HAKEKAT MILIU RUMAH dalam PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lingkungan yang nyaman dan mendukung, menjadi terselenggaranya
suatu pendidikan dan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang
diinginkan. Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam, lingkungan harus
diciptakan sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu
sendiri. Oleh karena itu, dalam kajian pendidikan Islam lingkungan pendidikan
mendapat perhatian. Pengaruh lingkungan ini tentu dianalisis dengan menggunakan
paradigma pendidikan Islam. Lingkungan dalam perspektif pendidikan Islam harus
menunjang tercapainya tujuan pendidikan Islam.
Pengaruh lingkungan yang baik dan yang kurang baik dapat terjadi
pada anak. Mengingat besarnya pengaruh lingkungan terhadap kepribadian dan
watak anak, maka dalam pendidikan Islam lingkungan keluarga menjadi pendidikan
utama pada anak. Dari urian diatas dapat diketahui bagaimana pentingnya lingkungan
terhadap proses pendidikan terutama pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
keluarga
2.
Pengertian miliu
rumah dalam pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
keluarga
Keluarga ialah
ikatan antara laki- laki dengan wanita berdasarkan hukum atau undang- undang
perkawinan yang sah. Didalam keluarga ini lahirlah anak- anak. keluarga
merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan diantara anggotanya bersifat khas.
Dalam lingkungan ini terletak dasar- dasar pendidikan. Disini pendidikan
berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku
didalamnya, artinya tanpa harus di umumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar
diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga.[1]
2.
Hakekat miliu
rumah dalam pendidikan Islam
Dalam melaksanakan
pendidikan Islam, peranan pendidik sangat penting artinya dalam proses
pendidikan, karena dia yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan
tersebut. Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang
diberikan oleh pendidik kepada anak didik sesuai dengan perkembangan jasmaniah
dan rohaniah ke arah kedewasaan. Anak didik di dalam mencari nilai- nilai
hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran
islam, saat anak didik dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci. Sedangkan alam
sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama
anak didik.[2]
Lingkungan
merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak
pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik.
Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar
yang mempengaruhi pendidikan anak.[3]
Miliu atau yang
biasa disebut lingkungan adalah sesuatu yang berada diluar diri anak dan
mempengaruhi perkembangannya. Menurut Sartain (seorang ahli psikologi Amerika),
bahwa yang dimaksud lingkungan sekitar adalah meliputi semua kondisi dalam
dunia ini yang dengan cara- cara tertentu mempengaruhi tingkah laku manusia,
pertumbuhan, dan perkembangan.[4]
Pendapat lain
mengatakan, bahwa didalam lingkungan tidak hanya terdapat sejumlah faktor pada
suatu saat, melainkan terdapat pula faktor- faktor yang lain, yang secara
potensial dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku anak.
Memang
lingkungan berpengaruh besar kepada anak didik, meliputi lingkungan yang baik
atau yang kurang baik. Lebih- lebih jika lingkungan yang kurang baik mudah
mempengaruhi anak didik. Mengingat lingkungan tidak bertanggung jawab
mempengaruhi anak didik, maka sudah sepantasnya jika pendidik bersikap
bijaksana dalam bersikap dan menghadapi lingkungan tersebut. Sedangkan faktor
pendidikan secara sadar dan bertanggung jawab menuntun dan membimbing anak ke
tujuan pendidikan yang diharapkan.[5]
Dalam GBHN
(ketetapan MPR No. IV/MPR/1978), berkenaan dengan pendidikan dikemukakan antara
lain sebagai berikut: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan
didalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat.[6]
Orang tua
merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak- anaknya. Dikatakan pendidik
pertama, karena ditempat inilah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama
kalinya sebelum ia menerima pendidikan yang lainnya. Dikatakan pendidikan utama
karena pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh yang dalam bagi kehidupan
anak di kemudian hari. Karena peranannya demikian penting itu maka orang tua
harus benar- benar menyadarinya sehingga mereka dapat memerankannya sebagai
mana mestinya.[7]
Lingkungan
keluarga terdiri atas Ayah, Ibu, Anak- anak, dan saudara kandung, kerabat dekat
yang serumah, dan termasuk pembantu rumah tangga. Mereka semua harus berfungsi
sebagai pendidik yang patut diteladani oleh anak dalam usia perkembangannya.
Orang tua dan anggota keluarga yang serumah sebagai pendidik, sedangkan
pendidik adalah profil yang setiap hari didengar perkataannya, dilihat dan
ditiru perilakunya oleh anak- anaknya. Oleh karena itu, anggota keluarga yang
secara langsung bertugas sebagai pendidik harus melakukan hal- hal sebagai
berikut:[8]
1.
Mengajarkan
aspek- aspek yang berkaitan dengan keberimanan kepada Allah dan tata cara
beramal saleh
2.
Ikhlas
menjalankan tugas dan kewajiban sebagai orang tua
3.
Memberi contoh
keteladanan
4.
Mengarahkan dan
mengembangkan minat serta bakat anak- anaknya
5.
Memberikan
kesempatan kepada anak untuk berbicara dan berpendapat
Islam juga mengajarkan
bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggung jawab terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua. Islam
memerintahkan kedua orang tua untuk mendidik keluarganya terutama anak-
anaknya, agar mereka terhindar dari azab yang pedih. Firman Allah yang artinya:
“Hai orang- orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At- Tahriim: 6). [9]
Pendidikan anak
mutlak dilakukan oleh orangtuanya untuk menciptakan keseluruhan pribadi anak
yang maksimal. Anak harus mengetahui jenis kebaikan dan keburukan, dapat
memilih dan memilahnya sekaligus mengamalkannya. Lingkungan keluarga menjadi
tolak ukur keberhasilan anak dalam pendidikan. Oleh karena itu, terutama
orangtua yang memikul tanggung jawab terbesar dalam pendidikan anak. Orang tua
diharapkan membentuk lingkungan keluarga yang islami, karena anak mudah meniru
seluruh perbuatan anggota keluarga yang dilihatnya.
Anak akan merekam dan melakukan tindakan-
tindakan sebagai hasil rekamannya. Semua aktifitas dalam keluarga harus
dipantau dan diarahkan, seperti menonton acara televisi, menggunakan internet,
telepon seluler, cara bergaul di lingkungan masyarakat, pergaulan dengan teman
sekolah, dan teman sebayanya, terutama ketika anak menginjak masa puber yang
membutuhkan perhatian dan pembinaan.[10]
3.
Macam- macam
lingkungan pendidikan
Menurut Drs.
Abdurrahman Saleh ada tiga macam pengaruh lingkungan pendidikan terhadap
keberagaman anak, yaitu:[11]
a.
Lingkungan yang
acuh tak acuh terhadap agama
Lingkungan
semacam ini adakalanya berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan adakalanya
pula agar sedikit tau tentang hal itu.
b.
Lingkungan yang
berpegang kepada tradisi agama tetapi tanpa keinsyafan batin
Lingkungan yang
demikian ini biasanya menghasilkan anak- anak beragama yang secara tradisional
tanpa kritik atau beragama secara kebetulan.
c.
Lingkungan yang
memiliki tradisi agama dengan sadar dan dalam kehidupan agama
Lingkungan ini
memberikan motivasi (dorongan) yang kuat kepada anak untuk memeluk dan
mengikuti pendidikan agama yang ada. Apabila lingkungan ini ditunjang dengan
pimpinan yang baik dan kesempatan yang memadai, maka kemungkinan besar hasilnya
pun juga baik.
Dari
uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan pendidikan dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:[12]
1.
Pengaruh
lingkungan positif
Lingkungan
yang memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak
untuk menerima, memahami, meyakini, serta mengamalkan ajaran islam.
2.
Pengaruh
lingkungan negatif
Lingkungan
yang menghalangi atau kurang menunjang kepada anak untuk menerima, memahami,
meyakini, dan mengamalkan ajaran islam.
3.
Lingkungan
netral
Lingkungan
yang tidak memberikan dorongan untuk meyakini, atau mengamalkan agama, demikian
pula tidak melarang atau menghalangi anak untuk meyakini dan mengamalkan ajaran
islam. Lingkungan ini apatis, masa bodoh terhadap keberagaman anak.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Miliu atau yang biasa
disebut lingkungan adalah sesuatu yang berada diluar diri anak dan mempengaruhi
perkembangannya
2. Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak- anaknya
3.
Macam- macam
lingkungan pendidikan
·
Lingkungan yang
acuh tak acuh terhadap agama
·
Lingkungan yang
berpegang kepada tradisi agama tetapi tanpa keinsyafan batin
·
Lingkungan yang
memiliki tradisi agama dengan sadar dan dalam kehidupan agama
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan
dan Beni Ahmad Saebani. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II. (Bandung:
Pustaka Setia, 2010 )
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008)
Nizar,
Samsul. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis.
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002)
Sudiyono, M. Ilmu
Pendidikan Islam Jilid I. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
Uhbiyati, Nur
dan Abu Ahmadi. Ilmu Pendidikan Islam I. (Bandung: Pustaka Setia, 1997)
Zuhairini. Filsafat Pendidikan
Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
[1]
M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam Jilid I (Jakarta: Rineka Cipta,
2009), 155.
[2]
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 167.
[3]
Ibid., 173.
[4]
Ibid., 298.
[5]
Ibid., 298-299.
[6]
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 34.
[7]
Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam I (Bandung: Pustaka
Setia, 1997), 251.
[8]
Hasan basri
[9]
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 42.
[10]
Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), 116.
[11]
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam Jilid I, 299- 300.
[12]
Ibid.
Comments
Post a Comment