MASUKNYA ISLAM di INDONESIA dan METODE PENYEBARAN ISLAM
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejak zaman pra
sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang
sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute
pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di
daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa
kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi
yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan
penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal
dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para
pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad
ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh),
Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan
dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka
tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang
berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di
Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun
belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana alur
masuknya agama Islam di Nusantara?
2.
Bagaimana sistem
pelajaran dalam proses masuknya Islam?
3.
Bagaimana model dakwah
Islamiyah, terutama pada abad pertengahan?
PEMBAHASAN
A.
Alur masuknya agama
Islam di Nusantara
Sejarah membuktikan
bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M/1H, tetapi baru meluas
pada abad ke-13 M. Perluasan Islam ditandai adanya kerajaan Islam tertua di
Indonesia, seperti Perlak pada tahun 1292 dan Samudra Pasai di Aceh pada tahun
1292. Melalui pusat-pusat perdagangan didaerah pantai samudra utara dan urat
nadi perdagangan di Malaka, agama Islam kemudian menyebar ke pulau Jawa dan
seterusnya ke Indonesia bagian Timur. Walaupun disana terjadi peperangan,
masuknya Islam ke Indonesia dan peralihan dari agama Hindhu ke agama Islam,
pada umumnya berlangsung secara damai.[1]
Kedatangan agama Islam
di Indonesia umumnya dihubungkan dengan masalah perdagangan dan pelayaran.
Hubungan perdagangan dan pelayaran antar bangsa-bangsa yang mendiami Asia, baik
bagian barat, bagian timur maupun bagian tenggara, sudah ada sejak abad
pertengahan Masehi.[2]
Disisi lain konversi
massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena
beberapa sebab,[3]
yaitu:
1.
Portalitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.
2.
Asosoasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk
pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim pendatang
dipelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan dan
kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang politik
dan diplomatik.
3.
Kejayaan militer
4.
Memperkenalkan tulisan
5.
Mengajarkan
penghapalan Al-Qur’an
6.
Kepandaian dan
penyembuhan
7.
Pengajaran tentang
moral.
Disisi lain Mahmud
Yunus merinci beberapa faktor yang memungknkan agama Islam tersebar dengan
cepat di seluruh Indonesia pada masa permulaan,[4] yaitu sebagai berikut:
1.
Agama Islam tidak
sempit dan aturan-aturannya pun tidak memberatkan, bahkan mudah dituruti oleh
segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk Islam cukup dengan mengucapkan
dua kalimat syahadat saja.
2.
Tugas dan kewajiban
dalam Islam itu sedikit.
3.
Penyiaran Islam itu
dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh
segala golongan, dari golongan bawah sampai golongan atas.
Adapun mengenai cara
pembawa agama Islam ke Indonesia pada masa permulaan, para pengamat sejarah
bebbeda pendapat. Ahmad Mansyur Suryanegara menguraikan tiga teori tentang
masuknya Islam ke Indonesia yaitu:
1.
Teori Gujarat
·
Teori
berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya
berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan
bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
·
Hubungan
dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia Cambay Timur Tengah Eropa.
·
Adanya batu
nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas
Gujarat. Selanjutnya ditambahkan tentang asal negara yang mempengaruhi masuknya
agama Islam ke Nusantara adalah Gujarat. Dengan alasan bahwa agama Islam
disebarkan melalui jalan dagang antara Indonesia-Cambay (Gujarat) –Timur
Tengah_Eropa.[5]
Pendukung teori
Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para
ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat
timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini
juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah
singgah di Perlak (Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah
banyak penduduk yang memeluk Islamdan banyak pedagang Islamdari India yang
menyebarkan ajaran Islam.
2. Teori
Mekkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul
sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah
berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya
berasal dari Arab (Mesir).
Dasar
teori ini adalah:
Ø Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat
Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam(Arab); dengan pertimbangan bahwa
pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini
juga sesuai dengan berita Cina
Ø Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab
Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir
dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
Ø Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al
malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
Pendukung teori
Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung
teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik. Islam, jadi
masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan
besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
3. Teori
Persia
Teori ini
berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari
Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya
masyarakat Islam Indonesia seperti:
ü Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas
meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh
orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan
upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur
Syuro.
ü Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti
Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
ü Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem
mengeja huruf Arab untuk tandatanda bunyi Harakat.
ü Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun
1419 di Gresik.
ü Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah
Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen
dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori
tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka
itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke
Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya
pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islamadalah bangsa
Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).[6]
Selain hal diatas
ada juga yang membahas tentang masuknya Islam ke Indonesia ditinjau dari sudut
pandang waktu atau tahun kapan hal itu terjadi. Dalam hal ini terdapat beberapa
pendapat,[7] antara lain:
1.
Islam masuk
ke Indonesia dari abad ke-7 dengan alasan:
a.
Seminar
masuknya Islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan
Al-Mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja
Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada
koloni Arab Muslim di pantai Timur Sumatra.
b.
Dari Harry
W. Hazard dalam Atlas of Islam ic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk
ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang
selalu singgah di Sumatera dalam perjalanan ke China.
c.
Dari Gerini
Futher India
dan Indo-Malay Archipelago,
didalamnyamenjelaskan bahwa kaum muslimin sudah ada dikawasan India, Indonesia,
dan Malaya antara tahun 606-699
d.
Prof. Sayed
Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization
of Malay-Indonesian Archipelago (1969), didalamnya mengungkapkan bahwa kaum
muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672.
2.
Islam masuk
ke Indinesia pada abad ke-11 dengan alasan:
Satu-satunya sumber ini adalah ditemukannya makam
panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan
rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka
tahun (dimasehikan 1082)
3.
Islam masuk
ke Indonesia pada abad ke-13 dengan alasan:
Abad ke 13 msehi lebih menunjuk
pada perkembangan islam bersamaan dgn tumbuhnya kerajaan-kerajaan islam di
indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan Marco Polo yg
menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlah pda tahun 1292 dan berjumpa dgn
orang2 yg telah menganut agama Islam.
Adapun dari sisi siapa atau
bangsa apa yang pertama kali datang untuk kemudian menyebarkan agama Islam juga
terdapat beberapa pendapat dengan alasan yang sedikit berbeda dibanding apa
yang dikemukakan diatas, antara lain:
1.
Orang
Gujarat India
Pedagang Islam dari Gujarat, menyebarkan Islam
dengan bukti-bukti antara lain:
a.
Ukiran batu
nisan gaya Gujarat
b.
Adat
Istiadat dan budaya India Islam
2.
Orang Persia
Para pedagang Persia menyebarkan Islam dengan
beberapa bukti antara lain:
a.
Gelar
‘’Syah’’ bagi raja-raja di Indonesia
b.
Pengaruh
aliran Wahdatul Wujud (syekh Siti Jenar)
c.
Pengaruh
madzhab Syi’ah (tabut Hasan dan Husen)
3.
Orang Arab
Para pedagang Arab menetap di pantai-pantai
kepulauan Indonesia, dengan bukti antara lain:
a.
Menurut al
Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas arab dai Oman, Hidramaut,
Basrah, dan Bahrain untuk menyebarkan Islam di lingkungannya, sekitar Sumatera,
Jawa, dan Malaka.
b.
Munculnya
nama ‘’Kampung Arab’’ dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak
mengenalkan islam.
4.
Orang China
Para pedagang dan
angkatan laut China (Ma Huan, laksamana Cheng Ho/Dampo awan), mengenalkan Islam
di pantai dan pedalaman Jawa dan Sumatera, dengan bukti antara lain:
a.
Gedung batu
di Semarang (masjid gaya China)
b.
Beberapa
makam China Muslim
c.
Beberapa
wali yang dimungkinkan keturunan China
B.
Sistem
pelajaran dalam proses penyebaran Islam
Pendidikan Islam di
Indonesia pada masa awalnya bersifat informal, yakni melalui interaksi
inter-personal yang berlangsung dalam berbagai kesempatan seperti aktivitas
perdagangan. Da’wah bil hal atau keteladanan. Pada konteks ini mempunyai
pengaruh besar dalam menarik perhatian dan minat seseorang untuk mengkaji atau
memeluk ajaran Islam. Dan dari masing-masing daerah mempunyai sistem
pembelajaran yang berbeda-beda dalam menyebarkan agama Islam. Misalnya saja
menurut Ibnu Batutah mengemukakan bahwa sistem pendidikan yang berlaku di zaman
Pasai, yaitu:
1. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqih
madzhab Syafi’i
2. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis taklim dan halaqah
3. Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama
4. Biaya pendidikan agama bersumber dari negara
Selanjutnya, berbeda juga dengan sistem
pendidikan di kerajaan perlak yaitu terdapat suatu lembaga pendidikan yang b
erupa majlis taklim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para murid yang alim dan
mendalam ilmunya. Pada majlis taklim ini diajarkan kitab-kitab al-Umm karangan
Imam Syafi’i.[8]
dan ketika agama ini kian berkembang,
system pendidikan pun mulai berkembang :
a. System
pendidikan langgar
Di tiap-tiap desa
yang penduduknya telah menjadi muslim umumnya didirikan langgar atau masjid.
Fasilitas tersebut bukan hanya sebagai tempat shalat saja, melainkan juga
tempat untuk belajar membaca al-Qur’an dan ilmu-ilmu keagamaan yang bersifat
elementer lainnya. Pendidikan di langgar di mulai dari mempelajari abjad huruf
Arab (hijaiyah) atau kadang-kadang
langsung mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci
al-qur;an.pendidikan di langgar di kelolah oleh seorang petugas yang disebut amil, modil, atau lebai (di sumatera) yang mempunyai tugas ganda, disamping
memberikan do’a pada waktu upacara keluarga atau desa, juga berfungsi sebagai
guru. Pelajaran biasanya diberikan pada tiap pagi atau petang hari, satu sampai
dua jam. Pelajaran memakan waktu selama beberapa bulan, tetapi pada umumnya
sekitar satu tahun.[9]
Metode pembelajaran adalah murid
duduk bersila dan guru pun duduk bersila dan murid belajar pada guru seorang
demi seorang. Satu hal yang masih belum dilaksanakan pada pengajaran al-qur’an
di langgar, dan ini merupakan kekurangannya adalah tidak diajarkannya menulis
huruf Al-qur’an (huruf arab), dengan demikian yang ingin dicapai hanya membaca
semata. Padahal menurut metode baru dalam pengajaran menulis, seperti halnya
yang dikembangkan sekarang dengan metode iqra’,
dimana tidak hanya kemampuan membaca yang ditekankan, akan tetapi dituntut juga
penguasaan si anak di dalam menulis.
Pengajaran
al-qur’an pada pendidikan langgar dibedakan kepada dua macam, yaitu :
1. Tingkatan rendah merupakan tingkatan pemula, yaitu mulainya mengenal huruf al-qur’an
sampai bisa
membacanya, diadakan pada tiap-tiap kampung, dan anak-anak hanya belajar pada
malam hari dan pagi hari sesudah sholat shubuh
2. Tingkatan atas, pelajarannya selain tersebut diatas, ditambah lagi
pelajaran lagu, qasidah, berzanji, tajwid serta mengaji kitab perukunan.
·
Tingkatan dasar terdiri atas pelajaran membaca, menulis, bahasa Arab,
pengajian Al-Qur’an, ibadah praktis.
·
Tingkat yang lebih tinggi dengan
materi-materi ilmu fiqih, tasawuf, ilmu kalam, dan lain sebagainya.
Adapun tujuan pendidikan dan pengajaran di
langgar adalah agar anak didik dapat membaca al-qur’an dengan berirama dan
baik, tidak dirasakan keperluan untuk memahami isinya. Mereka yang kemudian
berkeinginan melanjutkan pendidikannya setelah memperoleh bekal cukup dari
langgar/masjid di kampungnya, dapat masuk ke pondok pesantren.
b.System
Pendidikan Dayah (Pesantren)
Secara tradisional, sebuah pesantren identik dengan kyai
(guru/pengasuh), santri (murid), masjid, pemondokan (asrama) dan kitab kuning
(referensi atau diktat ajar). Sistem pembelajaran relatif serupa dengan sistem
di langgar/masjid, hanya saja materinya kini kian berbobot dan beragam, seperti
bahasa dan sastra Arab, tafsir, hadits, fikih, ilmu kalam, tasawuf, tarikh dan
lainnya. Di pesantren, seorang santri memang dididik agar dapat menjadi seorang
yang pandai (alim) di bidang agama Islam dan selanjutnya dapat menjadi
pendakwah atau guru di tengah-tengah masyarakatnya.[11]
Atau lebih rincinya sistem pengajaran bagi setiap umat
Islam, sebagaimana di negara-negara muslim, adalah pengajaran al-Qur’an. Pada
tahap awal lapal bacaan bahasa Arab (huruf-huruf Hijaiyah), sesudah itu menghapal surat-surat pendek (Juz ‘Amma) beserta tajwidnya yang yang diperlukan untuk shalat. Pelajaran lebih lanjut
berkenaan dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hukum Islam (fikih)
dan tasawuf. Yang memberi pelajaran pada tahap awal adalah Alim, sedangkan
untuk pelajaran lebih lanjut diberikan oleh seorang ulama besar terutama yang
pernah belajar di Makkah.[12]
C.
Model dakwah
Islamiyah, terutama pada abad pertengahan
Sudah diterangkan pula bersamaan dengan pedagang, datang
pula para ulama, da’i, dan sufi pengembara. Para ulama atau sufi itu ada yang
kemudian diangkat menjadi penasehat dan atau pejabat agama di kerajaan. Di Aceh
ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumaterani, Nuruddin ar-Raniri, Abd. Rauf
Singkel. Demikian juga kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai penasehat yang
bergelar wali, yang terkenal adalah walisongo.
Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara:
a.
Dengan
membentuk kader mubaligh, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama islam
di daerah asalnya. Dengan demikian, Abd Rauf mempunyai murid yang kemudian
menyebarkan Islam di tempat asalnya, diantaranya Syaikh Burhanuddin Ulakan,
kemudian Syaikh Muhyi Pamijahan Jawa Barat; Sunan Giri mempunyai murid Sultan
Zaenal Abidin dari Ternate; Dato Ri Bandang menyebarkan Islam ke Sulawesi, Bima
dan Buton; Khatib Sulaiman di Minangkabau mengembangkan Islam ke Kalimantan
Timur; Sunan Prapen (ayahnya Sunan Giri) menyebarkan Islam ke Nusantara
Tenggara Barat.
b.
Melalui
karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat. Di abad ke-17,
Aceh pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para
sufi. Hamzah Fanuri menulis antara lain Asrar al Arifin fi Bayan ila al Suluk wa al Tauhid, juga syair perahu yang merupakan syair sufi
Nuruddin, ulama zaman Iskandar Tsani, menulis kitab hukum Islam Shirat al-Mustaqim.
Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa
selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga, yaitu :
a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau dkenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia
dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli
tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419
M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik
b. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab
dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal
kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak
mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit.
Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
Jasa-jasa Sunan Ampel :
a.
Mendirikan
pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig
kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama),
Raden Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang
pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan
b.
Berperan
aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M.
c.
Mempelopori
berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai Sultan
pertama.
c. Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden
Paku)
Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai
ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia
dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak.
Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.
d. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba
ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah.
Beliau wafat tahun 1515 M.
e. Sunan Kalijaga (Raden Syahid)
Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni
berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang
diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari
manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya
dalam rangka dakwah Islam.
f. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel,
adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga
mengkader para da’i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari
Ternate dan Hitu Ambon.
g. Syarif Hidayatullah
Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap
kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia memiliki
keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah
satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan
Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada
tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan
Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus
kontrol politik para wali.
h. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada
pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa
menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara
Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.
i. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said
putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana
gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung
Muria, disebelah utara kota Kudus.
Diparuh awal abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam.
Penduduk merasa tentram dan damai dalam ayoman keSultanan Demak di bawah
kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah atau Raden Patah. Hidup mereka
menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah mengakhiri masa Siwa-Budha serta
animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup bukan karena wibawa dan perbawa
sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang pasti yaitu syari’at Islam
“Salokantara” dan “Jugul
Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syari’at
Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama
derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan
ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan
sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.
Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar
1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim,
Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan
Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun
kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan
Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig keliling. Disamping wali-wali
tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi dengan Sunan Ampel
hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini memang
memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya[13].
KESIMPULAN
1. Alur masuknya agama Islam di Nusantara
Ahmad Mansyur Suryanegara
menguraikan tiga teori tentang masuknya Islam ke Indonesia yaitu:
·
Teori Gujarat
·
Teori Makkah
·
Teori Persia
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing
memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut
dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada
abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang
peranan dalam penyebaran Islamadalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat
(India).
2. Sistem pelajaran dalam proses penyebaran Islam
Atau lebih rincinya sistem pengajaran bagi setiap umat
Islam, sebagaimana di negara-negara muslim, adalah pengajaran al-Qur’an. Pada
tahap awal lapal bacaan bahasa Arab (huruf-huruf Hijaiyah), sesudah itu menghapal surat-surat pendek (Juz ‘Amma) beserta tajwidnya yang yang diperlukan untuk shalat. Pelajaran lebih lanjut
berkenaan dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hukum Islam (fikih)
dan tasawuf. Yang memberi pelajaran pada tahap awal adalah Alim, sedangkan
untuk pelajaran lebih lanjut diberikan oleh seorang ulama besar terutama yang
pernah belajar di Makkah.
3.
Model dakwah
Islamiyah, terutama pada abad pertengahan
Para sufi
menyebarkan Islam melalui dua cara:
a.
Dengan
membentuk kader mubaligh, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama islam
di daerah asalnya.
b.
Melalui
karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat.
c.
Adapun
gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga
DAFTAR PUSTAKA
Mansyur S Ahmad, Menemukan
Sejarah, (Bandung: Mizan)
Musyarifah,
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2010 )
Rifa’I,
Muhammad. Sejarah Penddikan Nasional.
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media). 2011
Rukiati,
Enung, Fenti Hikmawati. Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia). 2006
Wathani, Kharisul. Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia. (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011)
[1][1] Kharisul Wathani. Dinamika
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011),
hal. 15-16
[2] Ibid,
[3] Musyarifah, Sunanto. Sejarah
Peradaban Islam Indonesia. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010). Hal.
18-20
[4] Enung Rukiati, Fenti
Hikmawati. Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia, 2006). Hal. 22
[5] Ahmad Mansyur S. Menemukan
Sejarah. (Bandung:Mizan,) hal. 75
[6] http://imamsahabatmu.wordpress.com/makalah/pedidikan-islam-pada-masa-masuknya-islam-ke-indonesia/
[7] Kharisul Wathani. Dinamika
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Hal. 24-26
[8] Kharisul Wathani. Dinamika
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Hal.30
[10] Musyarifah, Sunanto. Sejarah
Peradaban Islam Indonesia. Hal. 106
[11] Sumber :
http://avina-izza.blogspot.com/2011/05/makalah-sejarah-pendidikan-islam.html
[12] Musyarifah, Sunanto. Sejarah
Peradaban Islam Indonesia. Hal.108
Comments
Post a Comment