Tasawuf Wali Songo
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penulisan
Tasawuf merupakan salah satu
aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran
adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi
tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah saw, namun tasawuf
sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu -ilmu
keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada masa Rasulullah belum
dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat
Nabi. Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III
Hijriyyah oleh abu Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi
dibelakang namanya.
Penyebaran Tasawuf di tanah air menarik untuk
dicermati, karena dalam perkembangannya tidak hanya timbul satu aliran saja,
tetapi beberapa aliran yang berbeda, karena itu pada saat ini penulis akan mencoba menguraikan seputar tasawuf pada masa
Wali Songo sebagai pelopor penyebaran Islam di Indonesia.
B. Rumusan Makalah
1. Jelaskan tentang sejarah Wali Songo!
2. Jelaskan tentang garis besar ajaran tasawuf pada zaman
Wali Songo!
3. Jelaskan implementasi tasawuf pada masa
Wali Songo!
PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Wali Songo
Keberhasilan penyebaran
Islam di Jawa tidak lepas dari peran ulama-ulama sufi yang tergabung dalam Wali
Songo. Proses islamisasi yang dilakukan Wali Songo itu, berlangsung pada abad
ke-15 ( masa kesultanan demak).
Kata ‘’ wali’’ berarti
pembela, teman dekat, dan pemimoin. Dalam pemakaianyya, kata ini bias diartikan
sebagai orang yang dekat dengan Allah Swt.(Waliyyullah). Ada pun kata ‘’songo’’
(bahasa jawa) berarti Sembilan. Maka wali songo secara umum diartikan sebagai
Sembilan wali yang dianggap telah dekat dengan Allah Swt, terus menerus
beribadah kepada-Nya, serta memiliki kekeramatan dan kemampuan-kemampuan lain
diluar kebiasaaan manusia. [1]
Mereka yang disebut
walisongo itu, antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Sunan
Gresik (wafat di Gresiktanggal 12 Rabi’ul Awal 822 H/141 M) Nama lengkapnya adalah Maulana Malik Ibrahim yang dikenal sebagai Kakek
Bantal itu diperkirakan datang ke Gresik pada tahun 1404 M. Beliau berdakwah di
Gresik hingga akhir wafatnya yaitu pada tahun 1419. [2]Maulana
Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di
Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat
kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan
Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda
krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama
di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di
desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.[3]
2.
Sunan
Ampel (lahir di Campa, Aceh tahun 1401, dan wafat di Ampel 1481). Beliau terkenal sebagai perancang
pertama kerajaan islam di Jawa, dan dialah yang mengangkat Raden Fatah sebagai
sultan pertama Demak.[4]
Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya.
Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat
penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang
bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah
juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan
Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan
Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti
Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning,
berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden
Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2.
Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya.
3.
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim, Lahir di Ampel ,Surabaya,
tahun 1465, dan wafat di Tuban tahun 1525) beliau dianggap sebagai pencipta
gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa
Timur. Sunan Bonag dan para wali lainnya dalam menuebarkan agama islam selalu
menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat jawa yang sangat
menggemari wayang dan music gamelan. Syair lagu gamelan tersebut berisi pesan
tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Setaip bait lagu
diselingi syahadatain dan gamelan yang meniringinya disebut sekaten.
4. Sunan Giri (lahir di
Blambangan, pertengahan abad ke_15 dan wafat di Giri tahun 1506) Nama aslinya
‘’Raden Paku’’. Disebut juga Sultan Abdul Fakih. mendirikan sebuah pesantren giri di sebuah
perbukitan di desa Sidomukti Kebomas. Dalambahasa jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat
dengan sebutan Sunan Giri.Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal
sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa,
bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pengaruh Giri terus berkembang sampai menjadi
kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang menguasai Gresik dan
sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung.Terdapat beberapa karya seni tradisional Jawa yang sering dianggap
berhubungkan dengan Sunan Giri, diantaranya adalah permainan-permainan anak
seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng; serta
beberapa gending (lagu instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung.[5]
5. Sunan Drajat ( lahir di Ampel Denta,
sekitar tahun 1470, dan wafat di Sedayu Gresik peryengahan abad ke-16). Nama
aslinya Raden kosim atau Syariffuddin. Hal yang sangat menonjol dalam dakwah
Sunan Drajat adalah perhatianya yang
sangat serius terhadap masalah-masalah social. Pemikiran kesfian Sunan Drajat
yang menonjol adalah upaya menyadarkan kepada manusia dari ambisi mendorong
manusia untuk menikmati dunia itu dengan pola hidup berfoya-foya dan pemuas
nafsu perut. Padahal menurutnya , perut adalah sumber segala syahwat dan
penyakit jasmani dan rohani. Jika perut diisi
makanan dan minuman enak, timbullah nafsu serakah dan nafsu-nafsu lain,
seperti syahwat kelamin, pemabokan, perjudian, dll.[6]
Ada 7 ajaran Sunan Drajat yang terabadikan dalam sap
tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat, yaitu :[7]
a.
Memangun resep teyasing
Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain)
b.
Jroning suko kudu eling Ian
waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
c.
Laksitaning subroto tan
nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita -
cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
d.
Meper Hardaning Pancadriya
(kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
e.
Heneng - Hening -Henung
(dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening
itulah kita akan mencapai cita -cita luhur).
f.
Mulyo guno Panca Waktu
(suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu)
g. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang
wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang
wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah
kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak
punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)[8]
6. Sunan Kalijaga ( lahir akhir abad ke-14
dan wafat pertengahan abad ke-15). Beliau terkenal sebagai wali yang berjiwa
besar , berwawasan jauh, berpikiran tajam, intelek, serta berasal dari suku
Jawa asli. Sunan Kalijaga bernama asli Raden Mas Syahid. Dalam
dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan
Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan
sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan
sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia
berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka
harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama
hilang. Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam.
Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai
sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud,
Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa
Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan
Kalijaga.[9]
7. Sunan Kudus (lahir di
Kudus abad ke-15, dan wafat tahun 1550) Nama aslinya Ja’far sadiq. Cara
berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya
setempat.sunan kudus termasuk pendukung gagasan Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang
yang menerapkan strategi dakwah kepada masyarakat sebagai berikut:
1. membiarkan
dulu adat istiadat dan kepercayaan lama yang sukar diubah. Mereka sepakat untuk
tidak menggunakan kekerasan menghadapi masyarakat yang demikian.
2. bagian
adat yang tidak sesuai dengan ajaran islam tetapi mudah dirubah maka segera di
hilangkan.
3. Tut
Wuri Handayani, artiya mengikuti dari belakang sambil mengisi ajaran islam
4. menghindarkan
konfrontasi secara langsung atau secara keras di dalam menyiarkan agama islam
5. pada
akhirnya boleh saja merubah adat kepercayaan masyarakat yang tidak sesuai
dengan ajaran islam[10]
Strategi dakwah ini diterapkan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan
Muria, Sunan Gunungjati.
8. Sunan Muria ( Lahir abad ke-15) Ia
adalah putra sunan Kalijaga dan berjasa menyiarkan Islam di pedesaan-pedesaan
Pulau Jawa. Nama aslinya Raden Umar Syahid, sedang nama kecilnya Raden Prawoto.
Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di
lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus. Gaya berdakwahnya banyak
mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan
Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota
untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan
keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah
kesukaannya. Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam
konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang
mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi
pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan
Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah
satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.[11]
9.
Sunan Gunung Jati ( alahir di Makkah 1448, wafat di Gunung Jati,
Cirebon Jawa Barat). Nama aslinya Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah
mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana
ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas
restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal
sebagai Kasultanan Pakungwati. Dengan demikian,
Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin
pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja
Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan
atau Priangan. Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas.
Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa
jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah. Bersama putranya, Maulana
Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten.
2. Tasawuf
pada Masa Wali Songo
Maraknya pengajian tasawuf dewasa ini, dan
kian bertambahnya minat masyarakat terhadap tasawuf memperlihatkan bahwa sejak
awal tarikh Islam di Nusantara, tasawuf berhasil memikat hati masyarakat luas.
Dalam banyak buku sejarah diuraikan bahwa tasawuf telah mulai berperanan dalam
penyebaran Islam sejak abad ke-12 M. Peran tasawuf kian meningkat pada akhir
abad ke-13 M dan sesudahnya, bersamaan munculnya kerajaan Islam pesisir seperti
Pereulak, Samudra Pasai, Malaka, Demak, Ternate, Aceh Darussalam, Banten, Gowa,
Palembang, Johor Riau dan lain-lain. Itu artinya Wali Songo yang sangat
berperan dalam penyebaran Islam di Indonesia khususnya Tanah Jawa, mempunyai
andil yang besar dalam mengajarkan tasawuf kepada masyarakat.
Pada abad ke-12 M, peranan ulama tasawuf
sangat dominan di dunia Islam. Hal ini antara lain disebabkan pengaruh
pemikiran Islam al-Ghazali (wafat 111 M), yang berhasil mengintegrasikan
tasawuf ke dalam pemikiran keagamaan madzab Sunnah wal Jamaah menyusul
penerimaan tasawuf di kalangan masyarakat menengah. Hal ini juga berlaku di
Indonesia, sehingga corak tasawuf yang berkembang di Indonesia lebih cenderung
mengikuti tasawuf yang diusung oleh al-Ghazali, walaupun tidak menutup
kemungkinan berkembang tasawuf dengan corak warna yang lain.
Abdul
Hadi W. M. dalam tesisnya menulis : “Kitab tasawuf yang paling awal muncul di
Nusantara ialah Bahar al-Lahut
(lautan Ketuhanan) karangan `Abdullah Arif (w. 1214). Isi kitab ini banyak
dipengaruhi oleh pemikiran yang wujudiyah Ibn `Arabi dan ajaran persatuan
mistikal (fana) al-Hallaj”. Ini
menunjukan bahwa bahwa disamping tasawuf sunni juga berkembang tasawuf falsafi
di masyarakat. Sehingga sejarah mencatat di samping Wali Songo sebagai
pengusung tasawuf sunni juga muncul Syekh Siti Jenar sebagai penyebar tasawuf
falsafi dengan ajaran ‘manunggaling
kawula gusti’. Dengan demikian
secara garis besar aliran tasawuf yang berkembang pada zaman Wali Songo dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1.
Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang
memagari dirinya dengan Al-Qur'an dan Al Hadits secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkat rohaniah) mereka pada dua sumber tersebut. Tasawuf
sunni adalah tasawuf yang mengedepankan praktis, maka termasuk di dalamnya
tasawuf akhlaki dan amali.
Dalam tasawuf sunni terdapat tiga langkah
utama yang yang harus dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT :
a.
Senantiasa
mengawasi jiwa (muraqabah) dan menyucikannya dari segala kotoran.
b.
Firman
Allah SWT: "Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya rugilah orang
yang mengotorinya". [Asy-Syams : 7-10]
c.
Memperbanyak
zikrullah.
d.
Firman
Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut
nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya". [Al-Ahzab: 41]. Sabda
Rasulullah SAW "Senantiasakanlah lidahmu dalam keadaan basah mengingat
Allah SWT".
e.
Zuhud
di dunia, tidak terikat dengan dunia dan gemarkan akhirat.
Firman Allah SWT: "Dan tiadalah kehidupan
dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya
kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah
kamu memahaminya?". (Al-Anaam : 32)
2.
Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep
ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma'rifat) dengan pendekatan rasio
(filsafat) hingga menuju ke tinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal
Tuhan saja (ma'rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul
wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang
kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.
Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya
sangat berbeda dengan tasawuf sunni, kalau tasawuf sunni lebih menonjol kepada
segi praktis, sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis sehingga
dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan
pendektan-pendekatan filosofis, yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan
sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.[12]
3. Implementasi Tasawuf
pada Masa Wali Songo
Wali
Songo sebagai figur agamis menjadi simbol kesalihan masyarakat pada saat itu.
Sehingga apa yang dilakukan oleh para wali menjadi contoh yang baik bagi
masyarakat. Dalam kehidupan Wali Songo mengembangkan sikap hidup sederhana,
tidak berlebih-lebihan, peduli terhadap fakir miskin, bahkan menjadi pelopor
dalam memberantas kemiskinan dan kebodohan.
Dalam
memilih tempat tinggal, Wali Songo lebih memilih tempat terpencil, mereka lebih
suka hidup di gunung dan perkampungan daripada di perkotaan. Hal ini sesuai
dengan salahsatu ajaran tasawuf yang disebut dengan ‘uzlah (mengasingkan diri).
Pada
masa Sunan Giri ajaran tasawuf diadopsi menjadi norma yang harus dipegang oleh
masyarakat, diantara isi dari norma tersebut adalah Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora
nafsu-nafsu) Heneng - Hening -Henung
(dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening
itulah kita akan mencapai cita -cita luhur). Mulyo guno Panca Waktu (suatu
kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu).
Wali
Songo juga mengajak masyarakat untuk selalu berzikir mengingat Allah SWT dan
menumbuhkan kesadaran kehambaan, yang dikemas dalam bentuk karya seni sesuai
dengan budaya setempat, seperti tembang "Tombo Ati", tembang “Lir
Ilir”, "Suluk Wijil"
yang dipengaruhi kitab Al Shidiq, perseteruan Pandawa-Kurawa yang ditafsirkan
sebagai peperangan antara nafi
(peniadaan) dan 'isbah (peneguhan)
dan lain-lain. Disamping implementasi tersebut di atas masih banyak bentuk
implementasi lain yang tidak diungkapkan di sini karena keterbatasan referensi.
ejak awal tarikh Islam di Nusantara, tasawuf berhasil memikat hati masyarakat
luas. Wali Songo sebagai penyebar Islam di Indonesia mempunyai andil yang besar
dalam penyebaran tasawuf.[13]
KESIMPULAN
Sejak awal tarikh Islam di Nusantara, tasawuf berhasil memikat
hati masyarakat luas. Wali Songo sebagai penyebar Islam di Indonesia mempunyai
andil yang besar dalam penyebaran tasawuf.
Secara garis besar aliran tasawuf
yang berkembang pada zaman Wali Songo dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1. Tasawuf
Sunni
Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang
memagari dirinya dengan Al-Qur'an dan Al Hadits secara ketat, serta mengaitkan
ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkat rohaniah) mereka pada dua sumber tersebut.
Tasawuf sunni adalah tasawuf yang mengedepankan praktis, maka termasuk di
dalamnya tasawuf akhlaki dan amali.
2. Tasawuf
Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran
tasawuf yang mengenal Tuhan (ma'rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat)
hingga menuju ke tinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja
(ma'rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud
(kesatuan wujud).
Implementasi
tasawuf pada masa Wali Songo ditandai dengan mengembangkan sikap, hidup
sederhana, lebih menyukai hidup di tempat terpencil, mengadopsi nilai-nilai
tasawuf dalam norma-norma kehidupan dan senantiasa untuk berdzikir dan
bertafakur yang diwujudkan dalam suatu karya seni agar menarik masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Solihin, Muhammad. Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara.
Jakarta: PT Raja Gafindo Persada.2005
Rahimsyah. Kisah Wali Songo.Surabaya: Gali
Ilmu.2000
http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Drajat
[1]
Muhammad Sholihin,Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada,2005) 120
[2]
Rahimsyah, Kisah Wali Songo (Surabaya: Gali Ilmu, 2000) 12
[4]
Muhammad sholihin, 120
[5]
http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Giri
[6]
Muhammad Sholihin,123
[7]
http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Drajat
[8]
Rahimsyah, Kisah Wali Songo (Surabaya: Gali Ilmu, 2000)106
Comments
Post a Comment