PANDANGAN KONVERGENSI MENGENAI MANUSIA PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM



PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dari dulu sampai sekarang ini pendidikan merupakan hal yang paling penting untuk membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik, dan masalah sukses tidaknya pendidikan tidak lepas dari faktor pembawaan dan lingkungan. Pembawaan dan lingkungan merupakan hal yang tidak mudah untuk di jelaskan sehingga memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak sedikit. Telah bertahun-tahun lamanya para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi dan lain-lain memikirkan dan berusaha mencari jawaban, tentang perkembangan manusia itu sebenarnya bergantung kepada pembawaan ataukah lingkungan. Dalam hal ini penulis akan memaparkan salah satu pendapat dari aliran klasik, yaitu konvergensi.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Konvergensi?
2.    Bagaimana pandangan konvergensi terhadap manusia?
3.    Bagaimana hakikat  Konvergensi dalam pendidikan Islam
4.    Bagaimana Pandangan Aliran Konvergensi Mengenai Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam?














PEMBAHASAN

1.      Pengertian Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau kerja sama untuk mencapai suatu hasil.[1] Merupakan perpaduan antara kedua pendapat (nativisme dan empirisme).[2] Teori konvergensi berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan sama pentingnya, kedua-duanya sama berpengaruh. Untuk menjelaskan hal tersebut perlu contoh dari alam tumbuh-tumbuhan. Ambillah dua bibit kelapa, dari pohon yang kurang baik buahnya. Yang sebuah ditanam di tanah yang subur di dataran rendah dan yang sebuah lagi di dataran tinggi di pegunungan. Meskipun dipelihara sebaik-baiknya tetapi tumbuhnya tak juga sempurna karena kedua bibit itu diambil dari pohon yang kurang baik dan juga pembawanya tidak baik pula. Contoh kedua, ambillah dua buah bibit kelapa yang berpembawaan baik. Bibit yang ditanamkan di dataran rendah tumbuh menjadi pohon yang besar dan banyak menghasilkan buah yang besar-besar, sedangkan pohon yang di dataran tinggi di pegunungan yang tidak besar dan tidak berbuah atau kurang sempurna buahnya. Kesimpulannya dari contoh-contoh ini ialah bahwa lingkungan menyebabkan perbedaan-perbedaan yang besar.[3]
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. William Stern juga berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju kesatu titik pertemuan sebagai berikut:
a.       pembawaan                                          
         hasil pendidikan/perkembangan
b.      lingkungan  
Karena itu, teori W. Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
a.       Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.
b.      Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
c.       Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.[4]
Lebih jauh Kohnstamm menambahnya dengan kemauan. Dengan demikian menurutnya, kemampuan seseorang akan berjalan dengan baik dan dapat dikembangkan secara maksimal, apabila ada perpaduan antara faktor dasar (potensi), faktor ajar (bimbingan) serta kesadaran dari individu itu sendiri untuk mengembangkan dirinya. Jadi disamping faktor potensi bawaan dan bimbingan dari lingkungan, untuk mengembangkan diri, seseorang perlu didorong oleh motivasi instrinsik (dorongan dari dalam dirinya).[5]

2.      Pandangan Konvergensi Terhadap Manusia
Sebagaimana aliran konvergensi yang memadukan di antara nativisme dan empirisme. Di mana menurut konvergensi memang manusia memiliki kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan). Harus ada perpaduan antara faktor dasar (potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan). Perkembangan seorang manusia tidak hanya ditentukan oleh kemampuan potensi/bakat yang dibawanya. Tanpa ada intervensi dari luar (lingkungan) bakat/potensi seseorang tak mungkin berkembang dengan baik.[6]
Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaiknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil dari konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Inggris dan sebagainya. Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam lingkungan yang sama) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan kedua orang anak tersebut menggunakan bahasa yang sama.[7]

3.      Hakikat Manusia Dalam Pendidikan Islam
Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah, ia tidaklah muncul dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Banyak sekali ayat al-Qur’an yang menjelaskan bahwa yang menjadikan manusia adalah Tuhan. Jadi, manusia adalah makhluk ciptaan Allah.
Pengetahuan tentang asal kejadian manusia ini amat penting artinya dalam merumuskan tujuan pendidikan bagi manusia. Asal kejadian justru harus dijadikan pangkal tolak dalam menetapkan pandangan hidup bagi orang Islam. pandangan tentang kemakhlukan manusia cukup menggambarkan hakikat manusia. Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, inilah salah satu hakikat wujud manusia. Hakikat wujudnya yang lain ialah bahwa manusia adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Salah satu sabda Rasulullah SAW. mengatakan:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْيُنَصِّرَانَهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Tiap-tiap anak dilahirkan di atas fitrah maka ibu-bapaknyalah yang mendidiknya menjadi orang yang beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Menurut hadits ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan, kemampuan itulah yang disebut pembawaan. Fitrah yang di dalam hadits itu adalah potensi. Potensi adalah kemampuan. Jadi, fitrah yang dimaksud di sini adalah pembawaan. Ayah-ibu dalam hadits ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli pendidikan. Kedua-duanya itulah, menurut hadits ini yang menentukan perkembangan seseorang.[8]
Manusia adalah makhluk yang berkembang kerena dipengauhi pembawaan dan lingkungan, adalah salah satu hakikat wujud manusia. Dalam perkembangnnya, manusia itu cenderung beragama, inilah hakikat wujud yang lain. selain itu, bahwa manusia itu adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok.[9]
Pemahaman tentang fitrah manusia juga bisa dikaji dari ajaran agama Islam sebagaimana yang ditunjukkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, karena di dalam Q.S. al-Rum ayat 30 dinyatakan bahwa agama Islam bersesuaian benar dengan fitrah manusia. Bahkan segala perintah dan larangan-Nya pun erat berhubungan dengan fitrah manusia. Bila ditinjau dari aspek tersebut maka fitrah manusia itu cukup banyak macamnya. Di antaranya, yaitu: Fitrah beragama; Fitrah berakal budi; Fitrah kebersihan dan kesucian; Fitrah bermoral/berakhlak; Fitrah kebenaran; Fitrash kemerdekaan; Fitrsh keadilan; Fitrah persamaan dan persatuan; Fitrsh individu; Fitrah social; Fitrah seksual; Fitrah ekonomi; Ftrah politik; Fitrah seni.[10]
Manusia diciptakan Allah SWT. dengan sempurna dan memiliki berbagai kelebihan dibandingkan makhluk-makhluk yang lain. Sedikitnya ada lima kelebihan yang dimiliki oleh manusia:
a.       Manusia diciptakan Allah dengan bentuk yang paling sempurna; sebagiman difirmankan Allah dalam Surat at-Tiin ayat 4:
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ  
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
b.      Manusia dianugerahi akal oleh Allah SWT.
c.       Manusia dianugerahi nafsu oleh Allah.
d.      Manusia dianugerahi Allah berupa hati nurani (qolbu).
e.       Bagi manusia adalah diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, dalam hal apapun, kecuali takdir Allah.[11]
Kelima kelebihan manusia tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Kelak kelima potensi tersebut (jasmani, akal, nafsu, hati nurani dan penentuan pilihan) akan memiliki peran dan posisi yang sangat penting dalam proses pendidikan karena pendidikan itu pada dasarnya adalah melatih, membina serta menumbuhkembangkan potensi jasmani, akal, nafsu, hati nurani dan penentuan pilihan kearah yang benar dan diridhai Allah SWT.[12] 

4.      Pandangan Aliran Konvergensi Mengenai Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam
Telah diketahui bahwa aliran konvergensi adalah aliran yang berkeyakinan bahwa pertumbuhan dan perkembangan manusia itu tergantung pada bakat atau pembawaan, lingkungan, dan pengalaman atau pendidikan. Berdasarkan uraian mengenai nativisme, Empirisme, dan Konvergensi, maka aliran ini lebih dekat  dengan konsep fitrah, walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatnnya terletak pada :
a.       Islam menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah dan sumber daya insani, serta bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu masih merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan, seperti dijelaskan oleh Attoumy, yaitu faktor keturunan tidaklah merupakan sesuatu yang kaku sehingga tidak bisa dipengaruhi. Bahkan ia bisa dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melenturkan dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ditegaskan pula oleh hadits Nabi: “Setiap kelahiran ( anak yang lahir ) berada dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang mempengaruhi anak itu menjadi  yahudi, nasrani, atau majusi.”
b.      Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan. Allah berfirman:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ  
Artinya:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam tidak mengetahui susuatu apapun, dan dia memberi  kamu pendengaran, penglihatan, hati agar kamu bersyukur. (Q.S. an-Nahl: 78 )[13]
Selain kedekatan di atas ada beberapa ayat yang menunjukkan konsep Islam tentang aliran konvergensi, yaitu:
çm»oY÷ƒyydur ÈûøïyôÚ¨Z9$# ÇÊÉÈ  
Artinya:
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”
Atas dasar ayat tersebut di atas kita dapat menginterpretasikan bahwa dalam fitrah-Nya, manusia diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar Kemampuan memilih tersebut, mendapatkan pengarahan dalam proses kependidikan yang mempengaruhinya.
Jelaslah bahwa faktor kemampuan memilih yang terdapat di dalam fitrah (human nature) manusia berpusat pada kemampuan berfikir sehat (berakal sehat), karena akal sehat mampu membedakan hal-hal yang benar dari yang salah. Sedangkan seseorang yang menjatuhkan pilihan yang benar secara tepat hanyalah orang yang berpendidikan sehat. Dengan demikian berfikir benar dan sehat adalah merupakan kemampuan fitrah yang dapat kembangkan melalui pendidikan dan latihan.
Sejalan dengan interpretasi tersebut maka kita dapat mengatakan bahwa pengaruh faktor lingkungan yang disengaja yaitu pendidikan dan latihan berproses secara interaktif dengan kemampuan fitrah manusia. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam berproses secara konvergensi, yang dapat membawa kepada paham konvergensi dalam pendidikan Islam.[14]
















KESIMPULAN


1.      Aliran konvergensi Merupakan perpaduan antara kedua pendapat (nativisme dan empirisme). Teori konvergensi berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan sama pentingnya, kedua-duanya sama berpengaruh.

2.      Pandangan Konvergensi Terhadap Manusia: Sebagaimana aliran konvergensi yang memadukan di antara nativisme dan empirisme. Di mana menurut konvergensi memang manusia memiliki kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan).

3.      Hakikat Manusia Dalam Pendidikan Islam: Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah, ia tidaklah muncul dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Banyak sekali ayat al-Qur’an yang menjelaskan bahwa yang menjadikan manusia adalah Tuhan. Jadi, manusia adalah makhluk ciptaan Allah.

4.      Pandangan Aliran Konvergensi Mengenai Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam: Berdasarkan uraian mengenai nativisme, Empirisme, dan Konvergensi, maka aliran ini lebih dekat  dengan konsep fitrah, walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatnnya terletak pada :
a.       Islam menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah dan sumber daya insani, serta bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu masih merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan.
b.      Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.



DAFTAR PUSTAKA


Achmadi. Ideologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008.
Basuki dan M. Miftahul Ulum. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: STAIN po PRESS. 2007.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008.
Jalaluddin, H. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGravindo Persada. 2003.
Muchtar, Heri Jauhari. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008.
Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2001.
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000.


[2] H. Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: PT RajaGravindo Persada, 2003), 47.
[3] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), 53.
[4] Umar Tirtarahardja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), 198-199.
[5] Jalaluddin, Teologi, 47.
[6] Ibid.
[7] Tirtarahardja, Pengantar, 198.
[8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 34-35.
[9] Ibid., 37.
[10] Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 17-19.
[11] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 7-10.
[12] Ibid., 12.
[13] Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 76-78.
[14] Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN po PRESS, 2007), 73.

Comments

Popular posts from this blog

INDIKATOR, DIMENSI, KONSEP, PROPOSISI DAN TEORI

PENILAIAN TES DAN NON-TES

PERBANDINGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT