“PANDANGAN NATIVISME MENGENAI MANUSIA PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM”
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aliran Nativisme, secara umum sangat dipengaruhi oleh
pandangan-pandangan dari aliran Idealisme, terlihat dari konsepsi dasarnya tentang
hakikat manusia itu sendiri. Menurut aliran Nativisme ini, manusia mempunyai
potensi yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan dalam proses penerimaan
pengetahuan. Potensi tersebut merupakan "gabungan" dari hereditas
orang tuanya maupun "bakat/pembawaan" yang berasal dari dirinya
sendiri. Kontribusi lingkungan baginya tidaklah membawa konsekuensi apa-apa
terhadap pengetahuan manusia. Bahkan Schopenhaur (1778-1860) tokoh Nativisme mengatakan bahwa potensi/bakat manusia
merupakan nasib malang manusia karena posisinya yang vital dalam menentukan
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan manusia. Potensi
manusia yang terwujud dalam bakat/pembawaan itulah yang merupakan hakikat dari
manusia dan ia tidaklah dapat dirubah oleh pengaruh lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian Nativisme
2.
Faktor
Perkembangan Manusia Dalam Aliran Nativisme
3.
Tujuan Aliran Nativisme
4.
Perspektif
Islam Terhadap Aliran Nativisme
5.
Pengaplikasian Aliran Nativisme
Pada Masa Sekarang
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Nativisme
Istilah Nativisme dari asal kata Natives yang
artinya terlahir. Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpangaruh
besar terhadap pemikiran psikologis. Tokoh dalam aliran ini antara lain:[1]
v
Arthur
Schopenhauer (1788-1869), seorang filosofis Jerman. Arthur Schopenhauer
dilahirkan di Danzig pada tanggal 22 Februari 1788. Schopenhauer dibesarkan oleh keluarga pembisnis. Ia merupakan seorang jenius dengan karyanya yang terkenal adalah The World as Will and Representation. Ia mempunyai pandangan bahwa pembawaanlah yang maha kuasa, yang menentukan perkembangan anak. Lingkungan sama sekali tidak bisa mempengaruhi, apalagi membentuk kepribadian anak. Perkembangan ditentukan oleh faktor pembawaannya, yang berarti juga ditentukan oleh anak itu sendiri.
dilahirkan di Danzig pada tanggal 22 Februari 1788. Schopenhauer dibesarkan oleh keluarga pembisnis. Ia merupakan seorang jenius dengan karyanya yang terkenal adalah The World as Will and Representation. Ia mempunyai pandangan bahwa pembawaanlah yang maha kuasa, yang menentukan perkembangan anak. Lingkungan sama sekali tidak bisa mempengaruhi, apalagi membentuk kepribadian anak. Perkembangan ditentukan oleh faktor pembawaannya, yang berarti juga ditentukan oleh anak itu sendiri.
v
Immanuel Kant
Di lahirkan di Konigsberg
pada 22 April 1724. Ia merupakan filsof Jerman dan karyanya yang terkenal
adalah Kritik der Reinen Vernunft. Ia berpendapat bahwa :
1. Apa-apa yang bisa
diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada
itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
2. Semua yang harus
dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini
disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya jangan
mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila
semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
3. Yang bisa diharapkan
manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan pengharapan
manusia.
Ø
Gottfried
Wilhemleibnitz
Merupakan filsuf Jerman yang lahir di Leipzig, pada 1 Juli 1646. Gottfried
mempunyai pandangan bahwa perkembangan manusia sudah ditentukan sejak lahir.
Manusia hidup dalam keadaan yang sebaik mungkin karena dunian ini diciptakan
oleh Tuhan.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan
manusia itu telah di tentukan oleh faktor-faktor yang di bawa manusia sejak
lahir, pembawaan yang telah terdapat pada waktu lahir itulah yang menentukan
hasil perkembangannya.
Menurut nativisme, manusia tidak perlu di
didik, sebab perkembangan manusia sepenuhnya ditentukan oleh bakat yang secara
alami sudah ada pada dirinya. [2]Menurut aliran nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat
pembawaan. Dalam ilmu pendidikan pandangan seperti ini di sebut pesimistis
pedagogis. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik
tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Bagi nativisme
lingkungan sekitar tidak mempengaruhi
perkembangan anak, penganut aliran ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai
pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak mempunyai
pembawaan baik maka dia akan baik.
Pembawaan baik dan buruk ini tidak dapat di ubah dari luar. Jadi menurut
pemaparan di atas telah jelas bahwa pendidikan menurut aliran nativisme tidak
bisa mengubah perkembangan seorang anak atau tidak mempunyai pengaruh sama
sekali. Karena menurut mereka baik buruknya seorang anak di tentukan
oleh pembawaan sejak lahir, dan peran pendidikan di sini hanya sebatas
mengembangkan bakat saja. Misalnya: seorang pemuda sekolah menengah mempunyai
bakat musik, walaupun orang tuanya sering menasehati bahkan memarahinya supaya
mau belajar, tapi fikiran dan perasaanya tetap tertuju pada musik dan dia akan
tetap berbakat menjadi pemusik.[3]
a.
Faktor genetic
Adalah
faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul
dari diri manusia. Contohnya adalah jika
kedua orang tua anak
itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai
seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
b.
Faktor Kemampuan Anak
Adalah
faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam
dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang
ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah
yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
sesuai dengan bakat dan minatnya.
c.
Faktor Pertumbuhan Anak
Adalah
faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan
dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka
dia kan bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang
dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut
tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
3.
Tujuan Aliran Nativisme
Didalam aliran ini menurut G. Leibnitz Monad “Didalam diri
individu manusia terdapat suatu inti pribadi”. Sedangakan menurut Arthur
Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan
pembawaan sejak lahir atau bakat. Sehingga dengan Aliran ini setiap manusia
diharapkan:
a.
Mampu memunculkan bakat yang
dimiliki
Dengan
aliran ini
diharapkan manusia bisa mengoptimalkan bakat yang dimiliki dikarenakan telah
mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya. Dengan adanya hal ini, memudahkan
manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan
dirinya.
b.
Mendorong manusia mewujudkan
diri yang berkompetensi
Jadi
dengan aliran
ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya
pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga
bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin
lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada
yang lain.
c.
Mendorong
manusia dalam menentukan pilihan
Adanya aliran ini manusia bisa bersikap lebih
bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan
pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap
pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalah yang
terbaik untuk dirinya.
d.
Mendorong manusia untuk
mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
Aliran ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimiliki agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
Aliran ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimiliki agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
e.
Mendorong
manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Dengan adanya aliran ini, maka manusia akan mudah
mengenali bakat yang dimiliki, denga artian semakin dini manusia mengenali
bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan bakatnya
sehingga bisa lebih optimal.
4.
Perspektif Islam Terhadap Aliran Nativisme
Fitrah yang disebutkan dalam Q.S
ar-Rum [30]:30; dan Q.S al-A’raf [7]:172, mengandung implikasi kependidikan
bahwa di dalam diri manusia terdapat potensi dasar beragama yang benar dan
lurus (al-din al-qayyim) yaitu agama Islam. Potensi dasar ini tidak dapat
diubah oleh siapapun atau lingkungan apapun, karena fitrah itu merupakan
ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya
dalam tiap pribadi manusia.
Fitrah yang bercorak nativistik
juga berkaitan dengam faktor hereditas (keturunan) yang bersumber dari
orang tua, termasuk keturunan beragama (religiositas). Faktor
religiositas ini didasarkan atas beberapa dalil dari ayat al-Qur’an sebagai
berikut:
tA$s%ur ÓyqçR Éb>§‘ Ÿw ö‘x‹s? ’n?tã ÇÚö‘F{$# z`ÏB tûïÍÏÿ»s3ø9$# #·‘$ƒyŠ ÇËÏÈ
y7¨RÎ) bÎ) öNèdö‘x‹s? (#q=ÅÒムš‚yŠ$t6Ïã Ÿwur (#ÿrà$Î#tƒ žwÎ) #\Å_$sù #Y‘$¤ÿŸ2 ÇËÐÈ
”Berkatalah Nabi Nuh:"Ya Tuhanku,
janganlah Engkau memberikan tempat kepada mereka, maka mereka akan menyesatkan
hamba-Mu dan mereka tidak akan melahirkan anak, melainkan anak yang kafir pula
terhadap-Mu.”(QS, Nuh: 26-27).
Fitrah diartikan kemampuan
dasar untuk berkembang dalam pola dasar keislaman (fitrah islamiah) karene
faktor kelemahan diri manusia sebagai ciptaan Tuhan yang berkecenderungan asli
untuk berserah diri kepada kekuasaan-Nya.[5]
Fitrah merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah
kepada manusia yang menjadi potensi manusia yang educable. Potensi tersebut
bersifat kompleks yang terdiri atas : ruh (roh), qalb (hati), ‘aql (akal), dan
nafs (jiwa). Potensi-potensi tersebut bersifat ruhaniah atau mental - psikis.
Selain itu manusia juga dibekali potensi fisik - sensual berupa seperangkat
alat indera yang berfungsi sebagai instrumen untuk memahami alam luar dan
berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian fitrah
merupakan konsep dasar manusia yang ikut berperan dalam membentuk perkembangan
peserta didik di samping lingkungan (pendidikan).
Fitrah yang bersifat potensial tersebut harus
dikembangkan secara faktual dan aktual. Untuk melakukan upaya tersebut, Islam
memberikan prinsip-prinsip dasarnya berupa nilai-nilai Islami sehingga
pertumbuhan potensi manusia terbimbing dan terarah. Dalam proses inilah faktor
pendidikan sangat besar peranannya bahkan menentukan bentuk corak kepribadian
seseorang. Nampaknya itulah yang menjadikan Nabi Muhammad mewajibkan umatnya
untuk mencari ilmu.
Berdasarkan konseptualisasi itulah pendidikan diharapkan
dapat berfungsi sebagai wahana dalam mengembangkan potensi peserta didik sesuai
dengan fitrahnya. Dengan demikian jelaslah bahwa Islam mengakui peranan faktor
dasar manusia (fitrah) dan faktor pendidikan dalam perkembangan anak. Hanya
saja konsep Islam mengenai sifat dasar manusia maupun proses pendidikan yang
diperlukan berbeda dengan pendirian-pendirian aliran di atas. Fitrah atau
potensi (ketauhidan, kebaikan, kebenaran, dan kemanusiaan) peserta didik dengan
bantuan pendidik akan berkembang dinamis. Jika kepribadian dan paradigmanya
telah terbentuk maka ia akan melakukan proses mandiri menuju kesempurnaan dirinya
menuju ridha Allah, sebuah posisi yang selalu dicari oleh semua muslim.
Berdasarkan interprestasi demikian, maka pendidikan Islam “bisa
dikondisikan” berfaham nativisme, yaitu suatu faham yang menyatakan bahwa
perkembangan manusia dalam hidupnya secara mutlak ditentukan oleh potensi
dasarnya.[6]Proses kependidikan sebagai upaya untuk mempengaruhi jiwa anak didik tidak
berdaya merubahnya.
Ali Fikry salah seorang ahli
pendidikan Mesir menyatakan bahwa para ulama telah sepakat bahwa “kecenderungan
nafsu itu berpindah dari orang tua secara turun temurun”. Oleh karena itu anak
adalah merupakan rahasia dari orang tuanya. Manusia sejak awal perkembangannya
berada di dalam garis keturunan dari keagamaan orang tuanya. Jika orang tuanya
muslim, otomatis anaknya menjadi muslim, dan jika mereka kafir maka anaknya akan
menjadi kafir pula”.[7]
Ada sebuah Hadits SAW yang dapat menjadikan
sumber pandangan Nativisme seperti tersebut diatas adalah sebagai berikut “Setiap orang dilahirkan oleh ibunya atas dasar fitrah
(potensi dasar untuk beragama), maka setelah itu orang tuanya mendidik menjadi
beragama Yahudi, dan Nasrani, dan Majusi; jika orang tua keduanya beragama
Islam, maka anaknya menjadi muslim (pula)”. Pengertian yang bersumber dari
kedua dalil di atas diperkuat oleh Syekh Muhammad Abduh dalam tafsiranya yang
berpendapat bahwa “agama Islam adalah agama fitrah”.
Pendapat
Muhammad Abduh ini serupa dengan pendapat Abu A’la Al-Maududi yang menyatakan
bahwa “agama Islam adalah agama identik dengan watak tabi’y manusia (human nature). Demikian pula pendapat Sayyid Qutb yang menyatakan
bahwa “Islam diturunkan Allah untuk
mengembangkan watak asli manusia (human nature), karena Islam adalah
agama yang fitrah”.[8]
Agama
Islam sebagai agama fitrah disamakan oleh Ibnu Qayyim dengan kecenderungan asli
anak bayi yang secara insklusif (naluriah) menerima tetek ibunya. Manusia
menerima agama Islam bukan karena paksaan, melainkan karena adanya
kecenderungan asli itu, yaitu fitrah islamiyah.
5. Pengaplikasian
Aliran Nativisme Pada Masa Sekarang
Faktor pembawaan bersifat kodrati tidak dapat diubah
oleh pengaruh alam sekitar dan pendidikan (Arthur Schaupenhauer (1788-1860)).
Untuk mendukung teori tersebut di era sekarang banyak dibuka pelatihan dan
kursus untuk pengembangan bakat sehingga bakat yang dibawa sejak lahir itu
dilatih dan dikembangkan agar setiap individu manusia mampu mengolah potensi
diri. Sehingga potensi yang ada dalam diri manusia tidak sia-sia karena
tidak dikembangkan, dilatih dan dimunculkan.
Tetapi pelatihan yang
diselenggarakan itu didominasi oleh orang-orang yang memang mengetahui bakat
yang dimiliki, sehingga pada pengenalan bakat dan minat pada usia dini sedikit
mendapat paksaan dari orang tua dan hal itu menyebabkan bakat dan kemampuan
anak cenderung tertutup bahkan hilang karena sikap otoriter orangtua yang tidak
mempertimbangkan bakat, kemampuan dan minat anak.
Lembaga pelatihan ini dibuat
agar menjadi suatu wadah untuk menampung suatu bakat agar kemampuan yang
dimiliki oleh anak dapat tersalurkan dan berkembang dengan baik sehingga hasil
yang dicapai dapat maksimal.
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Istilah
Nativisme dari asal kata Natives yang artinya terlahir.
2. Aliran nativisme
berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah di tentukan oleh faktor-faktor
yang di bawa manusia sejak lahir, pembawaan yang telah terdapat pada waktu
lahir itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut nativisme, manusia
tidak perlu di didik, sebab perkembangan manusia sepenuhnya ditentukan oleh
bakat yang secara alami sudah ada pada dirinya.
3.
Faktor
Perkembangan Manusia Dalam Aliran Nativisme
a. Faktor genetic
b. Faktor
Kemampuan Anak
c. Faktor
Pertumbuhan Anak
4.
Tujuan Aliran Nativisme
a.
Mampu memunculkan bakat yang
dimiliki
b.
Mendorong manusia mewujudkan
diri yang berkompetensi
c.
Mendorong
manusia dalam menentukan pilihan
d.
Mendorong manusia untuk
mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
e.
Mendorong
manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
5. Perspektif Islam Terhadap
Aliran Nativisme
Fitrah yang disebutkan dalam
Q.S ar-Rum [30]:30; dan Q.S al-A’raf [7]:172, mengandung implikasi kependidikan
bahwa di dalam diri manusia terdapat potensi dasar beragama yang benar dan
lurus (al-din al-qayyim) yaitu agama Islam. Potensi dasar ini tidak
dapat diubah oleh siapapun atau lingkungan apapun, karena fitrah itu merupakan
ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya
dalam tiap pribadi manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Basuki
dan Miftahul Ulum. Pengantar Ilmu
Pendidikan Islam. (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007).
http://Diawali%20dengan%20%27Bismillah%27%20%20FILSAFAT%20PENDIDIKAN%20ISLAM.html
http://TEORI%20NATIVISME%20-%20Lelaki%20Hujan.html
http://Perspektif%20Islam%20Terhadap%20Aliran%20Empirisme,%20Nativisme,%20dan%20Konvergensi%20-%20Kotak%20Kabar.html,
Jalaluddin. Teologi Pendidikan. (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2003).
M. Arifin. Ilmu Pendidikan
Islam. (Jakata: Bumi Aksara, 2008).
Sad Iman, Muis. Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey. (Yogyakarta:
Safiria Insania Press, 2004).
[2]Jalaluddin, Teologi
Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), hal. 46.
[5] Muis Sad Iman,
Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme
John Dewey (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004), hlm. 145.
[6]http://Perspektif%20Islam%20Terhadap%20Aliran%20Empirisme,%20Nativisme,%20dan%20Konvergensi%20-%20Kotak%20Kabar.html,
[7] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakata: Bumi
Aksara, 2008), hlm. 43.
[8] Basuki dan
Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan
Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007), hlm.67-68.
The best casinos with slots games, bonuses, & slots games
ReplyDeleteBest 용인 출장안마 casinos with slots games, bonuses, & slots games · Big Fish Casino, $2,000, $50, 500 Bonus Chips, $40 FREE · SuperSlots, $200 Free 상주 출장마사지 Bonus 양주 출장안마 + 전주 출장마사지 50 Extra Spins 화성 출장마사지 · Wild Wild