan surah-surah Al-Qur’an misalnya huruf ﺍﻠﻢ , ﻴﺲ , ﺤﻢ, ﻁﮫ, ﻜﻬﻴﻌﺺ dan
sebagainya, sebab huruf-huruf itu sulit dipahami maksutnya, karena samar
maknanya. Karena itu, banyak ulama yang hanya menafsirkan dengan kalimat ﺍﷲﺍﻋﻠﻢﺒﻬﺮﺍﺪﺒﮫ
(hanya Allah SWT yang lebih mengetahui maksutnya dengan lafal itu)
b)
Kesamaran dalam lafal murakkab
i.
Tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakab terlalu
ringkas
Contoh FirmanAllah SWT dalam ayat 3 surat An-Nisa
bÎ)ur ÷LäêøÿÅz wr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur (
Artinya :Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengkawininya) maka kawinilah
wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Tentunya sukar meahami
terjemahan ayat tadi, karena takut tidak dapat berlaku adil terhadap anak
yatim, lalu mengapa disuruh kawin dengan wanita yang baik-baik, dua ,tiga atau
epat. Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat ayat tersebut terlalu
singkat. Seandainya kalimat dalam ayat tersebut diperpanjang sedikit dengan
ditambahkan keterangan yang melengkapinya , misalnya dengan:
bÎ)ur ÷LäêøÿÅz wr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$#ﻠﻮﻧﺯﻮﺠﺘﻤﻮﻫﻦ
(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur (
÷
Artinya: Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
hak-hak perempuan yatim bilamana kalian mengawini mereka, maka kawinilah wanita
selain mereka yang kalian senangi dua, tiga atau empat.
Dengan tambahan kalimat itu, tentu aljelaslah maksudnyayakni bahwa orang
takut tidak dapat berlaku adil terhadap hak-hak istrinya yang wanita yatimlah
dimana harus dijaga status dan hartanya sebagai anak yatim, maka supaya kawin
saja dengan wanita yang tidak yatim dimana lebih bebas sedikit penjagaan
terhadap hak-haknya.
ii.
Tasyabuh (kesamaran) lafal murakkab karena terlalu luas
Contoh lafal ﻠﻴﺲﻠﻤﺜﻠﮫﺸﻯ ( tidak ada sesuatu apapun yang sepertinya ). Dalam ayat
tersebut kelebihan huruf kaf dalam kata-kata kamislihi. Akibatnya, kalimat
dalam ayat tersebut menjadi samar artinya, karena sulit dimengerti maksutnya.
Seandainya huruf kaf tadi dibuang, maka maknanya akan jelas.
iii.
Tasyabuh (kesamaran) lafal murakkab karena susunannya
yang kurang tertib
Seperti dalam surat Al-Kahfi ayat 1
ß÷Kptø:$#
¬!
üÏ%©!$#
tAtRr& 4n?tã
ÍnÏö7tã
|=»tGÅ3ø9$# óOs9ur
@yèøgs ¼ã&©! 2%y`uqÏã
ÇÊÈ
Artinya: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya,
al-kitab (Al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan didalamnya sebagai
bimbingan yang lurus.
Pengertian Allah tidak menjadikannya kebengkokan dalam Al-Quran dan hal
ini disebabkan karena dalam ayat tersebut susunan kalimatnya ada yang kurang
tertib. Coba seandainya susunan kalimatnya ditertibkan dengan memindahkan kata
Qayyiman diletakkan sebelum kata walam yaj’al sehingga menjadi
ß÷Kptø:$# ¬! üÏ%©!$# tAtRr& 4n?tã Í nÏö7tã =»tGÅ3ø9$# | ﻘﻴﻬﺎﺎ
óOs9ur @yèøgs ¼ã&©! 2%y`uqÏã ÇÊÈ
Dengan demikian arti maksudnya lebih mudah dimengerti, sehingga tidak
mutasyabihat (samar) lagi.
b.
Kesamaran pada Makna Ayat
Terkadang
terjadinya ayat mutasyabihat itu disebabkan karena adanya kesamaran pada makna
ayat. Kesamaran dalam hal ini tidak dikarenakan karena lafalnya yang asing,
bermakna ganda atau karena tertibnya, melainkan karena makna dari
lafal-lafalnya tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia.
Contoh:
Seperti dari sifat-sifat Allah SWT, sifat Rahman, Rahkim, Nya atau sifat
Qudrat, Iradatnya maupun sifat lainnya
Kesamaran
dalam hal-hal tersebut tidak karena lafalnya yang asing, bermakna ganda atau
karena tertibnya, melainkan karena makna dari lafal-lafalnya tidak terjangkau
oleh akal pikiran manusia.
c.
Kesamaran pada Makna Ayat dan Lafal
Contoh
ayat 189 surat Al-Baqoroh
}§øs9ur
É9ø9$#
br'Î/ (#qè?ù's? Vqãç6ø9$# `ÏB $ydÍqßgàß
£`Å3»s9ur §É9ø9$#
Ç`tB
4s+¨?$#
Artinya:
Dan bukanlah kebaikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya akan teapi kebaikan
itu ialah kebajikan orang-orang yang bertakwa.
Orang
yang tidak mengerti adat istiadat bangsa Arab pada masa Jahiliyah ,tidak akan
paham terhadap maksud ayat tersebut. Sebab, kesamaran dalam ayat tersebut
terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas, juga terjadi pula pada maknanya,
karena termasuk adat kebiasaan khusus orang Arab yang tidak mudah diketahui
oleh bangsa lain.
Jika
ayat tersebut diperluas sedikit dengan ditambah ungkapan ﺍﻦﻜﻧﺘﻢﻤﺠﺮﻤﻴﻦﺒﺤﺝﺍﻮﻋﻤﺮﮤ
(jika kalian sedang melakuakan ihram untuk haji atau umrah).
C.
Macam-Macam Ayat Mutasyabih
Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat mutasyabihat dalam Alquran, maka
macam-macam ayat mutasyabihat itu ada 3 macam, sebagai berikut[7]:
1.
Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh
seluruh umat manusia, kecuali QAllah SWT. Contohnya, seperti Dzat Allah SWT,
hakikat sifat-sifat-Nya, waktu datangnya hari kiamat dan sebagainya.Seperti
eterangan ayat 59 surat Al-An’am
2.
Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua
orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contohnya seperti
merinci yang mujmal, menentukan yang mustarak, mengqayyidkan yang mutlak,
menertibkan yang kurang tertib dan sebagainya.
3.
Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh
para pakar ilmu dan sain, bukan oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal ini
termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang-orang yang
rosikh (mendalam) ilmu pengetahuannya, seperti keterangan ayat 7 surah Al
Imron.
D.
Pendapat Para Ulama Mengenai Ayat Muhkam-Mutasyabih
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa ayat-ayat mutasyabih maksudnya
tersembunyi, sehingga jika kita membacanya tidak akan dapat langsung
menangkapnya apa maknanya. Inilah perbedaan yang menonjol antara mutasyabihah
dan muhkamah.
Para ulama
berbeda pendapat yang berawal dari lafaz ÉOù=Ïèø9$# Îû tbqãź§9$#ur pada
surat Al-Imron:7. Permasalahannya apakah
lafaz itu di-athof-kan dengan lafaz !$#, atau Où=Ïèø9$# Îû
bqãź§9$#ur
itu merupakan mubtada’.
Berangkat dari sinilah muncul silang pendapat dikalangan ulama. Menurut
Ibnu Abbas dan Mujahid (dari kalangan sahabat) berpendapat bahwa manusia dapat
mengetahui arti dan takwil ayat-ayat mustabihat. Mereka ini beralasan lafaz bqãź§9$#u diafhofkan kepada lafaz !$#. Menurut mereka jika Allah
yang mengetahui dan tidak melimpahkan kepada manusia (ulama) yamg mendalami
ilmunya tentang ayat-ayat mutasyabihat baik tentang pengertian maupun takwil,
berarti mereka sama saja dengan orang awam.[8]
Walaupun ada ulama yang mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih itu dapat
ditakwilkan oleh manusia, namun menurut sebagian besar ulama berpendapat bahwa
ayat-ayat mutasyabih itu tidak dapat diketahui oleh seorang pun kecuali Allah.
Menurut ulama ini kita sebagai ciptaan Allah tidak perlu mencari-cari takwil
tentang ayat-ayat mutasyabih, tetapi kita harus menyerahkan persoalannya kepada
Allah semata.
Ar-Raghib Al-Asfahani mengambil jalan tengah dalam menghadapi persoalan
ini. Ia membagi ayat-ayat mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahui maknanya
pada tiga bagian[9]:
a.
Bagian yang tidak ada jalan sama sekali
untuk mengetahuinya, seperti saat terjadinya hari Kiamat, keluar binatang dari
bumi dan sejenisnya
b.
Bagian yang menyebabkan manusia dapat menemukan jalan untuk
mengetahuinya, seperti kata-kata asing di dalam Al-Qur’an
c.
Bagian yang terletak diantara keduanya, yakni yang
hanya dapat diketahui orang-orang yang mendalam ilmunya.
E.
Faedah Ayat Muhkam-Mutasyabih[10]
Hikmah Ayat
Muhkam:
Ø Menjadi
rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan bahasa Arabnya lemah
Ø
Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksutnya
Ø
Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati
dan mengamalkan isi kandungan Alquran, karena lafal ayat-ayatnya sudah mudah
diketahui, gampang dipahami dan jelas pula untuk diamalkan
Ø
Mempelancar usaha penafsiran atau penjelasan
maksud kandungan ayat-ayat Alquran
Ø
Membantu para guru, dosen, muballigh dan juru
dakwah dalam usaha menerangkan isi ajaran kitab Alquran dan tafsiran
ayat-ayatnya
Ø
Mempercepat usaha tahfidhul Qu’an (menghafalkan
ayat-ayat Alquran).
Hikmah Ayat
Mutasyabih
ʘ Rahmat
Allah SWT. Sebab, sifat dan zat Allah SWT itu ditampakkan kepada manusia yang
lemah itu
ʘ
Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat
manusia
ʘ
Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia
ʘ
Mendorong umat untuk giat belajar, tekun
menalar, dan rajin meneliti
ʘ
Memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an,
ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa
kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT
ʘ
Memudahkan bacaan, hafalan dan pemahaman Alquran
ʘ
Menambah pahala usaha umat manusia, dengan
bertambah sukarnya memahami ayat-ayat metasyabihat. Sebab, semakin sukar
kerjaan orang. Akan semakin besar pahalanya
ʘ
Mendorong kegiatan mempelajari disiplinilmu
pengetahuan yang bermacam-macam
ʘ
Mengajukan penggunaan dalil-dalil aqli,
disamping dalil-dalil naqli
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan:
Dari urain
ayat-ayat muhkam dan mutasyabih diatas, dapat dipahami bahwa:
1.
Ayat muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak
samar lagi.
2.
Ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum
jelas.
3.
Kita dapat mengatakan bahwa semua ayat Al-Qur’an itu
muhkam jika maksud muhkam disana adalah kuat dan kokoh, tetapi kita dapat pula
mengatakan bahwa semua ayat itu adalah mutasyabih jika maksud itu adalah
kesamaan –kesamaan dalam hal balaghah dan I’jaznya.
DAFTAR
PUSTAKA
Djalal, Abdul
.2000. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia
Ilmu
Bakar, Abu .2005. Ulumul Qur’an, Amzah
Anwar, Rosihan
Anwar .2008. Ulum Al-Quran. Bandung:
Pustaka Setia
[1] Drs. Abu Bakar M.Ag, Ulumul Qur’an,
Amzah, 2005, 77
[2] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul
Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000, 239
[3] Dr. Rosihan Anwar M.Ag, Ulum Al-Quran,
Bandung: Pustaka Setia, 2008, 120-121
[4] Ibid.,122
[5] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul
Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000, 244
[6] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul
Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000, 245
[7] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul
Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000.,253-255
[8] Drs. Abu Bakar M.Ag, Ulumul Qur’an,
Amzah, 2005., 82
[9] Dr. Rosihan Anwar M.Ag, Ulum Al-Quran,
Bandung: Pustaka Setia, 2008,125
[10] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul
Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000, 262-266
Comments
Post a Comment