HAKEKAT MILIU SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN ISLAM
BAB l
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekolah
sebagai pusat pembelajaran yang bermakna dan sebagai proses sosialisasi dan
pembudayaan kemampuan, nilai, sikap, watak, dan perilaku hanya dapat terjadi
dengan kondisi infrastruktur, tenaga kependidikan, sistem kurikulum, dan
lingkungan yang sesuai. Dalam kaitannya dengan pengembangan minat baca,
pendapat lain menyebutkan sekolah dapat dijadikan sebagai pusat pengembangan
minat dan kegemaran membaca (Supriyanto, 1996: 1). Berdasarkan pendapat ini
sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya sekolah sebagai pusat
pengembangan minat baca wajib disediakan, seperti perpustakaan, buku sekolah,
program atau kegiatan-kegiatan membaca, dan waktu untuk membaca. Penguatan
Membaca, Fasilitas Lingkungan Sekolah dan Keterampilan Dasar Membaca. sekolah
sebagai sarana pendidikan berfungsi juga sebagai lembaga untuk menyeleksi dan
memilih manusia yang berbakat, terampil dan mampu, sehingga masyarakat berkembang
ke arah kondisi yang bermanfaat (meritocracy), dan dapat memenuhi kondisi
masyarakat yang dipersiapkan untuk masa depan. Dari berbagai pendapat dan teori
di atas, disimpulkan lingkungan sekolah adalah suatu tempat dengan iklim yang
dikondisikan untuk belajar dan mempersiapkan murid memenuhi perannya di masa
sekarang dan masa mendatang.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
sekolah?
2.
Hakikat miliu
sekolah dalam pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole,
scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu
senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang
bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan
waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu
adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk
mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga
memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan
sendiri dunianya
melalui berbagai pelajaran di atas. Adapun
secara istilah Sekolah adalah sebuah lembaga
yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru. Dengan demikian,
lingkungan sekolah dapat diartikan segala sesuatu yang tampak dan terdapat di
sekolah, baik itu alam sekitar maupun setiap individu yang berada di dalamnya
yang memberikan pengaruh pembentukan sikap dan pengembangan potensi
siswa.[1]
Sekolah
adalah lembaga pendidikan yang penting pula sesudah keluarga. Ketika anak
meningkat usia kurang lebih 6 tahun, perkembangan intelek, daya berpikir mereka
telah sedemikian sehingga mereka telah membutuhkan beberapa dasar-dasar ilmu pengetahuan. Masa antara 6 atau 7 tahun
sampai 12 atau 13 tahun, biasanya juga disebut masa intelek. Anak-anak telah
cukup matang untuk belajar dasar-dasar berhitung, ilmu-ilmu pengetahuan alamiah
dan kemasyarakatan, penambahan pembendaharaan dan ilmu bahasa, ilmu pengetahuan
keagamaan. Di rumah tangga (keluarga) tidak selamanya tersedia kesempatan dan
kesanggupan pendidik untuk memberi pelajaran. Dalam hal ini sekolahlah yang
telah diatur dan disiapkan sedemkian untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
itu.
B.
Hakikat miliu
sekolah dalam pendidikan Islam
Tugas guru dan pemimpin-pemimpin
sekolah disamping memberikan pendidikan budi pekerti dan keagamaan, memberi
pula dasar-dasar ilmu pengetahuan. Pendidikan budi pekerti dan keagamaan yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan lanjutan, setidaknya
jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga. Akibat-akibat
dari suatu perbedaan yang besar antara pendidikan yang diberikan oleh kedua
badan ini. Si anak akan dihadapkan dengan pertentangan nilai-nilai, mereka akan
bingung dan kemungkinan timbul rasa tidak percaya kepada kedua badan pendidikan
tersebut. Banyak lagi akibat-akibat yang mungkin lebih jelek yang timbul. Oleh
karena itu, inilah perlunya orang-orang tua memasukkan anak-anaknya ke
sekolah-sekolah agama yang dipeluknya. Setidak-tidaknya sekolah umum yang
netral yang tidak memberikan pendidikan agama itu dapat mengadakan secara
reguler seminggu sekali untuk pendidikan masing-masing Agama secara terpisah.
Sekolah harus banyak membantu
keluarga dalam usaha pembentukan kepribadian, pembentukan budi pekerti dan juga
keagamaan.[2]
Telah diakui oleh berbagai pihak peran sekolah bagi pembentukan kepribadian
anak sangat besar. Sekolah telah membina anak tentang kecerdasan, sikap,
minat,dll. Dengan gaya dan caranya sendiri sehingga anak menaatinya. Karena itu
dapatlah dikatakan sekolah berpengaruh besar bagi jiwa dan keberagaman anak.
Lingkungan sekolah yang positif terhadap pendidikan Islam yaitu lingkungan
sekolah yang memberikan fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya pendidikan
agama ini, apalagi kalau sekolah ini memberikan sarana dan prasana yang memadai
untuk penyelenggaraan pendidikan agama, maka dibuatkan pula tempat wudhu,
diadakan buku-buku bacaan tentang keislaman di dalam perpustakaan sekolah dan
diberikan pula kesempatan yang luas untuk penyelenggaraan praktik-praktik
ibadah serta peringatan hari-hari besar Islam. Lingkungan sekolah demikian
inilah yang mampu membina anak rajin beribadah, berpandangan luas, dan berdaya
nalar kreatif. Lingkungan sekolah yang negatif terhadap pendidikan agama yaitu
lingkungan sekolah yang berusaha untuk meniadakan kepercayaan agama di kalangan
anak didiknya.[3]
Lingkungan sekolah terdiri atas tempat belajar dan mengajar, para
pendidik dan anak didik, karyawan sekolah, alat-alat dan fasilitas sekolah.
Dalam lingkungan sekolah perbedaan individual anak didik perlu mendapat
perhatian dari guru agar proses belajar mengajar berjalan secara kondusif.
Berkaitan dengan perbedaan-perbedaan tersebut, Syaiful Bahri Djamarah
menjelaskan sebagai berikut.
a.
Perbedaan
biologis
Perbedaan
biologis anak didik berhubungan dengan fisik, kesehatan anak didik, dan
mentalisnya.
b.
Perbedaan
intelektual
Intelegensi
merupakan salah satu aspek yang selalu aktual untuk dibicarakan dalam dunia
pendidikan.
c.
Perbedaan
psikologis
Di sekolah perbedaan aspek psikologis ini tak dapat dihindari
disebabkan pembawaan dan lingkungan anak didik yang berlainan antara anak didik
yang satu dengan yang lainnya.[4]Pengembangan
pendidikan berkaitan dengan lingkungan
sekolah tidak hanya berhubungan dengan
keberadaan para pendidik yang memikul beban dan tanggung jawab yang berat dalam
melaksanakan pembinaan terhadap anak didiknya, tetapi juga berhubungan secara
langsung dengan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan sekolah yang ikut
mendukung pengembangan pendidikan Islam yang dimaksud. Lingkungan sekolah juga
harus menjamin kelancaran berkomunikasi anak didik dengan semua pihak sekolah
untuk mempermudah hubungan interaksional anak didik dengan semua pihak
sekolah yang berkaitan dengan
kepentingan pembelajarannya.
Sekolah-sekolah yang diselenggarakan pihak swasta, tidak sedikit
yang memiliki lingkungan sekolah yang sangat asri, seperti di lingkungan
pedesaan yang dikelilingi pesawahan atau pegunungan, kolam ikan, pepohonan yang
rindang dan sebagainya sehingga suasana belajar lebih menggairahkan dan tidak
membosankan. Ilmu pendidikan Islam yang dapat dikembangkan dalam lingkungan
sekolah, salah satunya adalah ilmu tentang kebersihan lingkungan sekolah,
kebersihan jasmani dan rohani, kebersihan niat menuntut ilmu, dan usaha-usaha
pemeliharaan lingkungan sekolah yang Islami.[5]
Bagi setiap muslim yang benar-benar beriman dan melaksanakan
ajaran-ajaran Islam, mereka berusaha untuk memasukkan anak-anaknya ke
sekolah-sekolah yang diberikan pendidikan agama, atau ke sekolah umum yang
memberikan pendidikan agama secara terpisah pada jam-jam tertentu. Dalam hal
ini mereka mengharapkan agar anak didiknya kelak memiliki kepribadian muslim.
Yang dimaksud dengan kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspeknya
baik tingkah lakunya, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidup dan kepercayaannya
menunjukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepada-Nya.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sekolah harus banyak membantu
keluarga dalam usaha pembentukan kepribadian, pembentukan budi pekerti dan juga
keagamaan. Lingkungan sekolah terdiri atas tempat belajar dan mengajar, para
pendidik dan anak didik, karyawan sekolah, alat-alat dan fasilitas sekolah.
Dalam lingkungan sekolah perbedaan individual anak didik perlu mendapat
perhatian dari guru agar proses belajar mengajar berjalan secara kondusif.
Lingkungan sekolah yang positif terhadap pendidikan Islam yaitu lingkungan
sekolah yang memberikan fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya pendidikan
agama ini, apalagi kalau sekolah ini memberikan sarana dan prasana yang memadai
untuk penyelenggaraan pendidikan agama, maka dibuatkan pula tempat wudhu,
diadakan buku-buku bacaan tentang keislaman di dalam perpustakaan sekolah dan
diberikan pula kesempatan yang luas untuk penyelenggaraan praktik-praktik
ibadah serta peringatan hari-hari besar Islam.
DAFTAR PUSTAKA
ahmad, D. Marimb, Pengantar
filsafat Pendidikan Islam, Bandung : PT. Al-Ma’arif.
Basri dan Beni Ahmad Saebani, Hasan.
Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2010.
file:///C:/Users/ACER/Documents/VI3/Lingkungan%20Pendidikan%20Sekolah%20_%20Afifah%20Chen%20Chen.htm diakses tanggal 16 oktober 2013 jam 13.00 wib
H.M Sudiyono, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2009.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1992.
[1]file:///C:/Users/ACER/Documents/VI3/Lingkungan%20Pendidikan%20Sekolah%20_%20Afifah%20Chen%20Chen.htm
diakses tanggal 16 oktober 2013 jam 13.00 wib
[2] D.
Marimba ahmad, Pengantar filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT. Al-Ma’arif),
60-62
[3] H.M Sudiyono,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2009),304.
[4] Hasan
Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia,
2010), 116-117
[5] Ibid,
121-122
[6]
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), 179.
Comments
Post a Comment